Jam tujuh pagi, Gerry dan Dewi terbangun dari tidurnya karena mendengar suara keras kutukan di pintu kamarnya. “Gerry!” Seseorang memanggilnya dengan nada panik.
Dengan mengusap matanya, masih setengah sadar Gerry membuka pintu. “Ada apa paman? Sepertinya ada hal yang penting?”
Gatot berdiri di depan pintu dengan gemetar, wajahnya terlihat sangat panik. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia menyodorkan koran kepada Gerry.
“Apa maksudnya ini paman?” tanya Gerry menerima dan membuka koran yang terlipat. Seketika matanya terbelalak menatap halaman depa koran itu, terpampang foto Jhony hampir memenuhi satu halaman.
‘JHONATAN KURNIAWAN TERBUNUH DI JEMBATAN’. Air matanya tidak dapat tertahankan saat membaca judulnya. “Tidak mungkin.” teriaknya.
Dewi bersandar memeluk suaminya. Gatot hanya bisa memandang keponakannya dengan tatapan iba. Gerry beberapa saat terlena dengan kesedihannya, sambil mengusap air matanya,
Seminggu berlalu, Freddy duduk bersandar pada kursi kulit di ruang kerjanya. Tommy yang duduk di hadapannya, memberi tahu bahwa Dicky sudah mengetahui kepulangan Gerry, bahkan juga tahu tentang pernikahannya.Malamnya, Freddy memperingatkan Gerry bahwa terlalu berbahaya baginya untuk pergi meninggalkan rumah. Dia menempatkan orang-orang dengan senjata di sekitar rumah untuk menjaganya, dan menyuruh Tommy dan Rocky si kepala pengawal untuk tinggal bersama Gerry sepanjang waktu.Meskipun dia seperti seorang tahanan di rumahnya, Gerry tidak terlalu sedih. Dia memiliki Dewi yang menemaninya. Dia menghabiskan waktu bersama istrinya dan mengajarinya mengemudikan mobil di jalan pribadi keluarganya.Suatu pagi, Gerry berdiri di jendela kamarnya yang berada dilantai dua melihat Tommy duduk seorang diri di kursi taman depan rumahnya.“Kenapa kamu sendirian Tom?” seru Gerry menghampiri Tommy.“Hah, t
Di kediaman keluarga Handoyo, semua orang sedang terpukul merasakan kesedihan atas meninggalnya Dewi. Setelah menerima pesan dari Gerry yang memberikan kabar duka itu, Dedi dan Dodi, kedua kakak kembar Dewi, diperintahkan ayahnya untuk pergi ke rumah keluarga Freddy membalaskan dendam. Sore itu juga mereka berangkat menuju pelabuhan.Telepon di ruang kerja Freddy berdering. Freddy yang sedang duduk merenung kemudian mengangkat teleponnya. Itu adalah telepon dari Yuna, sekretarisnya.“Siapa?” tanya Freddy. “Suruh dia menunggu dan layani dia dengan baik, aku akan segera ke sana untuk menemuinya.” Lanjutnya lalu menutup telepon.Sesaat Freddy berpikir, kemudian mengangkat kembali teleponnya dan dia menelepon Tommy. “Ajak Beni ke kantor perusahaan, aku akan segera kesana.” Katanya singkat lalu menutup telepon dan bergegas pergi.Setengah jam kemudian, Freddy sampai dan perlahan berjalan memasuk
Hari berikutnya, Dedi dan Dodi tiba di Kota tujuannya. Ini adalah kali pertama bagi mereka. Berbekal alamat yang pernah diberikan Gerry, mereka akhirnya sampai di depan rumah keluarga Freddy. Dedi dan Doni saudara kembar yang identik, hampir seluruh perawakan mereka sangat mirip, sangat sulit membedakan satu sama lain. Yang membedakan hanyalah setengah jari telunjuk tangan kiri Dodi patah dan hilang, pada saat dia berlatih pedang. Mereka berdua berdua sangat mahir menggunakan pedang. Gerry menemui kakak iparnya, mengantakan ke kamar yang telah dipersiapkan untuk mereka. Gerry sengaja meminta mereka datang, karena dia tidak akan mudah untuk membalas dendam atas kematian istrinya, mengingat ayahnya masih melarangnya untuk meninggalkan rumah. Sore itu, setelah menceritakan semua kejadian dan rencananya kepada kakak iparnya, Gerry meninggalkan mereka. Kemudian kembali ke kamarnya untuk menelepon Tommy. "Aku butuh bantuanmu To
Dua bulan berlalu. Pertemuan rahasia tiga kepala keluarga yang berkuasa diadakan dan berlangsung di sebuah ruangan besar di atas sebuah bank. Setiap kepala keluarga hanya diizinkan membawa satu pewarisnya dan maksimal lima orang pejabat penting serta lima pengawal untuk berada di ruangan itu. Kepala keluarga dan pewarisnya duduk dalam satu meja utama, sedangkan anggota yang lain menyaksikan di belakang mereka. Gerry Yudistira Kurniawan adalah pewaris keluarga Freddy. Robbi Surya Negara pewaris keluarga Dicky. Dan, Florentinus Andrew Gunawan pewaris keluarga Franky. Mereka memperkenalkan pewaris masing-masing. “Kuharap kamu memiliki alasan yang tepat mengadakan pertemuan ini, Frank.” Ucap Dicky menampilkan wibawanya. “Semuanya ini sudah terlampau jauh.” Franky berkata. "Itu sangat tidak perlu." Dia menatap pria kecil dengan rambut gelap berminyak dan bayangan di bawah matanya yang duduk di seberangnya. “Sudah terlalu banya
Atas perjanjian damai yang telah disepakati, sampai tiga bulan berikutnya ketiga keluarga bekerjasama menjalankan bisnis mereka di berbagai bidang.Suatu sore di pertengahan bulan Desember 2016, saat Jenny sedang berjalan pulang, dia melihat sebuah mobil hitam besar diparkir di luar sekolah tempat dia menjadi guru. Di sebelah mobil, ada seorang pria yang tampak serius dengan topi hitam dan mantel hitam panjang, mengawasinya. Jenny berhenti, tubuhnya gemetar, matanya melotot seolah-olah dia telah melihat hantu.“Gerry?” katanya terkejut. “Sudah berapa lama kau kembali?”"Sekitar setengah tahun," katanya pelan. Kemudian, berjalan perlahan ke arahnya, dia berkata: “Senang bertemu denganmu Jen.”Mereka berjalan bersama melewati taman, tangannya di saku masing-masing, sedikit malu satu sama lain setelah sekian lama. "Aku bekerja untuk ayahku sekarang," Gerry menjelaskan. “Dia sedang
Bulan telah berganti tahun, banyak sekali perubahan yang terjadi. Gerry dan Jenny menikah, tepatnya pada bulan Februari 2017, dan mereka mempunyai dua anak. Bersamaan dengan itu, Helena juga menikah lagi dengan seorang pengusaha bernama Jordi Andreas, dan dia tinggal di rumah suaminya yang berjarak tiga puluh kilo meter dari rumah Freddy.Cicilia, istri Jhony dan Ferdian putra mereka yang saat ini berumur lima tahun, masih tinggal di rumahnya yang berjarak hanya beberapa meter dari rumah keluarga Freddy. Meskipun Freddy sudah mengizinkan Cicilia untuk menikah lagi, tapi dia belum meikirkannya.Si kembar Dedi dan Dodi menjadi bagian penting dalam anggota keluarga Freddy. Mereka dikirim ke wilayah timur, untuk mengelola beberapa bisnis dimana keluarga Freddy membeli sebuah hotel dan berencana membeli lebih banyak lagi.Franky mengambil keuntungan dari perdamaian antara tiga keluarga, dan mulai mendirikan beberapa bisnis
Suatu Minggu pagi, ketika para wanita berada di dapur, Freddy sedang bermain dengan cucunya, Ferdian, di antara tanaman bunga di taman. Saat dia mencoba melarikan diri dari bocah lelaki yang mengejarnya, dia tiba-tiba merasa sulit bernapas. Seolah-olah matahari telah turun sangat dekat dengan kepalanya.Dia berhenti berlari dan mulai batuk ketika dia mencoba memasukkan udara ke dadanya. Anak kecil itu tertawa, mengira ini adalah bagian dari permainan. Freddy membungkuk ke depan, batuk-batuk semakin banyak, dan kemudian dia merasakannya; ledakan api di dalam dadanya. Dengan teriakan kesakitan, dia jatuh kembali di antara tanaman bunga, dan mati.Sepanjang hidupnya, orang-orang mencoba membunuhnya, mereka telah gagal Pada akhirnya, Freddy Kurniawan meninggal secara wajar, bermain dengan cucunya di kebunnya pada hari Minggu pagi yang damai.Di pemakaman, Gerry duduk bersama keluarganya saat orang-orang lewat, satu per satu, melemparkan bunga
Malam hari setelah pemakaman Freddy, di ruang kerjanya yang sekarang digunakan Gerry, dia mengumpulkan para wanita di keluarganya, termasuk ibunya, Luciana Natasha. “Mama, dengarkan saya!” Katanya. “Ayah sudah mempercayakan kepadaku keluarga ini. Dan saya sudah berjanji kepadanya untuk melindungi apa yang ayah lindungi selama hidupnya, yaitu keluarganya.” Para wanita itu tidak tahu apa yang akan Gerry bicarakan. Mereka hanya diam mendengarkan apa yang Gerry katakan. “Dua tahun yang lalu ayah sudah mendeklarasikan perdamaian saat pertemuan tiga keluarga. Tapi saat ini ayah sudah meninggal, pasti keadaannya akan sangat berbeda. Dan sepertinya akan menjadi lebih buruk.” lanjut Gerry. “Apa yang sebenarnya kau bicarakan?” tanya Jenny. “Semuanya baik-baik saja sampai saat ini.” “Sebelum ayah meninggal, dia sudah memperingatkanku kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Dia juga membicarakan tentang penghianat yang
DING DING Ponsel Tommy di atas meja berbunyi, layarnya menyala menampilkan sebuah nama yang meneleponnya. “Jenny.” Gumam Tommy menatap layar ponselnya mengenali identitas si penelepon. Tommy mengangkat ponsel dan mendekatkan ke telinganya setelah menerima panggilan telepon itu. Dia mengangkat salah satu tangannya sebagai instruksi agar orang-orang di sekitarnya diam. Suasana menjadi hening dalam sekejap. Meskipun berada di dalam area night club, ruang VIP itu hampir sepenuhnya terisolasi dari kebisingan luar karena diselimuti peredam suara. “Apa kabar, Jen?” sapa Tommy dengan lembut. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Helen, Tom?” tanya Jenny terdengar lirih dari ponsel Tommy. Tommy sejenak terdiam tanpa ekspresi mendengar pertanyaan Jenny yang tanpa basa-basi. “Jawab aku, Tom.” Jenny mendesak Tommy. “Kau sudah mengetahui beritanya, Jen?” Tommy balik bertanya. “Apa maksudmu berbalik menanyaiku?” Jenny mulai terdengar marah. “Semua saluran berita menyiarkan ke
Gatot sedang rebahan dia atas sofa panjang sambil menonton televisi di ruang keluarga rumahnya ketika hari menjelang gelap. Tiba-tiba dia terperanjat duduk. Matanya terbelalak menatap tajam ke arah televisi yang menayangkan siaran berita tentang kecelakaan. Tanpa dia sadari tubuhnya mulai bergetar saat matanya fokus memperhatikan dua gambar potret wajah orang yang sepertinya dia kenali. Itu adalah dua foto wajah Jordi dan Helen, keponakan Gatot. “Tidak mungkin.” Bisiknya lirih kepada dirinya sendiri seolah dia belum bisa menerima kebenaran dari kabar siaran berita yang ditontonnya. Beberapa saat Gatot terpaku menyaksikan siaran televisi dengan tidak percaya. “Kakak ipar!” teriak Gatot yang masih duduk tercengang menatap televisinya. “Kakak ipar! Kakak ipar!” Gatot terus berteriak memanggil Luciana dengan panik karena tidak segera mendapatkan respons. Luciana keluar dari dalam kamarnya yang tidak jauh dari tempat Gatot berada. “Ada apa, Gatot? Kau berisik sekali” kata Luciana
Jordi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang melaju di tengah padatnya jalanan. Di dalam mobil suasana tampak canggung. Jordi dan Helen tidak berbicara satu sama lain. Sunyi. Hanya terdengar deru suara mesin kendaraan yang melaju di jalanan. Helen diam bersandar pada jok dan menatap keluar melalui kaca jendela mobil. Banyak hal yang sedang dia pikirkan. Jordi fokus menyetir sambil sesekali melirik ke arah Helen. Dia masih menganalisis sikap istrinya itu yang berbeda setelah bertemu dengan Albert. Jordi merasa seolah tidak mengenal dengan sosok cantik yang duduk di sampingnya. Ding Ding Ponsel Jordi berbunyi memecah keheningan. Rangkaian nomor terpampang di layar. Itu sebuah panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenanya. Helen seketika melirik layar ponsel suaminya dengan ekspresi penuh selidik. “Kenapa tidak diterima?” tanya Helen saat melihat Jordi yang hanya menatap layar ponselnya. “Oh. Hanya sebuah nomor, aku tidak mengenalnya.” Jawab Jordi ragu-ragu. “Mungkin
Jordi dan Helen memasuki sebuah rumah mewah yang terletak di pusat kota ketika hari menjelang siang. Itu adalah rumah Albert. Albert yang sudah menunggu kedatangan mereka sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Beberapa pria berdiri di belakang Albert. Albert bangkit dan tersenyum menyambut Jordi dan Helen. Jordi membalas senyuman itu saat menjabat tangan Albert. Mereka terlihat sangat akrab. Sedangkan Helen tampak canggung melihat pemandangan itu. Dia awalnya merasa biasa saja, namun sekarang dia merasa ada yang aneh. Jordi sebelumnya bilang tidak mengenal pria paruh baya itu. Namun, ketika Helen memperhatikan lebih lama Jordi dan Albert, mereka tampak mirip. ‘Siapa pria ini?’ ‘Apa hubungan dia dengan Jordi?’ “Jadi kamu Helen?” pertanyaan Albert membuyarkan pikiran Helen. Helena memaksakan senyumnya. “Betul.” Jawabnya singkat. Mereka berjabat tangan sejenak. Albert menatap lekat mengenali Helen. Secara naluriah dia mengagumi sosok cantik dan tenang yang diperlihatkan oleh
Jam di pergelangan tangan Dedi menunjukkan pukul dua lewat empat puluh lima menit dini hari, ketika dia dan Dodi selesai mengemasi barang-barang bawaannya. Dedi dan Dodi sudah menggendong ransel masing-masing dan bersiap untuk pergi dari rumah Jhony. “Kami sudah siap berangkat, paman.” Kata Dedi hendak berpamitan kepada Jack. “Apakah Anda yakin akan tetap di sini?” Tanyanya untuk memastikan kembali keputusan Jack. “Pergilah! Jaga diri kalian baik-baik. Dan kalian tidak perlu mengkhawatirkanku.” Jawab Jack meyakinkan si kembar. “Baiklah, paman. Anda juga harus menjaga diri.” Kata Dodi tersenyum kepada Jack. “Jika terjadi sesuatu, Anda bisa menghubungi nomor saya, paman.” Kata Dedi mengingatkan Jack. “Kami akan segera membicarakannya dengan Gerry sesampainya di sana.” Jack tersenyum kepada si kembar. “Berhati-hatilah!” katanya dengan singkat sesaat sebelum akhirnya Dedi dan Dodi pergi menin
Setelah Tommy dan anak buahnya pergi, terlihat jelas sekali Jack menampilkan ekspresi wajah yang tidak senang. Dia merasa tidak puas atas perlakuan Tommy kepadanya. Begitu juga dengan Dedi dan Dodi. Namun, mereka tidak memikirkan tentang terbongkarnya persembunyiannya dari Tommy, melainkan mereka lebih memikirkan semua ucapan Tommy sebelum dia pergi. Untuk beberapa waktu mereka bertiga hanya duduk dalam keheningan di dalam ruangan itu. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. “Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, paman?” tanya Dedi yang memecah keheningan meminta pendapat dari Jack. Pertanyaan dari Dedi seketika menyadarkan Jack dari lamunannya. “Aku juga sedang memikirkannya.” Jawab Jack yang masih terlihat kebingungan. “Aku masih memikirkan perkataan Tommy. Entah kenapa aku merasa dia orang yang bersih.” Kata Dedi menyampaikan asumsinya. “Ya. Aku juga.” Dodi menimpali untuk mene
Jack tidak menjawab pertanyaan dari Tommy. Dia membiarkan Tommy meluapkan segala bentuk emosinya. Dia berpikir dengan cara itu mungkin Tommy akan dapat menenangkan dirinya sendiri. Jadi Jack hanya tetap diam. Namun, apa yang dilakukan Jack adalah sebuah kesalahan. Tommy terlalu sakit hati menerima kenyataan. Dan sakit hati yang dia rasakan tidak dapat terobati semudah yang dipikirkan oleh Jack. Bahkan tidak hanya hatinya, tapi egonya juga terluka. “Kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau mencoba mempermainkanku?” Tommy terus berteriak kepada Jack berharap mendapatkan penjelasan untuk memberi makan emosinya. “Kau tahu? Aku semalaman berkendara mengelilingi kota sambil menangis saat mendapatkan kabar kematianmu.” Kata Tommy sambil menunjuk ke arah Jack. “Ternyata aku salah. Kau hanya menganggapku seperti orang bodoh.” Tommy semakin brutal. Setelah selesai mengucapkan kalimatnya, dia memukul Jack dengan sekuat tenaga tepat
Jack dan si kembar yang masih berbincang di dalam rumah Jhony tidak menyadari bahwa sekelompok orang sedang berjalan menghampiri mereka. Tommy menyadari ada sesuatu yang tidak beres di dalam rumah Jhony ketika dia mendapati pintu utama rumah itu dalam keadaan tidak terkunci. Perlahan Tommy membuka pintu rumah. Dia memicingkan kedua matanya menatap tajam ke arah dalam rumah. Tidak ada tanda-tanda aktivitas seorang pun, bahkan tidak ada suara yang terdengar dari dalam rumah. Suasana rumah itu begitu gelap dan hening. Namun itu tidak menyurutkan rasa kecurigaan Tommy. “Sepertinya apa yang kau katakan benar, Rey.” Kata Tommy berbisik-bisik. “Ada seseorang yang memasuki rumah ini.” “Apakah mungkin itu maling atau perampok, bos?” Tanya Rey berbisik kepada Tommy untuk memastikan dugaannya. Tommy menatap tajam ke arah Rey. “Sejak kapan kau menjadi bodoh, Rey?” Tanya Tommy dengan suara pelan namun teras
Jack menemui Dedi dan Dodi sesuai kesepakatan mereka. Sesaat sebelum tengah malam, Jack sudah memasuki rumah Jhony. Sebuah rumah mewah, namun tampak menyeramkan jika dilihat dari luar saat malam hari. Begitu gelap tanpa penerangan lampu, seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Disalah satu ruangan di dalam rumah itu, Jack bersama Dedi dan Dodi sedang bertemu. Mereka bertiga tengah duduk dan berbincang di ruangan bekas tempat kerja Jhony. “Hal penting apa yang ingin Anda bicarakan dengan kami, paman?” tanya Dodi tanpa berbasa-basi sesaat setelah mereka saling berbicara tentang kabar masing-masing. Jack tersenyum sebagai tanggapan atas pertanyaan Dodi. “Sebelum kita membicarakan hal itu, aku ingin mengetahui apa yang Gerry perintahkan kepada kalian?” kata Jack balik bertanya. Dodi mengalihkan tatapannya ke arah Dedi, sebagai tanda agar saudara kembarnya itu yang memberikan jawaban ata