"Buku harian Neva?"
Kai bertanya sembari memiringkan kepalanya saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Jake. Dahinya berkerut dalam dengan alis yang terlihat menyatu."Darimana kau bisa menyimpulkan jika aku memiliki buku harian Neva?" Tanya Kai lagi menyambung kalimatnya dengan hibur yang terlihat di gigit.Pupil miliknya terlihat bergerak gelisah kesana kemari dengan gerakan yang terlihat tak nyaman saat Jake menyebut kata "buku harian Neva".Jake tersenyum tipis mendengar jawaban dari pria bermata amber itu. Dirinya sudah menduga jika Kai akan sulit untuk diajak bekerja sama.Maka dari itu, Jake kembali melayangkan pertanyaan yang bersifat menjebak untuk mengetes seberapa besar Kai akan menyangkal."Iya. Aku mendengarnya dari Jayden. Katanya kau cukup dekat dengannya kan? Aku pikir, kau pasti tahu atau setidaknya menyimpan buku itu, Kai," ujar Jake dengan nada seraknya, terdengar begitu mendominasi dan juga berkhMata Ivanka membuat sempurna saat mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Jayden. Wajahnya terlihat memucat dan membeku layaknya patung yang berada di museum. Napasnya tertahan dengan detak jantung yang seolah terhenti.Setelah beberapa saat terdiam, mata indahnya menatap kedua pria yang berada di ruangan itu dengan tatapan intens layaknya seorang detektif yang berusaha mencari kebenaran dari para pelaku kriminal. Ivanka berjalan maju ke depan, mendekat ke arah tubuh Archer hingga tubuh keduanya tak ada lagi jarak yang tersisa. Archer bisa merasakan jika tubuh sahabat perempuannya itu begitu menempel padanya. "Aku yakin kalian hanya menggertakku saja. Mana mungkin pria seperti dirinya menyewa pembunuh bayaran untuk perempuan yang meminta pertanggung jawaban?" Ivanka berkata dengan keras sembari mendongakkan wajahnya ke arah Archer, mengingat tinggi keduanya yang begitu kontras. Padahal, Ivanka sudah menggunakan higheels yang cuk
Steve berjalan kembali ke rumah orang tuanya setelah memastikan jika keadaan sudah aman dan ia tak lagi dikejar oleh kedua orang itu.Dirinya bersyukur karena menggunakan masker dan jaket yang menutupi tubuhnya. Setidaknya, tak akan terjadi skandal yang bisa mencoreng nama baiknya di dunia entertainment.Dirinya pulang pada pukul satu pagi. Steve langsung berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai dua. Saat tengah berjalan di tangga, tiba tiba saja ia berpapasan dengan Flora yang hendak turun dari lantai atas —kebetulan kamar Flora memang bersebelahan dengan kamar milik Ben dan bersebrangan dengan kamarnya— sehingga Steve bisa dengan mudah berjumpa dengan wanita berambut biru terang itu."Kau habis darimana?" Tanya Flora saat menemukan Steve yang memakai baju yang terlihat kotor, penuh lumpur dan berbau air hujan. Mata wanita itu memicing ke arah Steve dengan tatapan menyelidik. Steve tak menjawab pertanyaan itu dan memilih untuk m
Mendengar pernyataan yang terlontar dari mulut Ben, gerakan Ivy menyuapi si kembar terhenti. Wanita itu menoleh, lalu menatap Ben dengan penuh tanda tanya yang terlihat jelas di manik mata hijaunya yang bulat dan begitu jernih."Neva?" Ujar Ivy bertanya kembali ketika mendengar nama itu, merasa asing.Ben menganggukkan kepala, lalu menyimpan sendok yang ada di tangannya ke piring karena ingin mendengar jawaban dari lawan bicaranya."Iya, Neva. Apa kau mengenalnya atau setidaknya pernah mendengar namanya?" Tanya Ben dengan nada serak yang terdengar begitu berat. Ivy terdiam. Wanita itu terlihat memalingkan wajahnya ke arah kedua anaknya lalu menyuapi mereka kembali seolah tengah menghindari pertanyaan itu.Ben merasakan ada hal yang ganjil disini. Ia menatap Ivy dengan tatapan intens. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Ben kembali bersuara."Ivy? Kau mendengar pertanyaanku kan?" Tanya Ben lagi. Kali ini, ia menekan tiap kalimat
Terry tampak mengerjapkan matanya mendengar perintah itu. Bocah laki-laki itu memiringkan kepala dengan raut wajah bingung yang tergambar jelas di wajah imutnya."Mommy?" Beo Terry dengan suara pelan, menatap Ben yang saat ini tengah memasang wajah gugup dan juga terlihat tertekan.Ben menghela napas panjang. Ia menurunkan nada suaranya sembari memaksakan senyuman manis di bibirnya yang sedikit menghitam akibat terlalu banyak merokok.Senyum Ben terlihat begitu ganjil dan aneh. Dibandingkan dengan menawan, Terry sendiri akan memilih jika senyum pria yang selalu berseteru dengannya terlihat mengerikan."Iya, Mommy. Bisa kau panggil dia kemari? Ada yang ingin Daddy bicarakan padanya,"Terry tentu tak menurut begitu saja karena ia sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi disini. Jadi, Terry menatap Ben dengan tatapan intens, yang membuat Ben merasa gugup karena takut akting payahnya ini ketahuan oleh wanita yang sedang berada di seb
Ivy kini tengah berbelanja beberapa camilan untuk si kembar. Matanya dengan cermat melihat setiap jajaran Snack yang berjajar dengan rapi di etalase toko. Sesekali, Ivy juga melihat harga dari Snack itu untuk menyesuaikan kantongnya agar ia tak kekurangan yang di akhir bulan.Terra sendiri memilih untuk mengikuti sang ibu dengan cara menggandeng tangan Ivy dengan erat layaknya lem. Gadis kecil itu takut terpisah dengan Ivy, apalagi si tengah kerumunan seperti saat ini. Mata Terra tampak berbinar begitu melihat jajaran snack kesukaannya di etalase yang berada di hadapannya. Senyuman manis terpatri di bibir mungilnya, memperlihatkan taring mungil yang sama seperti milik Ivy.Terlebih, Ivy mengajak Terra ke etalase yang terdapat banyak makanan kesukaannya dengan kakak kembarnya. Ah, rasanya Terra seperti berada dalam surga dunia melihat para camilan itu."Terra, kau mau memilih yang mana? Yang rasa keju atau yang rasa coklat?" Tanya Ivy se
Setelah semua belanjaan yang yang baru saja mereka beli di bayar oleh Ben—termasuk belanjaan milik Ivy dan Terry—, Ben kembali melanjutkan perjalanannya menuju tempat yang Terry inginkan seperti tawarannya tadi. Pria bermata coklat itu melanjutkan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kali ini, suasana mobil tak terasa suram dan dingin seperti sebelumnya.Suasana mobil saat ini begitu hidup, dengan nyanyian riang dari radio yang Ben hidupkan. Selain itu,Terry dan Terra ikut menyanyi di bagian yang mereka hapal.Ivy kini duduk di samping Ben lagi karena Terra menginginkan Terry untuk duduk di sebelahnya. Wanita itu merasa hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk kedua anaknya, setelah semua kejadian gila yang terjadi kemarin. Dirinya bersyukur karena senyum manis tak pernah luntur dari wajah si kembar. Wanita itu melirik ke arah Ben, mencuri curi tatapan ketika pria itu tengah menyetir dengan fokus. Harus Ivy akui, Terry terlihat begitu tampan d
Ben langsung menatap para pria itu satu persatu dengan tatapan matanya yang setajam elang. Pria itu mengalihkan tatapannya pada tangan Ivy yang saat ini tengah di cekal oleh seseorang. Dengan kasar, Ben menghempaskan tangan itu lalu membawa Ivy ke dalam pelukannya. Tubuh Ivy langsung bertubrukan dan menempel di dada Ben, membuat gelenyar aneh yang terasa di tubuh wanita muda itu.Wajah Ivy memerah saat menyadari jika dada telanjang Ben bersentuhan dengan kulit tubuhnya yang terekspos, mengingat Ivy hanya menggunakan baju renang pendek yang mencetak tubuhnya yang seperti gitar spanyol.Selain itu, jantung Ivy berdetak kencang seolah akan keluar dari tempatnya. Dalam jarak sedekat ini, Ivy bisa merasakan bau Citrus dengan amber Wood yang tercium dari tubuh Ben, begitu jantan namun juga menenangkan.Terry juga melakukan hal yang sama dengan yang Ben lakukan untuk mengamankan Terra yang saat ini terlihat ketakutan. Bocah laki-laki itu meme
"Mengapa anda menanyakan hal itu pada saya?"Ivy mengalihkan tatapannya dari si kembar yang sedang bermain air di kolam pada Ben untuk melihat ekspresi pria itu. Kepala Ivy terlihat dimiringkan dengan mata mengerjap lucu. Jangan lupakan juga bibirnya yang mengerucut kecil seperti anak kecil yang tengah merajuk. Ekspresi bingung yang Ivy tampilkan tak ada bedanya dengan ekspresi Terra ketika sedang berpikir. Sama sama menggemaskan.Ben menutup matanya sejenak sembari menggigit pipi bagian dalamnya untuk menahan rasa gemas yang sejak tadi ia tahan.Pria bermata coklat itu tak ingin Ivy semakin ketakutan jika melakukan tingkah impulsif. Jangan sampai rasa trauma Ivy kembali muncul ke permukaan karena tindakan bodohnya.Selain itu, Ben juga merasa heran. Apa benar Ivy adalah gadis berusia 26 tahun yang mempunyai dua anak? Soalnya tingkahnya terlalu imut untuk ukuran seorang wanita yang sudah memiliki dua anak yang sudah masuk TK.Di mata Ben, Ivy terlihat seperti gadis 18 tahun, begitu
Setelah dirias oleh para pengantin professional selama dua jam lamanya, penampilan Ivy kini berubah drastis. Wanita sederhana yang saat ini sedang kebingungan itu terlihat berkali kali lipat lebih cantik daripada sebelumnya.Wajahnya yang seperti boneka dipoles sedemikian rupa, dengan gaun pengantin putih yang membalut tubuh rampingnya.Setelah memasangkan veil pada kepalanya, para perias itu pergi ke luar dari ruangan itu. Ivy menggigit bibirnya dan memegang dadanya lagi, merasa sesak dan juga tak nyaman.Ditengah kebingungannya itu, tiba tiba saja Ben datang menghampiri dirinya, dengan setelan jas hitam yang nampak gagah membalut tubuh kekarnya.Sejenak keduanya saling terkesima satu sama lain. Wajah Ivy sampai memerah melihat wajah Ben yang berkali kali lipat lebih tampan daripada biasanya. Meskipun kantung mata hitam tak bisa di samarkan dengan sempurna dari wajah pria tampan itu." Ben, jelaskan apa yang terjadi. Mengapa semuanya bisa terjadi seperti ini? Kenapa pernikahannya men
"Kalau aku mau uncle Kai menjadi Daddy ku," sela Terry yang entah sejak kapan datang. Semua orang yang ada di ruangan itu mengalihkan fokus mereka pada Terry yang saat ini terlihat begitu berkeringat. Bocah laki-laki itu mengipasi wajahnya yang terlihat memerah menggunakan buku yang entah di dapat dari mana.Terra memperhatikan kakak kembarnya dengan intens. Ada seberkas rasa tak suka saat Terry menyebutkan demikian. Maka dari itu, Terra turun dari pangkuan Kai dan segera menghampiri Terry, lalu memukul tangan bocah laki-laki itu dengan cukup kencang.Terry yang mendapat geplakan kasih sayang dari sang adik tentu saja tak terima. Mata hijaunya menatap Terra dengan tatapan tajam. Rahang bocah laki-laki itu mengetat. Wajahnya yang terlihat memerah karena kelelahan menjadi semakin merah karena marah."Kenapa kau malah memukul tanganku?" Tanya Terry dengan nada setengah berteriak. Ia hampir saja mendorong tubuh Terra ke belakang jika saja Ivy tak menarik gadis kecil itu ke belakang."I
"Ben, apakah kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?" Tanya seorang pria paruh baya yang masih bugar di umurnya yang tak muda lagi.Ben yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya tentu saja menghentikan kegiatannya. Matanya bergulir dari laptop menuju ke arah sumber suara. Di depannya, Ben bisa melihat seorang pria yang sangat ia kenali. "Oh, belum," sahut Ben singkat lalu kembali memusatkan perhatiannya pada laptop dan kembali mengetik, mengabaikan eksistensi pria yang saat ini berada di hadapannya dengan wajah tak bersalah."Aku sedang sibuk, Daddy Apa yang Daddy butuhkan? Katakan dengan cepat dan segera keluar dari sini,"Perkataan Ben yang merupakan pengusiran secara langsung membuat pria dengan postur yang sangat mirip dengan Ben itu tertawa keras. Pria itu menegang perutnya yang terasa keram.Ben melirik sebentar ke arah pria yang ia panggil Daddy itu secara sekilas, lalu memutar mata malas saat mendengar tawa nyaring yang terdengar menyebalkan di telinganya."Dad, suaramu membuat
"Well, sepertinya aku memang harus membicarakan hal ini, terutama kaitannya dengan penyembunyian statusku dan juga pelaku dari tragedi mawar hitam itu sendiri,"Ivy tersenyum miris pada dirinya sendiri. Dengan cepat, ia segera menarik rambut hitamnya yang panjang dan indah dari belakang dengan gerakan kasar. Wanita muda itu meringis kecil saat kepalanya terasa sangat sakit. Kai yang berada di hadapannya tentu saja terkejut dengan aksi dai wanita yang lebih muda darinya itu."Wow wow wow. Tunggu sebentar. Apa yang akan kau lakukan, Ivy?" Tanya Kai heran karena tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh wanita beranak dua itu."Menarik apa yang tersembunyi," jawab Ivy ambigu, yang tentu menimbulkan tanda tanya besar di benak Leanore dan juga Kai."Maksudnya?" Tanya Leanore dengan nada pelan, benar benar gagal paham dengan apa yang Ivy katakan padanya."Aku akan menjelaskan itu nanti. Tapi bisakah kalian menarik rambutku terlebih dahulu?" Pinta Ivy dengan wajah memelas. Mata hijau itu t
"Bukti nyata. Tidak hanya sekedar omongan saja. Kau tahu sendiri bukan jika perkataanmu itu tak memiliki kekuatan hukum jika masalah ini akan di usut?"Perkataan yang Kai lontarkan memang benar adanya. Ivy termenung sembari menggigit bibir, merasa ada yang kurang untuk mengungkap Flora sebagai dalang dari dua kejadian mengerikan yang terjadi selama beberapa tahun ke belakang.Kurangnya bukti dan saksi membuat Ivy terperangkap kata katanya sendiri. Wajah wanita beranak dua itu terlihat kebingungan, namun disisi lain terlihat sedikit kesal karena menemukan jalan buntu, disaat semuanya akan terungkap.Kai yang melihat hal itu menampilkan senyuman tipisnya. Ia segera berdiri untuk mengambil makanan yang sekiranya bisa di gunakan untuk mengganjal perut yang terasa lapar, mengingat sekarang sudah hampir makan siang. Kai baru ingat jika dirinya belum makan apapun selain air yang tadi ia teguk hari ini."Kau mau kemana?" Tanya Leanore menginterupsi Kai yang bangkit dari sofa."Bukankah kita s
"Darimana kau mendapatkan kesimpulan jika Flora adalah dalang dari semua ini?"Ethan tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh kakak tirinya itu. Bibirnya terlihat melengkung ke atas dengan mata yang terpejam.Hal ini membuat Jake selaku kakak tak sedarah dari pria bermata abu abu itu merasa kebingungan dengan tingkah sang adik yang tak bisa ia baca."Kau tak tahu?" Tanya Ethan balik, dengan nada datar seperti biasa.Jake menggelengkan kepalanya. Jujur saja, ia merasa kebingungan dan terkejut disaat yang bersamaan, karena mendapat sekali banyak kejutan dan informasi dalam satu waktu. Kejadian hari ini terlalu sulit untuk di cerna oleh otaknya yang seolah tersetting untuk bisnis saja.Ethan tertawa kecil melihat sang kakak yang terlihat kebingungan, namun disisi lain juga terlihat sangat penasaran. Ia ingin menggoda Jake lebih lama, hitung hitung sebagai hiburannya dikala suntuk.Akan tetapi, Ethan tak melakukannya mengingat ia tak punya banyak waktu untuk bercanda si situasi gedu
"Haruskah aku mengatakannya?"Ivy bertanya pada kedua manusia yang berada di sampingnya dengan nada ragu. Mulutnya terlihat kelu saat didesak harus membuka tabir rahasia yang selama ini ia simpan rapat agar identitasnya tak ketahuan.Leanore dan Kai menganggukkan kepala sebagai tanda setuju. Suara Ivy tercekat di kerongkongan, seolah ada sesuatu yang menahannya. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan sebuah kalimat sebagai jawaban dari pertanyaan yang Kai lontarkan.Sejujurnya ia merasa bersalah karena menyembunyikan fakta sebesar ini, terutama "Neva" adalah sosok yang mengetahui semua tentang dua kejadian buruk yang menimpa Clayton Group hingga memakan banyak korban jiwa.Akan tetapi, disisi lain, jika ia membuka jati dirinya, maka hidupnya bisa dalam bahaya. Ini adalah sebuah pertaruhan yang sangat besar resikonya.Dirinya menimang nimang keputusan untuk mengungkap jati dirinya. Jika boleh dibandingkan, maka rahasia yang satu ini jauh lebih berat di katakan daripada saat ia menyembun
"Itu karena aku memiliki alasan tersendiri."Ivy mendesah malas seraya melihat ke arah jam di dinding, menikmati suara jarum jam yang entah kenapa menenangkan pikirannya yang tengah kusut seperti benang yang bertumpuk.Leanore tentu saja mengerutkan keningnya mendengar alasan yang Ivy lontarkan. Rasanya, wanita yang sudah menjadi rekan sekaligus dianggapnya adik itu menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Hal ini bisa terlihat dari cara pandang Ivy yang terlihat tak nyaman. Manik hijau yang bagaikan rusa itu bergulir tak tentu arah dengan gerakan tubuh yang tak nyaman. Leanore bisa melihat jika Ivy seolah ingin meninggalkan tempat ini secepat mungkin.Walaupun wajah Ivy terlihat lebih tenang daripada sebelumnya, tapi Leanore tahu jika Ivy sebenarnya tengah menyembunyikan keresahan hati yang saat ini ia rasakan.Wanita berambut merah terang itu menghela napas panjang. Ia ingin mendesak sahabatnya lebih jauh. Jujur saja, keputusan yang Ivy ambil sangatlah bodoh menurutnya. Leanore m
Jake sudah sampai di apartemennya karena panggilan Ethan yang menyuruhnya untuk cepat pulang ditengah jam kerjanya. Dengan tergesa, pria bermata hitam jelaga itu melepas sepatu yang ia kenakan dan melemparnya dengan asal.Tak berhenti sampai di sana saja, Jake juga melempar jas yang ia kenakan ke gantungan mantel yang berada dekat dengan pintu, hingga jas itu tergantung dengan asal. Setelah beres, pria itu segera melangkahkan kakinya menuju ke ruang tengah, tepat dimana sang adik menunggu dirinya.Jake bisa melihat jika ruang tengah sangat berantakan, seperti diterjang oleh badai topan. Kaleng bir yang berserakan di mana mana. Sampah yang berceceran di segala penjuru. Serta remah remah kue dah keripik yang bertebaran di setiap jengkal lantai yang ia pijaki. Jake juga bisa menemukan beberapa dalaman wanita yang tergantung di atas sofa. Jake menggeleng jijik sembari menggelengkan kepalanya, karena tak percaya jika apartemen yang ia sayangi ini tak ayal seperti tempat pembuangan sampah