“Kami akan memberitahu begitu hasilnya keluar. Jika memang ada kecocokan dari salah satu sampel, maka kita bisa menjadwalkan untuk operasi, karena lebih cepat lebih baik, sebelum kondisi tubuh pasien semakin memburuk,” ujar dokter menjelaskan.Renata mengangguk paham, kemarinya saling meremas dan dalam hati berharap agar dia atau Evan bisa menyelamatkan Dharu.“Jika memang ada kecocokan di antara kami, apakah kalian bisa segera menjadwalkan operasinya? Semua biaya tidak perlu dipikirkan, saya yang akan menanggungnya,” ujar Evan. Dia tidak ingin menyiakan peluang yang ada.Dokter itu memulas senyum, kemudian berkata, “Tentu, kami akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan pasien. Namun, kita pun perlu melakukan beberapa prosedur sebelum operasi dilakukan. Jadi saya harap kalian bisa memahami ini, kami ingin semuanya mendapatkan hasil yang terbaik.”Setelah bertemu dan berkonsultasi, Renata dan Evan pun berjalan bersama menuju ke kamar inap Dharu. Renata menoleh dan memandang Evan, pr
“Mama jangan peluk-peluk papanya Dhira!” Dhira berdiri sambil berkacak pinggang, melotot ke Renata dan Evan yang berada di lantai.Renata sangat terkejut, menatap Dhira yang menatap tajam ke arahnya, sebelum kemudian menurunkan pandangan dan memandang Evan yang ada di bawahnya. Dia syok dan langsung berdiri dengan cepat.“”Mama ga peluk, tadi mau jatuh dan malah menabrak papanya Dhira,” ucap Renata buru-buru menjelaskan.Evan sendiri menunggu Renata bangun dari atas tubuhnya, bahkan dia sempat berdeham karena merasa canggung dengan posisi mereka. Dia lantas bangun dan Dhira langsung menggandeng tangannya.“Ini papanya Dhira, pokoknya Mama dilarang peluk-peluk.” Dhira pun menggandeng Evan untuk masuk dan mengabaikan Renata.Renata melongo, bisa-bisanya dia sekarang yang dicuekin dan diabaikan oleh putrinya itu.**Dharu sudah diperbolehkan pulang, selama menunggu hasil tes lab keluar, Renata sudah diberi informasi untuk menjaga kesehatan termasuk menjaga tekanan darah dan gula, untuk p
“Biar aku yang melakukannya,” ucap Renata saat melihat Evan hendak mencuci piring.“Tidak usah. Aku tidak mau makan gratisan, jadi aku akan membayarnya dengan mencuci,” balas Evan mengabaikan larangan Renata.Evan sudah memakai celemek dan siap mencuci. Renata sendiri kembali sebal mendengar balasan dari Evan.“Apa kamu tidak bisa bicara yang sedikit mengenakkan. Siapa yang merasa kamu makan gratisan di sini, aku mengundangmu karena kita harus menjaga kesehatan. Atau jangan-jangan kamu sebenarnya tidak mau menjaga makanan, karena kamu takut jika kamu yang cocok!” tuduh Renata yang kesal. Dia bahkan sampai berkacak pinggang.Evan menoleh Renata, sekali lagi melihat wanita itu bertindak dan bicara kekanak-kanakan.“Apa kamu harus membahas itu di sini? Kamu mau mereka dengar?” Evan melotot ke Renata.Renata menoleh ke ruang tamu, melihat Dhira dan Dharu sedang bermain sambil menonton televisi.“Mereka tidak dengar,” sangkal Renata, “aku hanya heran dengan sikapmu yang selalu mengucapkan
“Papa sama Mama bertengkar lagi?” tanya Dhira sambil menatap Evan yang duduk di sampingnya.Dhira dan Dharu pergi tidur di tempat Evan. Keduanya kini berada di ranjang tapi belum tidur, mereka duduk di samping kanan dan kiri mengapit Evan.“Tidak, siapa yang bilang?” Evan menyangkal pertanyaan Dhira.“Tadi, Dhira lihat Mama kesal. Pasti bertengkar sama Papa,” kata Dhira.Evan menghela napas pelan, kemudian mencoba menjelaskan, “Bukan bertengkar Dhira. Terkadang antara dua orang dewasa, memiliki perbedaan pendapat dan itu wajar bagi kami. Nanti kalau Dhira dewasa, Dhira akan tahu sebab pastinya akan mengalaminya juga.”“Hmm … ga usah nuggu dewasa, Dhira sekarang juga suka berdebat. Tapi ga sampai ngusir Dharu, yakan Dharu?” Dhira membalasa ucapan Evan, kemudian meminta Dharu mengiakan.“Ya.” Dharu memilih mengiakan karena tahu jika dibantah maka Dhira akan mengajaknya berdebat.Evan pun memilih tidak menjelaskan lagi. Dia meminta Dhira dan Dharu untuk istirahat.“Sudah malam, kalian h
“Bi, nanti pastikan Dharu meminum obatnya tepat waktu. Jika ada apa-apa, segera hubungi aku,” kata Renata sebelum berangkat bekerja dan menyerahkan Dharu ke Bibi Santi.“Iya, Mbak Rena jangan mencemaskan Dharu,” kata Bibi Santi.Renata mengulas senyum dan mengangguk, kemudian pergi menemui Dharu yang sedang berada di kamar.“Mama pergi ke sekolah dulu, kalau ada apa-apa atau menginginkan sesuatu, telepon mama, ya.” Renata mengecup kening Dharu.Dharu tersenyum kemudian menganggukkan kepala, bahkan dia mengantar sang mama sampai di pintu.“Dharu mau minum atau makan sesuatu? Biar bibi buatkan,” kata Bibi Santi ketika melihat Dharu menutup pintu.Dharu menatap Bibi Santi, hingga kemudian bertanya, “Bi, apa Dharu sakit parah? Kalau tanya Mama, pasti tidak diberitahu.”Bibi Santi terkejut mendengar pertanyaan Dharu, hingga tampak bingung menjawab pertanyaan bocah itu.“Kenapa Dharu tanya begitu? Dharu ‘kan hanya kecapean,” kata Bibi Santi yang memang tidak berani jujur, sebab sebelumnya R
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Evan langsung berdiri dan menatap dingin ke seseorang yang sedang berjalan masuk.“Aku mencoba menghubungimu tapi kamu tidak menjawab, jadi aku langsung datang ke sini,” jawab Keysha sambil mendekat ke meja EvanEvan menatap tidak senang, kenapa Keysha harus mendatanginya di perusahaan itu, membuat moodnya seketika hancur.Keysha langsung mendatangi perusahaan Evan begitu selesai menemui kliennya. Wanita itu datang untuk memastikan apakah Evan benar-benar sudah memiliki istri dan anak di kota itu, sehingga Evan tak acuh dan mengabaikan dirinya juga perjodohan yang direncanakan.“Aku sibuk. Untuk apa kamu ke sini?” Evan langsung terlihat malas bahkan sempat memalingkan wajah.Evan sudah bersemangat karena berpikir yang datang Renata, tapi siapa sangka jika Keysha yang datang.“Apa kamu sedang menunggu seseorang? Kenapa kamu terlihat tidak senang dengan kedatanganku?” Keysha kecewa dan terlihat kesal dengan sikap Evan.Evan kembali menatap Keysha, kemudi
“Apa tidak masalah meninggalkan wanita tadi di ruanganmu sendirian?” tanya Renata sambil mengamati Evan yang sedang menyetir.“Dia tidak mungkin mencuri, untuk apa aku cemas,” jawab Evan santai sambil fokus menyetir.Renata langsung mencebik mendengar jawaban Evan, hingga kemudian berkata, “Bukan itu maksudku!”Evan menoleh Renata sekilas setelah mendengar suara kesal wanita itu.“Dia bukan klien, rekan kerja, atau karyawan, ‘kan? Dilihat dari caranya menatapmu, kupikir lebih dari itu. Apa dia pacarmu?” Pertanyaan itu terlontar dari bibir Renata.Evan cukup terkejut dan langsung menoleh Renata, hingga kemudian mencebik kesal.“Jangan sok tahu seperti dia! Jangan membahasnya lagi, aku sedang tidak berminat.”Renata melihat gelagat aneh, hingga kemudian kembali bicara lagi.“Sepertinya bukan pacar, apa dia tunanganmu?” Renata menebak.Evan begitu terkejut hingga membanting stir ke kiri, sebelum menghentikn mobil, sedangkan Renata sangat terkejut sebab Evan berhenti mendadak.“Kenapa kam
“Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Sudah jelas kamu memilihnya, anak itu menyebutmu papa, tapi kenapa dia berkata jika bukan istrimu. Apa sebenarnya yang terjadi? Kamu mempermainkanku? Bukankah seharusnya kamu menjelaskan sesuatu kepadaku!” Keysha memberondong pertanyaan ke Evan. Dia bingung dengan yang terjadi, Keysha ingin memperjelas semuanya, sebab dia tidak akan melepas Evan begitu saja. Evan memandang Renata yang sudah masuk lift, hingga kemudian terlihat geram karena Keysha terus mengusik ketenangannya. Dia maju satu langkah, berdiri tepat di hadapan Keysha dan menatap tajam wanita itu, “Perlu aku perjelas satu hal. Hubungan kita, tidak lebih dari sebuah rencana perjodohan dan aku tidak pernah setuju dengan perjodohan itu. Sehingga perlu aku tekankan sekali kepadamu, jangan pernah menyebutku tunanganmu, jangan pernah beranggapan kalau kamu berhak mengetahui semua yang aku lakukan, serta jangan pernah mencampuri urusanku!’ Evan bicara sambil mengangkat telunjuk di depan waj