“Ada apa? Kamu terlihat memikirkan sesuatu sejak tadi.” Evan menatap Renata yang terlihat tidak bahagia. “Menyesal menikah denganku? Terlambat,” seloroh Evan kemudian karena tahu tidak mungkin Renata menyesal.Renata tertawa kecil mendengar candaan Evan. Dia sudah berusaha tersenyum tapi tetap saja Evan bisa melihat kesedihannya.“Tidak ada, kamu jangan banyak berpikir. Aku hanya mengantuk karena tadi pagi bangun terlalu awal,” kilah Renata.“Yakin?” tanya Evan memastikan.Renata mengangguk-angguk mantap. Dia dan Evan duduk di pelaminan, Dhira dan Dharu sedang menikmati makanan yang tersaji di sana bersama Margaret.“Jika ada yang ingin kamu katakan, katakan saja,” ucap Evan mencoba memastikan.“Tidak ada, kamu jangan cemas,” balas Renata sambil melebarkan senyumnya.Rekan bisnis Evan ada yang memanggil dan meminta Evan turun dari pelaminan. Renata melihat itu dan meminta Evan pergi sana.“Sana pergi, jangan buat mereka berpikiran negatif tentangmu karena tidak mau menemui mereka,” uc
“Bagaimana bisa kamu memperlakukan tamumu seperti ini!” amuk wanita yang disiram air Margaret.“Kamu memang pantas mendapatkannya!” balas Margaret sengit.Pertengkaran itu mengundang perhatian orang-orang yang ada di pesta. Bahkan Renata dan Kasih yang berada di pelaminan pun terkejut melihat keributan itu. Evan berada dekat dengan Margaret, dia langsung menghampiri dan mencoba melerai sang mama berkelahi.“Ma, tenanglah,” kata Evan sambil berdiri di hadapan sang mama agar tidak menyerang wanita tadi.Edward mendekat dan mencoba ikut menenangkan sang istri.Margaret mencoba menahan diri. Dia tidak terima wanita itu mengatai Evan pemerkosa.“Ada apa sebenarnya, Ma? Kenapa Mama harus semarah ini?” tanya Edward sambil menahan istrinya.Wanita yang terkena siram tadi pun kesal, wajahnya basah begitu juga dengan pakaian mahalnya.Margaret ingin sekali mengatakan jika wanita itu sudah menjelekkan Evan, tapi jika dia meluapkan saat itu juga, maka semua orang akan ikut berpikiran negatif. Hin
“Kenapa? Jangan menatapku seperti itu.” Evan malah merasa aneh mendapat tatapan sendu dan iba tapi juga bercampur sesuatu yang membuatnya merinding.“Memangnya aku menatap bagaimana? Aku hanya menatap suamiku yang sangat dewasa dan bisa berpikiran tenang. Tidak sepertiku yang langsung memasukkan ke dalam hati,” ujar Renata menjelaskan maksud tatapannya.Evan berdeham mendapat pujian dari Renata. Pernikahan mereka terlaksana dengan sebuah insiden di dalamnya, membuat kenangan buruk masuk di antara kenangan manis akan pernikahan.“Masih sedih?” tanya Evan saat melihat Renata tersenyum.Renata menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Evan, bahkan dia mencoba melebarkan senyumnya.Mengetahui istrinya sudah tidak sedih dan murung seperti tadi. Evan menarik tangan Renata dan menjatuhkan hingga berbaring di ranjang.“Van!” pekik Renata yang terkejut.Evan menggunakan kedua tangan untuk bertumpu di kasur. Dia berada di atas tubuh Renata dan menatap wajah sang istri yang terkejut.“Sudah tida
Margaret duduk di atas tempat tidur dengan ekspresi wajah kesal lagi. Dia sudah menidurkan anak-anak dan langsung kembali ke kamar.Edward melihat istrinya yang kembali kesal seperti saat di hotel, membuatnya mendekat dan ikut duduk di atas ranjang, bersebelahan dengan sang istri untuk mengajaknya bicara.“Ada apa? Mama masih memikirkan masalah di pesta tadi? Sebenarnya apa yang mereka katakan, sampai membuat Mama semarah itu?” tanya Edward menyelidik.Margaret mendengkus kasar, lantas meremas bantal yang sejak tadi dipangkunya.“Bagaimana mama tidak marah, Pa. Mereka menghina Evan di hari membahagiakan untuk kita,” geram Margaret saat mengingat ucapan para wanita itu.Edward menghela napas kasar, kemudian kembali bertanya, “Memangnya mereka menghina bagaimana?”“Mereka bilang, Evan itu memperkosa Renata sampai hamil, kemudian baru tanggung jawab sekarang. Siapa yang tidak kesal dan marah!” Meski mungkin itu secara tidak langsung benar, tapi tetap saja terdengar sangat kasar karena ti
“Bagaimana pesta pernikahan Renata? Berjalan lancar?” Kevin bertanya tanpa menatap Veronica, tatapannya tertuju ke makanan yang ada di piring.Veronica cukup terkejut mendengar pertanyaan Kevin, dari mana putranya itu tahu kalau dia mendatangi pesta pernikahan Renata.“Lancar,” jawab Veronica singkat sambil kembali fokus sarapan.Kevin berhenti menyantap sarapannya setelah mendengar jawaban Veronica. Sang mama menjawab, itu artinya benar jika Veronica memang menghadiri pernikahan Renata dan Evan, padahal Kevin hanya menebak.“Tampaknya hubungan kalian sangat baik, sampai-sampai Mama datang ke pernikahannya,” ucap Kevin sambil menatap curiga ke Veronica.Veronica tetap menyantap makanannya saat mendengar ucapan Kevin. Dia tetap terlihat tenang karena tidak mau memancing amarah Kevin.“Karena dia cucuku, selain aku siapa yang bisa diminta untuk datang dan menjadi keluarganya. Kamu?” Veronica kini menatap tajam dan dalam ke Kevin.Kevin diam melihat tatapan mata Veronica, meski tidak men
Renata berlari ke kamar mandi saat melihat isi kardus itu, serta mencium bau busuk dari kardus. Dia langsung muntah-muntah karena tidak tahan.Evan begitu geram karena ada yang mengirim bangkai sebagai hadiah pernikahannya dengan Renata. Dia membawa kardus itu keluar kamar dengan ekspresi wajah marah.Margaret melihat Evan yang sedang menuruni anak tangga membawa kotak, putranya itu terlihat memasang wajah kesal hingga membuat Margaret akhirnya menghampiri.“Ada apa, Van?” Margaret mendekat dan mencium bau busuk. Dia pun segera menutup hidungnya.“Ada yang mengerjai kami.” Evan menjawab sambil menjauh untuk menghindarkan orang rumah dari bau tidak sedap itu.Margaret berhenti melangkah, menutup hidung dan menatap Evan keluar rumah karena ingin membuang kardus yang dibawa.Beberapa saat kemudian. Evan kembali masuk rumah, Margaret pun mendekat untuk bertanya apa yang terjadi.“Apa itu? Kenapa bisa bau busuk?” tanya Margaret.“Bangkai dari salah satu hadiah pernikahan,” jawab Evan, “nan
“Saya benar-benar tidak tahu apa-apa.”Evan mendatangi kurir yang mengirimkan hadiah pernikahan berisi bangkai. Pria berumur tiga puluhan tahun itu terlihat takut saat diajak Evan dan dua orang suruhan ke sebuah kafe.“Kamu tenang saja. Aku tidak akan melakukan sesuatu kepadamu, asal kamu menjawab jujur apa yang aku tanyakan,” kata Evan dengan nada penekanan.Pria itu mengangguk-angguk karena takut. Dia tidak tahu apa-apa sehingga memilih ambil aman dengan menjawab jujur pertanyaan Evan.“Siapa yang menyuruhmu mengirim hadiah ke ballroom hotel kemarin?” tanya Evan mulai menginterogasi.“Hadiah?” Pria itu terlihat bingung di awal. “Oh, hadiah di pesta pernikahan itu?” tanya pria itu kemudian.“Iya, di kado itu tidak tertulis nama pengirimnya, tapi kenapa kamu bisa mengantarnya ke sana?” tanya Evan lagi.“Iya benar. Sebenarnya saya sedang mengantar barang, lalu ada seorang pria menghampiri saya. Dia bilang kalau butuh bantuan untuk mengantar hadiah itu karena dia ada urusan mendadak dan
Seorang pria terlihat duduk di sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di bahu jalan. Itu adalah mobil sama yang tadi hampir bertabrakan dengan Evan.Pria di dalam mobil itu tampak sedang memegang ponsel dan menghubungi seseorang.“Halo.”“Bagaimana?” Suara seorang pria terdengar dari seberang panggilan.“Saya sudah mencoba membuat celaka, tapi tidak berhasil karena dia berhasil menghindar,” ucap pria itu menjelaskan.“Begitu saja kamu tidak becus. Pokoknya aku tidak mau tahu, kamu sudah terima bayarannya, jadi lakukan pekerjaanmu!” amuk pria dari seberang panggilan.Pria itu hanya mengangguk dan mengiakan, kemudian mengakhiri panggilan itu.“Sialan,” gerutunya karena terkena amukan.**“Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanya Evan setelah mendengar kecurigaan Renata.Renata mengusap kasar wajahnya. Dia pun tidak tahu harus bagaimana untuk menghadapi Kevin.“Jika benar dia pelakunya, aku ingin membalas perbuatannya. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya, meski benar dia pela