“Biar aku yang melakukannya,” ucap Renata saat melihat Evan hendak mencuci piring.“Tidak usah. Aku tidak mau makan gratisan, jadi aku akan membayarnya dengan mencuci,” balas Evan mengabaikan larangan Renata.Evan sudah memakai celemek dan siap mencuci. Renata sendiri kembali sebal mendengar balasan dari Evan.“Apa kamu tidak bisa bicara yang sedikit mengenakkan. Siapa yang merasa kamu makan gratisan di sini, aku mengundangmu karena kita harus menjaga kesehatan. Atau jangan-jangan kamu sebenarnya tidak mau menjaga makanan, karena kamu takut jika kamu yang cocok!” tuduh Renata yang kesal. Dia bahkan sampai berkacak pinggang.Evan menoleh Renata, sekali lagi melihat wanita itu bertindak dan bicara kekanak-kanakan.“Apa kamu harus membahas itu di sini? Kamu mau mereka dengar?” Evan melotot ke Renata.Renata menoleh ke ruang tamu, melihat Dhira dan Dharu sedang bermain sambil menonton televisi.“Mereka tidak dengar,” sangkal Renata, “aku hanya heran dengan sikapmu yang selalu mengucapkan
“Papa sama Mama bertengkar lagi?” tanya Dhira sambil menatap Evan yang duduk di sampingnya.Dhira dan Dharu pergi tidur di tempat Evan. Keduanya kini berada di ranjang tapi belum tidur, mereka duduk di samping kanan dan kiri mengapit Evan.“Tidak, siapa yang bilang?” Evan menyangkal pertanyaan Dhira.“Tadi, Dhira lihat Mama kesal. Pasti bertengkar sama Papa,” kata Dhira.Evan menghela napas pelan, kemudian mencoba menjelaskan, “Bukan bertengkar Dhira. Terkadang antara dua orang dewasa, memiliki perbedaan pendapat dan itu wajar bagi kami. Nanti kalau Dhira dewasa, Dhira akan tahu sebab pastinya akan mengalaminya juga.”“Hmm … ga usah nuggu dewasa, Dhira sekarang juga suka berdebat. Tapi ga sampai ngusir Dharu, yakan Dharu?” Dhira membalasa ucapan Evan, kemudian meminta Dharu mengiakan.“Ya.” Dharu memilih mengiakan karena tahu jika dibantah maka Dhira akan mengajaknya berdebat.Evan pun memilih tidak menjelaskan lagi. Dia meminta Dhira dan Dharu untuk istirahat.“Sudah malam, kalian h
“Bi, nanti pastikan Dharu meminum obatnya tepat waktu. Jika ada apa-apa, segera hubungi aku,” kata Renata sebelum berangkat bekerja dan menyerahkan Dharu ke Bibi Santi.“Iya, Mbak Rena jangan mencemaskan Dharu,” kata Bibi Santi.Renata mengulas senyum dan mengangguk, kemudian pergi menemui Dharu yang sedang berada di kamar.“Mama pergi ke sekolah dulu, kalau ada apa-apa atau menginginkan sesuatu, telepon mama, ya.” Renata mengecup kening Dharu.Dharu tersenyum kemudian menganggukkan kepala, bahkan dia mengantar sang mama sampai di pintu.“Dharu mau minum atau makan sesuatu? Biar bibi buatkan,” kata Bibi Santi ketika melihat Dharu menutup pintu.Dharu menatap Bibi Santi, hingga kemudian bertanya, “Bi, apa Dharu sakit parah? Kalau tanya Mama, pasti tidak diberitahu.”Bibi Santi terkejut mendengar pertanyaan Dharu, hingga tampak bingung menjawab pertanyaan bocah itu.“Kenapa Dharu tanya begitu? Dharu ‘kan hanya kecapean,” kata Bibi Santi yang memang tidak berani jujur, sebab sebelumnya R
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Evan langsung berdiri dan menatap dingin ke seseorang yang sedang berjalan masuk.“Aku mencoba menghubungimu tapi kamu tidak menjawab, jadi aku langsung datang ke sini,” jawab Keysha sambil mendekat ke meja EvanEvan menatap tidak senang, kenapa Keysha harus mendatanginya di perusahaan itu, membuat moodnya seketika hancur.Keysha langsung mendatangi perusahaan Evan begitu selesai menemui kliennya. Wanita itu datang untuk memastikan apakah Evan benar-benar sudah memiliki istri dan anak di kota itu, sehingga Evan tak acuh dan mengabaikan dirinya juga perjodohan yang direncanakan.“Aku sibuk. Untuk apa kamu ke sini?” Evan langsung terlihat malas bahkan sempat memalingkan wajah.Evan sudah bersemangat karena berpikir yang datang Renata, tapi siapa sangka jika Keysha yang datang.“Apa kamu sedang menunggu seseorang? Kenapa kamu terlihat tidak senang dengan kedatanganku?” Keysha kecewa dan terlihat kesal dengan sikap Evan.Evan kembali menatap Keysha, kemudi
“Apa tidak masalah meninggalkan wanita tadi di ruanganmu sendirian?” tanya Renata sambil mengamati Evan yang sedang menyetir.“Dia tidak mungkin mencuri, untuk apa aku cemas,” jawab Evan santai sambil fokus menyetir.Renata langsung mencebik mendengar jawaban Evan, hingga kemudian berkata, “Bukan itu maksudku!”Evan menoleh Renata sekilas setelah mendengar suara kesal wanita itu.“Dia bukan klien, rekan kerja, atau karyawan, ‘kan? Dilihat dari caranya menatapmu, kupikir lebih dari itu. Apa dia pacarmu?” Pertanyaan itu terlontar dari bibir Renata.Evan cukup terkejut dan langsung menoleh Renata, hingga kemudian mencebik kesal.“Jangan sok tahu seperti dia! Jangan membahasnya lagi, aku sedang tidak berminat.”Renata melihat gelagat aneh, hingga kemudian kembali bicara lagi.“Sepertinya bukan pacar, apa dia tunanganmu?” Renata menebak.Evan begitu terkejut hingga membanting stir ke kiri, sebelum menghentikn mobil, sedangkan Renata sangat terkejut sebab Evan berhenti mendadak.“Kenapa kam
“Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Sudah jelas kamu memilihnya, anak itu menyebutmu papa, tapi kenapa dia berkata jika bukan istrimu. Apa sebenarnya yang terjadi? Kamu mempermainkanku? Bukankah seharusnya kamu menjelaskan sesuatu kepadaku!” Keysha memberondong pertanyaan ke Evan. Dia bingung dengan yang terjadi, Keysha ingin memperjelas semuanya, sebab dia tidak akan melepas Evan begitu saja. Evan memandang Renata yang sudah masuk lift, hingga kemudian terlihat geram karena Keysha terus mengusik ketenangannya. Dia maju satu langkah, berdiri tepat di hadapan Keysha dan menatap tajam wanita itu, “Perlu aku perjelas satu hal. Hubungan kita, tidak lebih dari sebuah rencana perjodohan dan aku tidak pernah setuju dengan perjodohan itu. Sehingga perlu aku tekankan sekali kepadamu, jangan pernah menyebutku tunanganmu, jangan pernah beranggapan kalau kamu berhak mengetahui semua yang aku lakukan, serta jangan pernah mencampuri urusanku!’ Evan bicara sambil mengangkat telunjuk di depan waj
“Masa, papanya Dhira mau diambil sama tante jahat!” Dhira mengerucutkan bibir, mengadu ke Bibi Santi yang sedang mengambilkan pakaian ganti.“Tante jahat mana?” tanya Bibi Santi sambil membantu Dhira mengganti baju.“Ga tahu, pokoknya jahat. Itu lihatin Dhira kayak ga suka sama Dhira. ‘Kan Dhira kesel!” Dhira merajuk saat mengingat tatapan Keysha kepadanya tadi.“Ya, mungkin karena Dhira ga kenal, jadinya kelihatan kalau jahat. Coba kalau sudah kenal, pasti nanti baik,” ujar Bibi Santi yang berusaha membuat Dhira berpikiran positif.“Ga Bibi, dia memang jahat. Bahkan bilang Papa jahat, bilang Mama jahat, padahal dia yang jahat,” kekeh Dhira memayunkan bibir.Dharu hanya mendengarkan celotehan Dhira, dia masih merasa pusing dan wajahnya kembali pucat, serta tidak memiliki tenaga untuk menanggapi ucapan Dhira, sehingga memilih hanya diam dan mendengarkan saja.“Nanti kalau Dharu lihat, Dharu pasti juga akan bilang kalau itu tante jahat.” Dhira memandang ke Dharu yang duduk di ranjang.“
Renata menatap Evan sambil menelan ludah susah payah, kenapa kata yag diucapkan Evan terdengar begitu horor di telinganya.“Bagaimana jika tidak berhasil?” tanya Renata ragu.“Bagaimana bisa bilang tidak akan berhasil, sebelum mencoba?” tanya balik Evan.“Ya, kita bukan anak remaja. Masa mau coba-coba, lagian yang kita pikikan seharusnya itu fokus akan sesuatu, bukan iseng mencoba,” jawab Renata tegas.Umurnya tidak muda lagi, termasuk Evan juga. Renata tidak mau ada istilah pacaran seperti anak remaja, kemudian berakhir dengan kata pisah karena tidak ada kecocokan.“Memangnya kalau kamu tidak mau mencobanya, maunya apa? Misal aku mendadak mengajakmu menikah, kamu pasti akan lebih tidak percaya lagi. Mendengar kata aku nyaman bersamamu saja kamu tidak percaya, apalagi menikah,” gerutu Evan yang merasa kalau Renata terkesan bertele-tele dan seolah menghindari dari pernyataan yang Evan lontarkan.Sebagai seorang pria, tidak mungkin Evan berkata ‘aku mencintaimu’, di umurnya sekarang kal
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan