“Bagaimana pesta pernikahan Renata? Berjalan lancar?” Kevin bertanya tanpa menatap Veronica, tatapannya tertuju ke makanan yang ada di piring.Veronica cukup terkejut mendengar pertanyaan Kevin, dari mana putranya itu tahu kalau dia mendatangi pesta pernikahan Renata.“Lancar,” jawab Veronica singkat sambil kembali fokus sarapan.Kevin berhenti menyantap sarapannya setelah mendengar jawaban Veronica. Sang mama menjawab, itu artinya benar jika Veronica memang menghadiri pernikahan Renata dan Evan, padahal Kevin hanya menebak.“Tampaknya hubungan kalian sangat baik, sampai-sampai Mama datang ke pernikahannya,” ucap Kevin sambil menatap curiga ke Veronica.Veronica tetap menyantap makanannya saat mendengar ucapan Kevin. Dia tetap terlihat tenang karena tidak mau memancing amarah Kevin.“Karena dia cucuku, selain aku siapa yang bisa diminta untuk datang dan menjadi keluarganya. Kamu?” Veronica kini menatap tajam dan dalam ke Kevin.Kevin diam melihat tatapan mata Veronica, meski tidak men
Renata berlari ke kamar mandi saat melihat isi kardus itu, serta mencium bau busuk dari kardus. Dia langsung muntah-muntah karena tidak tahan.Evan begitu geram karena ada yang mengirim bangkai sebagai hadiah pernikahannya dengan Renata. Dia membawa kardus itu keluar kamar dengan ekspresi wajah marah.Margaret melihat Evan yang sedang menuruni anak tangga membawa kotak, putranya itu terlihat memasang wajah kesal hingga membuat Margaret akhirnya menghampiri.“Ada apa, Van?” Margaret mendekat dan mencium bau busuk. Dia pun segera menutup hidungnya.“Ada yang mengerjai kami.” Evan menjawab sambil menjauh untuk menghindarkan orang rumah dari bau tidak sedap itu.Margaret berhenti melangkah, menutup hidung dan menatap Evan keluar rumah karena ingin membuang kardus yang dibawa.Beberapa saat kemudian. Evan kembali masuk rumah, Margaret pun mendekat untuk bertanya apa yang terjadi.“Apa itu? Kenapa bisa bau busuk?” tanya Margaret.“Bangkai dari salah satu hadiah pernikahan,” jawab Evan, “nan
“Saya benar-benar tidak tahu apa-apa.”Evan mendatangi kurir yang mengirimkan hadiah pernikahan berisi bangkai. Pria berumur tiga puluhan tahun itu terlihat takut saat diajak Evan dan dua orang suruhan ke sebuah kafe.“Kamu tenang saja. Aku tidak akan melakukan sesuatu kepadamu, asal kamu menjawab jujur apa yang aku tanyakan,” kata Evan dengan nada penekanan.Pria itu mengangguk-angguk karena takut. Dia tidak tahu apa-apa sehingga memilih ambil aman dengan menjawab jujur pertanyaan Evan.“Siapa yang menyuruhmu mengirim hadiah ke ballroom hotel kemarin?” tanya Evan mulai menginterogasi.“Hadiah?” Pria itu terlihat bingung di awal. “Oh, hadiah di pesta pernikahan itu?” tanya pria itu kemudian.“Iya, di kado itu tidak tertulis nama pengirimnya, tapi kenapa kamu bisa mengantarnya ke sana?” tanya Evan lagi.“Iya benar. Sebenarnya saya sedang mengantar barang, lalu ada seorang pria menghampiri saya. Dia bilang kalau butuh bantuan untuk mengantar hadiah itu karena dia ada urusan mendadak dan
Seorang pria terlihat duduk di sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di bahu jalan. Itu adalah mobil sama yang tadi hampir bertabrakan dengan Evan.Pria di dalam mobil itu tampak sedang memegang ponsel dan menghubungi seseorang.“Halo.”“Bagaimana?” Suara seorang pria terdengar dari seberang panggilan.“Saya sudah mencoba membuat celaka, tapi tidak berhasil karena dia berhasil menghindar,” ucap pria itu menjelaskan.“Begitu saja kamu tidak becus. Pokoknya aku tidak mau tahu, kamu sudah terima bayarannya, jadi lakukan pekerjaanmu!” amuk pria dari seberang panggilan.Pria itu hanya mengangguk dan mengiakan, kemudian mengakhiri panggilan itu.“Sialan,” gerutunya karena terkena amukan.**“Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanya Evan setelah mendengar kecurigaan Renata.Renata mengusap kasar wajahnya. Dia pun tidak tahu harus bagaimana untuk menghadapi Kevin.“Jika benar dia pelakunya, aku ingin membalas perbuatannya. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya, meski benar dia pela
“Dari mana kamu. Dasar anak ga guna, setiap hari hanya tahu bermain! Kamu itu hanya parasit di sini!”Bertahun-tahun lalu, Kevin memarahi Renata yang baru saja pulang saat hampir menjelang malam.“Mama dan papa saja tidak marah, kenapa Paman yang marah,” balas Renata yang kesal, terlebih hubungan mereka sudah semakin memburuk sejak Kevin membunuh kucingnya.“Karena orangtuamu tidak becus mengurusmu, jadi mereka membiarkanmu kelayaban seperti kucing liar! Seharusnya kamu tidak dilahirkan karena hanya jadi beban!” Kevin terus mencaci dan menghina Renata.Renata kesal, geram, dan sangat marah karena semua ucapan Kevin.“Paman yang jadi beban karena masih melajang sampai sekarang! Beban ke oma karena terus bersikap egois!” Renata murka, apalagi sangat ingat sebelumnya Kevin bertengkar ayahnya karena masalah harta.“Anak kurang ajar!” Kevin melayangkan pukulan ke pipi Renata.Renata sangat syok mendapat perlakuan itu dari Kevin. Kedua orangtuanya tidak pernah menampar Renata, tapi sekarang
“Aku akan ke perusahaan untuk mengambil alih pekerjaan yang dipindah tangan. Semua karenamu, sehingga aku harus pindah perusahaan ke sana-sini,” seloroh Evan saat sedang memakai dasi. Diliriknya bayangan Renata dari pantulan cermin.Renata terkejut mendengar ucapan Evan, dia melihat bayangan suaminya yang tersenyum dari pantulan cermin. Renata pun mendekat, menarik lengan suaminya agar berdiri menghadap ke arahnya, lantas menarik dasi untuk dirapikan.“Kamu yang pindah kerjaan, sekarang malah menyalahkanku?” Renata menatap dengan lirikan penuh arti.“Kupikir akan lama untuk bisa mendekatimu, jadi aku memilih bekerja saja di cabang. Tapi ternyata lebih cepat dari dugaan,” ujar Evan dengan santainya untuk menggoda.Renata gemas karena ucapan Evan. Dia pun menarik dasi sedikit kencang hingga membuat Evan tercekik.“Re! Re! Kamu sengaja mencekikku!” Evan menahan agar Renata tidak semakin menarik dasinya.“Maksudmu aku gampangan, jadi mudah kamu dekati dan dapatkan, gitu?” Renata melepas d
“Bukan siapa-siapa, mama hanya salah bicara,” ujar Margaret berkilah.“Ka, apa itu kak Kasih?” tanya Renata menebak. Dia ingat jika Evan juga pernah menyebut Kasih meski tidak secara langsung.Margaret gelagapan mendengar pertanyaan Renata, hingga tersenyum canggung dan mengalihkan pandangan dari Renata.Renata langsung menyadari kalau tebakannya benar, tapi dia mencoba tersenyum dan tidak ambil pusing.“Jangan marah, lagian itu masalah masa lalu Evan, yang penting sekarang dia sudah memilihmu,” ujar Margaret agar Renata tidak cemburu atau salah paham.“Mama tenang saja, aku juga bukan anak kecil. Paham jika memang ada masa lalu masing-masing,” balas Renata agar Margaret tidak cemas. “Evan juga cemburu karena aku dekat dengan Stef, “ gumam Renata dalam hati.Margaret merasa tenang melihat Renata yang terlihat tenang dan tidak marah. Mereka melanjutkan berbincang, lantas pergi ke mall.Margaret terlihat senang bisa pergi bersama Renata, meski Renata tidak suka berpakaian glamour, tapi
Evan dan Edward berjalan di mall menuju ke ruang security dengan langkah terburu-buru. Evan mendapat panggilan dari Renata yang mengabari jika Margaret berkelahi dan kini ada di ruang security mall bersamanya.Renata duduk berhadapan dengan Margaret, memangku obat merah dan kasa steril untuk mengobati luka cakar di leher mertuanya.“Ingat, aku tidak akan pernah melepasmu. Aku akan memenjarakanmu!” ancam wanita itu dengan emosi meluap-luap.Margaret menatap tajam, sedangkan Renata berusaha menahan agar Margaret tidak kembali mengamuk.Edward dan Evan sudah sampai di ruang security, melihat wanita yang dianiaya Margaret duduk sambil memalingkan wajah. Evan menatap dingin ke wanita itu karena jelas ingat jika wanita yang yang membuat masalah di pesta.Edward langsung menghampiri Margaret dan melihat luka di leher istrinya itu.“Mama ini kenapa seperti anak kecil? Kenapa bertengkar di tempat umum?” tanya Edward yang tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Margaret.Margaret tidak mau
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan