Saat ini, Ivy dan Flora sedang duduk berhadapan satu sama lain di ruangan Jake. Kebetulan, bosnya itu meminjamkan ruangannya dengan senang hati saat mendengar jika Flora adalah tunangannya Ben.Tidak hanya mereka berdua yang ada di sini. Karena takut terjadi sesuatu, Leanore menawarkan diri untuk menemani Ivy. Entah kenapa wanita berambut merah terang itu merasa jika perasaan tak enak jika hanya meninggalkan Ivy berdua dengan wanita asing itu. Jadi, Leanore duduk di kursi lain di sudut ruangan untuk memantau rekan kerja sekaligus sahabatnya itu. Untuk si kembar, keduanya sedang berada di ruangan lain bersama dengan Jake agar tak mengganggu obrolan diantara kedua wanita ini.Suasana terasa hening diantara Flora dan Ivy. Keduanya larut dalam pikiran masing masing, saling menerka dan menilai satu sama lain. Untuk Ivy sendiri, pikirannya terasa kusut karena memikirkan banyak hal, mulai dari statusnya yang terbongkar hingga memikirkan masih
"Tentu saja aku mengenal mereka berdua. Bukankah mereka adalah Terra dan Terry, anaknya Ivy?" Kai mengernyit keningnya saat Ben menunjukkan foto Terra dan Terry yang sedang bermain air di kolam renang. Dalam foto itu, si kembar tampak begitu ceria dengan senyuman lebar yang tercetak di bibir mungil mereka.Hati Kai menghangat melihat foto itu. Rasanya, ia sangat suka melihat senyum si kembar yang sangat mirip dengan senyuman Ivy, begitu manis dan sabar candu untuk dilihat.Akan tetapi, saat dilihat lagi dengan seksama, Kai menyadari sesuatu. Dari foto itu ia bisa melihat jika fitur wajah Terry sangat mirip dengan seseorang. Kai melihat ke arah Ben yang saat ini sedang tersenyum tipis."Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" Tanya Ben dengan nada datarnya yang begitu tegas dan dominan.Kai melihat ke arah Ben dan foto Terry secara bergantian selama beberapa kali. Saat di kali kelima, ia menyadari sesuatu. Fitur wajah anak Ivy s
"Berhubungan dengan kami?" Tanya Terry heran saat mendengar hal yang terlontar dari bibir Ben.Bocah laki-laki itu tentu saja tak percaya begitu saja dengan apa yang di ucapkan oleh pria yang sering berseteru dengannya itu. Manik hijaunya menyipit, terlihat menatap Ben dengan tatapan menyelidik."Kenapa berhubungan dengan kami?" Tanya Terra yang ternyata tak mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh Ben, seolah menegaskan pertanyaan dari Terry. Ben tersenyum tipis, lalu segera mengelus rambut Terra dengan penuh kasih sayang. MoBen berjongkok untuk menyamakan tinggi tubuhnya agar sejajar dengan Terra. Mata coklat yang biasanya penuh dengan sikap arogan dan dominan itu kini menghilang sepenuhnya.Mata keduanya bertemu. Manik hijau Terra yang begitu polos dan lugu bertemu dengan manik coklat Ben yang tajam namun juga lembut di saat yang bersamaan. Detak jantung Ben meningkat saat melihat gadis kecil itu kini menatapnya tanpa rasa takut sedikitpun.
Ben tersenyum. Tangan Ivy yang diangkat ke atas dengan wajah yang terlihat kebingungan serta ketakutan itu adalah ekspresi yang sangat Ben suka. Ben mendekatkan wajahnya pada wajah Ivy sehingga jarak diantara keduanya sangatlah tipis. Hidung keduanya saling bersentuhan satu sama lain. Hal ini membuat Ivy seperti tersengat listrik. Tubuhnya menegang. Jantungnya bertalu dengan keras seolah akan keluar dari tempatnya. Rona kemerahan muncul dari pipi putihnya sampai ke telinga, yang bahkan sangat kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu.Dalam jarak sedekat ini, Ivy bisa merasakan napas Ben yang begitu segar, berbau mint bercampur tembakau yang mungkin berasal dari rokok yang pria itu hisap sebelumnya. Selain itu, wangi tubuh yang begitu maskulin dan dominan menerpa hidungnya, seolah menyuruhnya untuk tunduk pada Ben yang saat ini seperti seorang serigala Alpha."Ivy, aku bertanya padamu. Tolong jawab pertanyaanku. Bukankah kau bila
Jake, Kai dan juga Leanore terlihat menunggu di luar ruangan, bersama dengan si kembar. Kelima orang itu menunggu di sana atas perintah Ben yang menginginkan privasi untuk berbicara berdua dengan Ivy.Wanita berambut terang itu melirik ke arah si kembar yang saat ini sedang memakan kue yang tadi ditawarkan oleh Jake yang baru saja tiba. Keduanya tampak begitu menikmati camilan itu sembari menunggu sang ibu keluar dari ruangan itu.Namun jika diperhatikan dengan seksama, raut wajah keduanya terlihat sangatlah berbeda. Jika Terra merasa sangat senang karena bisa memakan kue yang sangat jarang ia makan, maka lain halnya dengan Terry.Bocah laki-laki itu terlihat termenung seolah memikirkan sesuatu yang sangat berat. Kunyahannya pada kue yang sedang ia makan begitu lambat dengan tatapan mata yang begitu kosong, lurus ke arah depan.Melihat hal itu, Kai yang berada di dekat bocah laki-laki itu segera mendekati Terry dan menepuk bahunya dengan pelan. Te
"Setelah kau keluar dari cafe itu, banyak orang yang berbisik padaku jika si kembar adalah anakku, dilihat dari fisik mereka yang sangat mirip denganku, Ivy," Ben menjeda sejenak perkataannya karena merasa kehabisan napas. Pria itu menangkup wajah Ivy menggunakan sebelah tangan —karena wajah Ivy terlalu mungil— dan mengelusnya dengan tangannya yang lain. Ivy tentu saja kebingungan mendengar pengakuan itu. Akan tetapi, wanita itu memilih untuk diam terlebih dahulu karena ingin tahu kelanjutan dari perkataan Ben."Lalu? Apa yang terjadi?""Awalnya aku menghiraukan mereka karena menurutku itu hanya opini saja. Akan tetapi, saat aku melihat kalian lagi di depan toko roti itu, aku jadi semakin yakin kalian ada hubungannya denganku. Samar samar, aku bisa mengingat kalau aku pernah melecehkan seseorang sewaktu aku keluar dari klub milik Archer. Aku mencarimu selama ini, Ivy,"Ivy merasa terharu mendengar penjelasan yang diberikan oleh Ben. Wa
Archer dan Jayden saat ini sedang bersembunyi dibalik reruntuhan bangunan yang terlihat kumuh. Keduanya tengah tiarap sembari memejamkan mata, dengan pistol yang terus berada di tangan.Suara derap kaki dengan jarak yang cukup dekat terdengar begitu jelas di telinga keduanya. Baik Archer maupun Jayden, keduanya menahan napas saat melihat beberapa orang yang tadi mengejar mereka dibalik semak semak yang menjulang tinggi dekat reruntuhan bangunan yang mereka tempati."Kemana mereka pergi?" Tanya salah seorang diantara mereka dengan napas terengah."Aku tidak tahu. Tapi melihat mereka pergi ke arah sini. Tak mungkin mereka hilang begitu saja dengan sangat cepat," seru yang lainnya sembari mengelap keringat yang menetes dari dahi. "Kita harus menemukan mereka sebelum semuanya terlambat. Bisa gawat kalau "dia" menemukan jika kita teledor mengawal tawanan,""Ayo, cari lagi. Kita pergi ke arah sungai saja. Aku yakin mereka pergi kesana,"Langkah kaki pun terdengar menjauh dari tempat Jayden
"Ethan, bangun. Ponselmu terus-menerus berdering sedari tadi,"Ethan melenguh kecil begitu merasakan jika tubuhnya diguncang oleh seseorang. Kepalanya terasa berdenyut karena waktu istirahatnya diganggu.Pria bermata abu-abu itu mengerjapkan matanya sebentar, sembari mengumpulkan kesadaran yang sempat tercecer karena tertidur setelah melakukan aktivitas untuk melepas penat bersama dengan seorang wanita yang baru saja ia sewa dua jam yang lalu.pMata abu-abu itu melirik ke arah samping, tepat ke arah ponsel yang ia taruh di atas nakas. Dengan malas, Ethan meraih benda persegi panjang itu dan segera melirik ke arah layar untuk melihat siapa yang menghubungi dirinya.Ketika dilihat, ternyata yang menghubunginya adalah Archer. Tanpa banyak bicara, Ethan segera menggulirkan layarnya ke atas untuk menerima panggilan telepon dari rekan kerja sekaligus sahabatnya itu."Ada apa Archer?" Tanya Ethan dengan nada mengantuk. Mata pria itu bahkan kembali terpejam karena rasa lelah yang menghampiri