“Papa sama Mama bertengkar lagi?” tanya Dhira sambil menatap Evan yang duduk di sampingnya.Dhira dan Dharu pergi tidur di tempat Evan. Keduanya kini berada di ranjang tapi belum tidur, mereka duduk di samping kanan dan kiri mengapit Evan.“Tidak, siapa yang bilang?” Evan menyangkal pertanyaan Dhira.“Tadi, Dhira lihat Mama kesal. Pasti bertengkar sama Papa,” kata Dhira.Evan menghela napas pelan, kemudian mencoba menjelaskan, “Bukan bertengkar Dhira. Terkadang antara dua orang dewasa, memiliki perbedaan pendapat dan itu wajar bagi kami. Nanti kalau Dhira dewasa, Dhira akan tahu sebab pastinya akan mengalaminya juga.”“Hmm … ga usah nuggu dewasa, Dhira sekarang juga suka berdebat. Tapi ga sampai ngusir Dharu, yakan Dharu?” Dhira membalasa ucapan Evan, kemudian meminta Dharu mengiakan.“Ya.” Dharu memilih mengiakan karena tahu jika dibantah maka Dhira akan mengajaknya berdebat.Evan pun memilih tidak menjelaskan lagi. Dia meminta Dhira dan Dharu untuk istirahat.“Sudah malam, kalian h
“Bi, nanti pastikan Dharu meminum obatnya tepat waktu. Jika ada apa-apa, segera hubungi aku,” kata Renata sebelum berangkat bekerja dan menyerahkan Dharu ke Bibi Santi.“Iya, Mbak Rena jangan mencemaskan Dharu,” kata Bibi Santi.Renata mengulas senyum dan mengangguk, kemudian pergi menemui Dharu yang sedang berada di kamar.“Mama pergi ke sekolah dulu, kalau ada apa-apa atau menginginkan sesuatu, telepon mama, ya.” Renata mengecup kening Dharu.Dharu tersenyum kemudian menganggukkan kepala, bahkan dia mengantar sang mama sampai di pintu.“Dharu mau minum atau makan sesuatu? Biar bibi buatkan,” kata Bibi Santi ketika melihat Dharu menutup pintu.Dharu menatap Bibi Santi, hingga kemudian bertanya, “Bi, apa Dharu sakit parah? Kalau tanya Mama, pasti tidak diberitahu.”Bibi Santi terkejut mendengar pertanyaan Dharu, hingga tampak bingung menjawab pertanyaan bocah itu.“Kenapa Dharu tanya begitu? Dharu ‘kan hanya kecapean,” kata Bibi Santi yang memang tidak berani jujur, sebab sebelumnya R
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Evan langsung berdiri dan menatap dingin ke seseorang yang sedang berjalan masuk.“Aku mencoba menghubungimu tapi kamu tidak menjawab, jadi aku langsung datang ke sini,” jawab Keysha sambil mendekat ke meja EvanEvan menatap tidak senang, kenapa Keysha harus mendatanginya di perusahaan itu, membuat moodnya seketika hancur.Keysha langsung mendatangi perusahaan Evan begitu selesai menemui kliennya. Wanita itu datang untuk memastikan apakah Evan benar-benar sudah memiliki istri dan anak di kota itu, sehingga Evan tak acuh dan mengabaikan dirinya juga perjodohan yang direncanakan.“Aku sibuk. Untuk apa kamu ke sini?” Evan langsung terlihat malas bahkan sempat memalingkan wajah.Evan sudah bersemangat karena berpikir yang datang Renata, tapi siapa sangka jika Keysha yang datang.“Apa kamu sedang menunggu seseorang? Kenapa kamu terlihat tidak senang dengan kedatanganku?” Keysha kecewa dan terlihat kesal dengan sikap Evan.Evan kembali menatap Keysha, kemudi
“Apa tidak masalah meninggalkan wanita tadi di ruanganmu sendirian?” tanya Renata sambil mengamati Evan yang sedang menyetir.“Dia tidak mungkin mencuri, untuk apa aku cemas,” jawab Evan santai sambil fokus menyetir.Renata langsung mencebik mendengar jawaban Evan, hingga kemudian berkata, “Bukan itu maksudku!”Evan menoleh Renata sekilas setelah mendengar suara kesal wanita itu.“Dia bukan klien, rekan kerja, atau karyawan, ‘kan? Dilihat dari caranya menatapmu, kupikir lebih dari itu. Apa dia pacarmu?” Pertanyaan itu terlontar dari bibir Renata.Evan cukup terkejut dan langsung menoleh Renata, hingga kemudian mencebik kesal.“Jangan sok tahu seperti dia! Jangan membahasnya lagi, aku sedang tidak berminat.”Renata melihat gelagat aneh, hingga kemudian kembali bicara lagi.“Sepertinya bukan pacar, apa dia tunanganmu?” Renata menebak.Evan begitu terkejut hingga membanting stir ke kiri, sebelum menghentikn mobil, sedangkan Renata sangat terkejut sebab Evan berhenti mendadak.“Kenapa kam
“Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Sudah jelas kamu memilihnya, anak itu menyebutmu papa, tapi kenapa dia berkata jika bukan istrimu. Apa sebenarnya yang terjadi? Kamu mempermainkanku? Bukankah seharusnya kamu menjelaskan sesuatu kepadaku!” Keysha memberondong pertanyaan ke Evan. Dia bingung dengan yang terjadi, Keysha ingin memperjelas semuanya, sebab dia tidak akan melepas Evan begitu saja. Evan memandang Renata yang sudah masuk lift, hingga kemudian terlihat geram karena Keysha terus mengusik ketenangannya. Dia maju satu langkah, berdiri tepat di hadapan Keysha dan menatap tajam wanita itu, “Perlu aku perjelas satu hal. Hubungan kita, tidak lebih dari sebuah rencana perjodohan dan aku tidak pernah setuju dengan perjodohan itu. Sehingga perlu aku tekankan sekali kepadamu, jangan pernah menyebutku tunanganmu, jangan pernah beranggapan kalau kamu berhak mengetahui semua yang aku lakukan, serta jangan pernah mencampuri urusanku!’ Evan bicara sambil mengangkat telunjuk di depan waj
“Masa, papanya Dhira mau diambil sama tante jahat!” Dhira mengerucutkan bibir, mengadu ke Bibi Santi yang sedang mengambilkan pakaian ganti.“Tante jahat mana?” tanya Bibi Santi sambil membantu Dhira mengganti baju.“Ga tahu, pokoknya jahat. Itu lihatin Dhira kayak ga suka sama Dhira. ‘Kan Dhira kesel!” Dhira merajuk saat mengingat tatapan Keysha kepadanya tadi.“Ya, mungkin karena Dhira ga kenal, jadinya kelihatan kalau jahat. Coba kalau sudah kenal, pasti nanti baik,” ujar Bibi Santi yang berusaha membuat Dhira berpikiran positif.“Ga Bibi, dia memang jahat. Bahkan bilang Papa jahat, bilang Mama jahat, padahal dia yang jahat,” kekeh Dhira memayunkan bibir.Dharu hanya mendengarkan celotehan Dhira, dia masih merasa pusing dan wajahnya kembali pucat, serta tidak memiliki tenaga untuk menanggapi ucapan Dhira, sehingga memilih hanya diam dan mendengarkan saja.“Nanti kalau Dharu lihat, Dharu pasti juga akan bilang kalau itu tante jahat.” Dhira memandang ke Dharu yang duduk di ranjang.“
Renata menatap Evan sambil menelan ludah susah payah, kenapa kata yag diucapkan Evan terdengar begitu horor di telinganya.“Bagaimana jika tidak berhasil?” tanya Renata ragu.“Bagaimana bisa bilang tidak akan berhasil, sebelum mencoba?” tanya balik Evan.“Ya, kita bukan anak remaja. Masa mau coba-coba, lagian yang kita pikikan seharusnya itu fokus akan sesuatu, bukan iseng mencoba,” jawab Renata tegas.Umurnya tidak muda lagi, termasuk Evan juga. Renata tidak mau ada istilah pacaran seperti anak remaja, kemudian berakhir dengan kata pisah karena tidak ada kecocokan.“Memangnya kalau kamu tidak mau mencobanya, maunya apa? Misal aku mendadak mengajakmu menikah, kamu pasti akan lebih tidak percaya lagi. Mendengar kata aku nyaman bersamamu saja kamu tidak percaya, apalagi menikah,” gerutu Evan yang merasa kalau Renata terkesan bertele-tele dan seolah menghindari dari pernyataan yang Evan lontarkan.Sebagai seorang pria, tidak mungkin Evan berkata ‘aku mencintaimu’, di umurnya sekarang kal
Malam itu Renata, Evan, Dhira, dan Dharu makan malam bersama. Evan sengaja mengajak makan di luar agar anak-anaknya senang, terutama Dharu sebab setelah ini Renata dan Evan hendak membahas masalah penyakit Dharu.“Dhira mau minta dipotongin,” kata Dhira sambil mendorong piringnya.“Sini, biar papa yang potongin,” ucap Evan lantas mengambil piring Dhira yang berisi daging.Renata memperhatikan, melihat bagaimana perhatiannya Evan ke Dhira ataupun Dharu. Mereka makan bersama, sesekali bercanda dan anak-anak tampak begitu senang.“Apa kita bisa sering-sering makan seperti ini?” tanya Dhira.“Bisa, kenapa tidak?” Evan menanggapi dengan seulas senyum.Dhira sangat senang mendengar balasan dari Evan, lantas memilih makan dengan lahap. Evan beralih memperhatikan Dharu yang sejak tadi makan dengan tenang, lantas mencoba memberikan perhatian ke putranya itu.“Kamu mau memesan menu lain? Kamu harus banyak makan agar lekas sehat,” kata Evan.Dharu sedang mengunyah makanan, menatap Evan dan buru-