Share

S3| 71. Harapan Tahun Baru

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Halo semuanya! Maaf kami terlambat." Sang wanita melambai-lambai dengan senyum ceria.

Melihat itu, si Kembar memekik bahagia. "Dokter Wela! Dokter Rony!"

Mereka berlari turun dari gazebo, lalu mendekap wanita itu hangat.

"Bukankah Dokter Wela dan Rony ada urusan mendesak?" Mata Louis tampak berbinar.

"Kami kira Dokter tidak jadi datang. Kami sempat sedih memikirkan hal itu." Emily mencebik.

"Tapi sekarang, aku dan Rony di sini, kan?" Wela mencubit pipi si Kembar. "Kami tidak tega membiarkan keponakan tersayang kami sedih. Jadi, begitu urusan selesai, kami langsung meluncur ke sini. Ini belum tahun baru, kan?"

"Ya, sebentar lagi pergantian tahun. Ayo naik ke gazebo! Kita tidak boleh melewatkannya tanpa topi dan terompet."

Dengan penuh semangat, Emily menarik tangan Wela. Louis pun berinisiatif menyeret tangan Rony.

"Ini untuk Dokter Wela. Ini untuk Dokter Rony. Begitu hitungan mundur berakhir, kita meniup terompet bersama. Mengerti?" terang Emily seraya membagikan terompet dan to
Pixie

Tadaa! Jawaban kalian benar enggak nih? Hebat banget yang nebaknya benar. Ada bakat jadi agen rahasia bareng Louis nih. Ternyata Wela sama Rony yah. Ortunya Sophia belum muncul. Btw, untuk bab selanjutnya, ada kejutan menanti. Buat kalian yang mau baca Menaklukkan Duda Dingin, kebetulan lagi ada diskon 70% tuh. Yuk mampir. Kenalan sama Amber dan Adam. Buku ini Pixie rancang penuh emosi. Romantisnya selangit. Pertemuan antara dua insan yang penuh luka dan misteri. Pemenang kontes kemarin loh. Hehe. Baca yuk baca ....

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Puji Amriani
update dong min udah jm 8 lebih nih ditaiwan
goodnovel comment avatar
SK Celey
asyik... bisa join jadi agen rahasianya Louis..hahaha.. lanjut Thor
goodnovel comment avatar
Monika Anastasia Khim
Ikut terharu buat ava....kepedulian sikembar bukan main2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 72. Keajaiban

    "Terima kasih," ucap Ava lirih. Sambil menarik napas panjang, ia menggigit bibir dan tertunduk. "Aku sangat beruntung bisa mengenal kalian. Tanpa kalian, aku mungkin tidak bisa melewati tahun baru bersama ibuku." Susan mengelus-elus pundak Ava. Meski demikian, Kara yang buka suara. "Justru kami yang beruntung telah mengenalmu, Ava. Tanpa bantuanmu, pesta ini belum tentu terlaksana. Frank dan Barbara pasti masih tidak tenang memikirkan ibu mereka." Ava mengangkat pandangan dengan wajah penuh haru. Anggukannya membuat Louis mendapat ide. "Emily, bagaimana kalau kita mengunjungi ibunya Ava sebentar? Kita ucapkan selamat tahun baru dan doa-doa untuknya.""Ide bagus, Louis." Dengan senyum semringah, gadis mungil itu menatap Kara. "Mama, bolehkah kami mengunjungi ibunya Ava sebelum pergi tidur?" Kara mengelus pipi gembul sang putri. "Memangnya kalian belum mengantuk?" Si Kembar kompak menggeleng. "Kami tidur siang dua kali, Mama. Kami belum mengantuk." Emily membelalakkan mata agar ta

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 73. Jangan Sampai Lengah

    "Mama, Papa, bukankah kami sangat hebat? Kami berhasil mengadakan pesta yang meriah. Lalu kami berhasil membuat ibunya Ava bergerak." Suara Louis sudah sangat lemah. Kelopak matanya sesekali menutup. Namun, ia masih berusaha terjaga. "Ya," Kara mengusap kepala sang putra, "kalian sangat hebat. Mama dan Papa semakin bangga kepada kalian." Louis menaikkan sudut bibirnya sedikit. Pujian sang ibu memang tidak pernah gagal meringankan hatinya. "Kira-kira, kapan ibunya Ava akan terbangun, Mama? Ava terlihat sangat bahagia tadi. Dia pasti lebih bahagia kalau ibunya sudah sadar," sambung Emily dengan suara yang tak jelas. Yemon dalam dekapannya hampir terlepas. Ia juga sudah di gerbang mimpi indah. Dari sisi lain, Frank menelusuri anak rambut Emily dengan jari. "Dokter Wella bilang perkembangan Nyonya Connor sangat pesat. Papa yakin dia pasti cepat pulih." Dengan sisa tenaga yang tidak seberapa, Emily memaksakan senyuman. "Syukurlah. Aku harap dia bangun sebelum Bibi dan Philip menikah.

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 74. Mengantisipasi Serangan

    "Ava, kamu betul-betul tidak bisa ikut? Kursi di sebelah Paman Jeremy masih kosong." Louis memasang raut memelas. Ava tersenyum kecut. "Maaf, Louis. Dokter Wela bilang semakin besar dukungan yang ibuku rasakan, semakin cepat kesadarannya pulih. Aku ingin menemani dan berbincang dengannya lebih sering." "Kita cuma pergi sebentar, Ava. Mungkin cuma dua jam." Emily menegakkan telunjuk dan jari tengahnya yang mungil. "Ditambah dengan waktu perjalanan bisa empat jam," Ava tersenyum miring. "Mungkin lain kali, sewaktu ibuku sudah bangun." Bibir si Kembar pun mengerucut. Kepala mereka tertunduk lesu. "Baiklah. Mari pergi bersama ketika ibumu sudah bangun." Namun, sedetik kemudian, Louis mendongak dengan mata berbinar. "Tapi, khusus untuk hari pertama masuk sekolah nanti, berjanjilah untuk ikut mengantar kami." Emily mengangguk lucu. "Ya! Tidak boleh ada negosiasi untuk yang satu itu. Wajib." Ava mengulum tawa. "Baiklah. Akan kuusahakan. Sekarang bersenang-senanglah." "Kamu juga! Bers

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 75. Pertunjukan Kecil

    Melihat benda-benda yang melayang tinggi dan memancarkan sinar itu, si Kembar langsung teringat akan kapal pesiar keluarga Moore. Sang ayah melamar ibu mereka di sana, juga dengan menggunakan drone. Merasakan ancaman, mereka merapat kepada Diana. "Papa, Mama ..." rengek Emily. Tubuh mungilnya gemetar. Frank dan Kara bergegas menghampiri si Kembar. "Jangan takut, Sayang. Papa dan Mama di sini." Emily dan Louis langsung memindahkan lengan mereka melingkari Kara. "Mama, apakah itu kiriman keluarga Moore? Mereka berniat menyerang kita?" Tiba-tiba, drone yang semula berbaris rapi itu berubah formasi. Semua orang mengamati dengan teliti. Saat tulisan "Welcome to the zoo" terbentuk, mereka saling lirik. "Apa maksudnya ini?" desah Diana. Frank menggeleng samar. Saat tulisan itu berubah menjadi nama Louis dan Emily, jantungnya berdebar. Tangannya diam-diam mengepal. "Mama, kenapa nama kami ada di sana?" Emily semakin resah. Kara mengusap punggungnya lebih cepat. "Tenanglah, Sayang. Tida

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 76. Tidak Suka Perpisahan

    Hari-hari berlalu, situasi aman terkendali. Keluarga Moore sama sekali tidak menunjukkan taring. Bahkan hingga hari pertama si Kembar kembali ke sekolah, mereka masih bepergian dengan kapal pesiar. "Pagi ini benar-benar indah. Bukan cuma Mama dan Papa yang mengantar kami, tapi Nenek, Abigail, dan Ava juga." Emily berjinjit sambil menangkup pipi. Wajahnya berseri-seri. Namun di sebelahnya, Louis mencebik. "Ya, aku juga senang banyak orang mengantar kita pagi ini. Tapi, liburan sudah berakhir. Nenek dan Abigail sudah harus kembali ke K City. Saat kita pulang sekolah nanti, mereka sudah tidak di rumah lagi." "Untuk apa kamu bersedih, Louis?" Emily mengerucutkan bibir. "Papa bilang, Papa sudah mengirim orang untuk memasang parabola besar di peternakan. Nanti Nenek tidak akan kesulitan internet lagi. Kita bisa menelepon Nenek atau melakukan panggilan video kalau rindu." Diana tersenyum kecil. "Emily benar. Kalian bisa menelepon Nenek kapan saja. Walaupun jarak yang memisahkan kita sanga

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 77. Tanpa Memikirkan Konsekuensi

    Dua menit sebelumnya .... Saat berbalik menuju pintu keberangkatan, alis Diana langsung berkerut. Napasnya berat, langkahnya agak tersendat. "Nenek, apakah Nenek yakin tidak mau berbicara dulu dengan Jeremy?" Diana tersentak. "Bicara apa?" "Sejak pertemuan pertama kalian di peternakan hingga detik ini, aku belum pernah melihat kalian mengobrol berdua. Nenek terlihat akrab dengan Frank. Nenek juga dekat dengan Vivian Bell. Lalu, kenapa dengan Jeremy tidak?" Diana mendesah panjang. Beban dalam hatinya terasa semakin berat. Di awal pertemuannya dengan Jeremy, ia sudah lebih dulu terbawa emosi. Ia mengabaikan cucunya itu, sama seperti yang lain. Namun, saat dirinya sadar bahwa mereka tidak bersalah, Diana terlalu sibuk menebus kesalahan kepada Frank, Kara, dan si Kembar. Jeremy memang betul-betul belum pernah mendapatkan perhatiannya. "Nenek, mereka mulai berjalan menuju parkiran," bisik Abigail, menoleh ke belakang sekali lagi. Langkah Diana pun terhenti. Sambil menarik napas ber

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 78. Bukan Kecelakaan

    "Frank," Kara memasuki ruang CEO dengan senyumnya yang menyejukkan, "Nenek baru saja mengabariku. Mereka sudah dipanggil masuk ke pesawat. Semuanya aman." Frank menyandarkan punggungnya, memasang wajah ceria. "Syukurlah. Berarti dugaanku benar. Pihak Moore tidak menargetkan Nenek." Kara mengangguk. "Sekarang kamu bisa bekerja dengan tenang, hmm?" "Aku selalu tenang, kamulah yang sekarang bisa bekerja dengan tenang." Frank menyipitkan mata. Kara tertawa ringan. "Baiklah. Kuakui tadi aku sedikit cemas. Tapi setelah kupikir-pikir, mungkin saja mereka tidak menaruh dendam kepada kita, kan? Sophia sendiri yang gegabah." Frank mengangguk dengan senyum kaku. "Ya, sekarang fokuslah pada pekerjaanmu. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Anak-Anak juga pasti aman di sekolah." Usai mengecup pipi Frank dan membiarkan pria itu mengecup keningnya, Kara berjalan menuju pintu. "Kalau butuh bantuan, panggil saja aku." "Oke." Dengan lengkung bibir yang tulus, Frank memperhatikan sang istr

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 79. Harapan yang Goyah

    Napas Frank mendadak tertahan, seperti ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. Namun, ia tidak mau panik. Sebisa mungkin, ia mengendalikan paru-parunya. "Jangan berasumsi apa-apa dulu." Tangannya meremas jemari Kara lembut. "Mari kita coba menghubunginya. Siapa tahu, Barbara sudah pulang atau membatalkan niatnya. Dia itu manja. Dia mana tahan pergi ke mana-mana sendirian?" Kara mengangguk, berharap ucapan Frank menjadi kenyataan. Namun, melihat raut Frank saat menelepon, harapannya goyah. "Ada apa, Frank?" Frank menurunkan ponsel dan berkedip tegang. Ia tidak mungkin berbohong. "Nomornya tidak aktif." Sambil meletakkan sebelah tangan di pinggang, Frank mencoba sekali lagi. Berdirinya kini membelakangi Kara, mengantisipasi kalau-kalau ia gagal mengendalikan ekspresi. Mendapati nomor Barbara tidak juga bisa dihubungi, Frank menarik napas dalam-dalam. Matanya terpejam, rahangnya terkatup erat. Namun, ketika berbalik, ia langsung meraih ponsel Kara. "Aku pinjam sebentar." Tanpa be

Bab terbaru

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status