“Bukan siapa-siapa, mama hanya salah bicara,” ujar Margaret berkilah.“Ka, apa itu kak Kasih?” tanya Renata menebak. Dia ingat jika Evan juga pernah menyebut Kasih meski tidak secara langsung.Margaret gelagapan mendengar pertanyaan Renata, hingga tersenyum canggung dan mengalihkan pandangan dari Renata.Renata langsung menyadari kalau tebakannya benar, tapi dia mencoba tersenyum dan tidak ambil pusing.“Jangan marah, lagian itu masalah masa lalu Evan, yang penting sekarang dia sudah memilihmu,” ujar Margaret agar Renata tidak cemburu atau salah paham.“Mama tenang saja, aku juga bukan anak kecil. Paham jika memang ada masa lalu masing-masing,” balas Renata agar Margaret tidak cemas. “Evan juga cemburu karena aku dekat dengan Stef, “ gumam Renata dalam hati.Margaret merasa tenang melihat Renata yang terlihat tenang dan tidak marah. Mereka melanjutkan berbincang, lantas pergi ke mall.Margaret terlihat senang bisa pergi bersama Renata, meski Renata tidak suka berpakaian glamour, tapi
Evan dan Edward berjalan di mall menuju ke ruang security dengan langkah terburu-buru. Evan mendapat panggilan dari Renata yang mengabari jika Margaret berkelahi dan kini ada di ruang security mall bersamanya.Renata duduk berhadapan dengan Margaret, memangku obat merah dan kasa steril untuk mengobati luka cakar di leher mertuanya.“Ingat, aku tidak akan pernah melepasmu. Aku akan memenjarakanmu!” ancam wanita itu dengan emosi meluap-luap.Margaret menatap tajam, sedangkan Renata berusaha menahan agar Margaret tidak kembali mengamuk.Edward dan Evan sudah sampai di ruang security, melihat wanita yang dianiaya Margaret duduk sambil memalingkan wajah. Evan menatap dingin ke wanita itu karena jelas ingat jika wanita yang yang membuat masalah di pesta.Edward langsung menghampiri Margaret dan melihat luka di leher istrinya itu.“Mama ini kenapa seperti anak kecil? Kenapa bertengkar di tempat umum?” tanya Edward yang tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Margaret.Margaret tidak mau
“Kamu baik-baik saja?” Renata cemas karena Evan sejak tadi hanya diam.Evan dan Edward memilih ikut pulang. Margaret langsung masuk kamar begitu sampai rumah, sedangkan Renata dan Evan juga ke kamar mereka.Evan menoleh Renata, lantas tersenyum yang sedikit dipaksakan.“Aku baik-baik saja,” jawab Evan.Renata mendekat, duduk di samping Evan kemudian menggenggam erat tangan suaminya itu.“Jangan diambil hati ucapan orang yang tidak tahu tentang kita,” ucap Renata sadar jika Evan masih memikirkan tentang ucapan wanita tadi.“Kamu tenang saja, aku tidak ambil hati ucapan wanita itu,” balas Evan yang lagi-lagi tersenyum sedikit dipaksakan.“Maaf, semua karenaku,” ucap Renata menyesal. Kecemasannya terbukti, apa yang ditakutkannya jika Evan menikahinya terbukti sekarang.Evan terkejut mendengar Renata menyalahkan diri sendiri.“Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak salah sama sekali.” Evan menatap Renata dengan ekspresi tidak senang.“Andai aku tidak pergi pagi itu, pasti semuanya tidak akan
Veronica menatap layar ponselnya. Dia baru saja selesai bicara dengan Renata. Wanita itu memejamkan mata dan mengembuskan perlahan setelah mendapat jawaban dari sang cucu“Maaf membuat Anda menunggu lama,” ucap seorang dokter yang baru saja datang kemudian duduk berhadapan dengan Veronica.“Tidak masalah,” balas Veronica.Dokter itu mengeluarkan selembar kertas, lalu memberikan ke Veronica.“Ini adalah hasil dari sampel yang Anda berikan. Di dalam teh itu, benar jika ada kandungan racun di dalamnya. Meski kandungannya sangat kecil, tapi tetap saja akan bahaya jika kandungan racun itu menumpuk di tubuh Anda karena bisa menyebabkan gagal jantung,” ujar dokter pribadi Veronia menjelaskan.Veronica tidak terkejut sama sekali dengan ucapan dokter. Seolah dia sudah terbiasa mendengar hal-hal mengerikan seperti itu.“Anda tidak meminumnya, ‘kan?” tanya dokter itu karena Veronica menghubunginya pagi-pagi dan meminta melakukan tes teh.“Hampir, tapi belum,” jawab Veronica.Wanita itu semalam m
Margaret menatap sebal dan memalingkan wajah. Dia sudah sedikit tenang dan melupakan kejadian kemarin, tapi hari ini harus dibuat kesal lagi karena kedatangan wanita yang menghina putranya.Edward, Evan, dan Renata juga ada di sana. Mereka duduk menunggu wanita itu dan suaminya membuka pembicaraan, karena keduanya yang datang pagi-pagi ke rumah.“Pak Edward, saya di sini ingin membahas soal masalah kemarin. Jadi--” Suami wanita itu ingin bicara, tapi terpotong ucapan Margaret.“Jadi apa? Jadi melaporkan aku dan menantuku ke polisi!” hardik Margaret memotong ucapan pria itu karena kembali kesal.Edward langsung menggenggam telapak tangan Margaret untuk memberi isyarat agar tidak bicara dulu, sebelum pria itu selesai bicara.“Bukan seperti itu, kami ke sini karena ingin meminta maaf atas kejadian kemarin,” ucap pria itu menjelaskan, menatap Margaret, lantas beralih menoleh istrinya.Wanita yang menghina Evan terlihat kesal dan malas menatap Margaret, bahkan suaminya sampai menyenggol ka
“Anda baik-baik saja, Nyonya?”Murni panik saat melihat Veronica yang terlihat tidak sehat.Veronica menggelengkan kepala, tentu saja dia tidak baik-baik saja. Semalam Veronica terpaksa meminum teh buatan Kevin, meski setelah itu langsung meminum obat yang diberikan dokter pribadinya, tapi tetap saja tubuh Veronica menyerap racun itu.“Nyonya, kita ke rumah sakit saja,” kata Murni yang cemas.Veronica menganggukkan kepala, lantas berjalan dibantu Murni keluar kamar. Murni hendak membawa Veronica ke rumah sakit agar mendapat penanganan.**Kevin sedang menemui beberapa orang berpakaian formal. Dia terlihat tegas dan berwibawa di depan orang-orang itu.“Kalian pasti tahu alasan aku mengundang kalian kemari,” ucap Kevin membuka percakapan.Orang-orang itu saling pandang, tentu saja mereka tahu karena hampir tiap tahun Kevin pasti mengundang mereka untuk bertemu dan membahas soal rapat tahunan perusahaan.“Kalian masih di pihakku, ‘kan?” tanya Kevin lantas menatap satu persatu orang yang
“Ada apa, Re?” Evan menegakkan badan ketika melihat Renata yang terlihat panik dan cemas.Renata belum selesai mendengarkan ucapan Murni. Dia terlihat mengangguk-angguk, kemudian kembali bicara.“Ya, aku akan segera ke sana. Tolong jaga oma baik-baik,” ucap Renata, kemudian mengakhiri panggilan.“Ada apa?” tanya Evan karena tadi Renata belum menjawab pertanyaannya.“Oma masuk rumah sakit, kondisinya menurun sejak pagi,” jawab Renata yang bingung mau melakukan apa setelah mendengar kabar itu.“Kamu ingin pergi sekarang? Tidak sesuai rencana kita?” tanya Evan memastikan.Renata panik, hingga mengusap wajah kasar.“Aku juga bingung. Aku tidak bisa membiarkan oma dalam kondisi sekarang, apalagi mbok Murni berkata jika oma sakit sejak minum teh yang diberikan paman,” ujar Renata frustasi.Evan terkejut mendengar ucapan Renata, hingga dia langsung bisa menangkap situasi yang terjadi.“Sepertinya pamanmu ingin menguasai perusahaan dengan cara membuat omamu tidak berdaya. Lalu dia akan mengam
Kevin benar-benar senang karena Veronica harus dirawat di rumah sakit sampai beberapa hari, atau sampai wanita itu benar-benar sembuh.“Seharusnya semua tidak harus terjadi, kalau mama segera memberi semua akses perusahaan kepadaku. Jangan salahkan aku berbuat jahat, salahkan mama yang selalu memikirkan Kenzi, bahkan setelah dia mati pun masih memikirkan Renata.”Kevin tersenyum jahat. Dia menenggak minuman yang ada di gelas, merayakan kondisi Veronica yang mungkin akan lama membaik. Mungkin jika Veronica mati akan lebih baik untuknya, tapi karena ucapan pengacara yang mengatakan jika warisan akan jatuh ke tangan satu orang jika Veronica mati dalam waktu dekat ini, membuat Kevin memilih membuat ibunya sendiri sakit dan lemah. Dia harus memastikan dulu, siapa satu orang yang dimaksud, sebelum mengambil tindakan. Jangan sampai setelah mengakhiri hidup Veronica, ternyata warisan jatuh ke tangan Renata dan bukan dirinya.“Aku tidak akan sejahat ini, kalau mama memahami dan berpihak kepada