Veronica menatap layar ponselnya. Dia baru saja selesai bicara dengan Renata. Wanita itu memejamkan mata dan mengembuskan perlahan setelah mendapat jawaban dari sang cucu“Maaf membuat Anda menunggu lama,” ucap seorang dokter yang baru saja datang kemudian duduk berhadapan dengan Veronica.“Tidak masalah,” balas Veronica.Dokter itu mengeluarkan selembar kertas, lalu memberikan ke Veronica.“Ini adalah hasil dari sampel yang Anda berikan. Di dalam teh itu, benar jika ada kandungan racun di dalamnya. Meski kandungannya sangat kecil, tapi tetap saja akan bahaya jika kandungan racun itu menumpuk di tubuh Anda karena bisa menyebabkan gagal jantung,” ujar dokter pribadi Veronia menjelaskan.Veronica tidak terkejut sama sekali dengan ucapan dokter. Seolah dia sudah terbiasa mendengar hal-hal mengerikan seperti itu.“Anda tidak meminumnya, ‘kan?” tanya dokter itu karena Veronica menghubunginya pagi-pagi dan meminta melakukan tes teh.“Hampir, tapi belum,” jawab Veronica.Wanita itu semalam m
Margaret menatap sebal dan memalingkan wajah. Dia sudah sedikit tenang dan melupakan kejadian kemarin, tapi hari ini harus dibuat kesal lagi karena kedatangan wanita yang menghina putranya.Edward, Evan, dan Renata juga ada di sana. Mereka duduk menunggu wanita itu dan suaminya membuka pembicaraan, karena keduanya yang datang pagi-pagi ke rumah.“Pak Edward, saya di sini ingin membahas soal masalah kemarin. Jadi--” Suami wanita itu ingin bicara, tapi terpotong ucapan Margaret.“Jadi apa? Jadi melaporkan aku dan menantuku ke polisi!” hardik Margaret memotong ucapan pria itu karena kembali kesal.Edward langsung menggenggam telapak tangan Margaret untuk memberi isyarat agar tidak bicara dulu, sebelum pria itu selesai bicara.“Bukan seperti itu, kami ke sini karena ingin meminta maaf atas kejadian kemarin,” ucap pria itu menjelaskan, menatap Margaret, lantas beralih menoleh istrinya.Wanita yang menghina Evan terlihat kesal dan malas menatap Margaret, bahkan suaminya sampai menyenggol ka
“Anda baik-baik saja, Nyonya?”Murni panik saat melihat Veronica yang terlihat tidak sehat.Veronica menggelengkan kepala, tentu saja dia tidak baik-baik saja. Semalam Veronica terpaksa meminum teh buatan Kevin, meski setelah itu langsung meminum obat yang diberikan dokter pribadinya, tapi tetap saja tubuh Veronica menyerap racun itu.“Nyonya, kita ke rumah sakit saja,” kata Murni yang cemas.Veronica menganggukkan kepala, lantas berjalan dibantu Murni keluar kamar. Murni hendak membawa Veronica ke rumah sakit agar mendapat penanganan.**Kevin sedang menemui beberapa orang berpakaian formal. Dia terlihat tegas dan berwibawa di depan orang-orang itu.“Kalian pasti tahu alasan aku mengundang kalian kemari,” ucap Kevin membuka percakapan.Orang-orang itu saling pandang, tentu saja mereka tahu karena hampir tiap tahun Kevin pasti mengundang mereka untuk bertemu dan membahas soal rapat tahunan perusahaan.“Kalian masih di pihakku, ‘kan?” tanya Kevin lantas menatap satu persatu orang yang
“Ada apa, Re?” Evan menegakkan badan ketika melihat Renata yang terlihat panik dan cemas.Renata belum selesai mendengarkan ucapan Murni. Dia terlihat mengangguk-angguk, kemudian kembali bicara.“Ya, aku akan segera ke sana. Tolong jaga oma baik-baik,” ucap Renata, kemudian mengakhiri panggilan.“Ada apa?” tanya Evan karena tadi Renata belum menjawab pertanyaannya.“Oma masuk rumah sakit, kondisinya menurun sejak pagi,” jawab Renata yang bingung mau melakukan apa setelah mendengar kabar itu.“Kamu ingin pergi sekarang? Tidak sesuai rencana kita?” tanya Evan memastikan.Renata panik, hingga mengusap wajah kasar.“Aku juga bingung. Aku tidak bisa membiarkan oma dalam kondisi sekarang, apalagi mbok Murni berkata jika oma sakit sejak minum teh yang diberikan paman,” ujar Renata frustasi.Evan terkejut mendengar ucapan Renata, hingga dia langsung bisa menangkap situasi yang terjadi.“Sepertinya pamanmu ingin menguasai perusahaan dengan cara membuat omamu tidak berdaya. Lalu dia akan mengam
Kevin benar-benar senang karena Veronica harus dirawat di rumah sakit sampai beberapa hari, atau sampai wanita itu benar-benar sembuh.“Seharusnya semua tidak harus terjadi, kalau mama segera memberi semua akses perusahaan kepadaku. Jangan salahkan aku berbuat jahat, salahkan mama yang selalu memikirkan Kenzi, bahkan setelah dia mati pun masih memikirkan Renata.”Kevin tersenyum jahat. Dia menenggak minuman yang ada di gelas, merayakan kondisi Veronica yang mungkin akan lama membaik. Mungkin jika Veronica mati akan lebih baik untuknya, tapi karena ucapan pengacara yang mengatakan jika warisan akan jatuh ke tangan satu orang jika Veronica mati dalam waktu dekat ini, membuat Kevin memilih membuat ibunya sendiri sakit dan lemah. Dia harus memastikan dulu, siapa satu orang yang dimaksud, sebelum mengambil tindakan. Jangan sampai setelah mengakhiri hidup Veronica, ternyata warisan jatuh ke tangan Renata dan bukan dirinya.“Aku tidak akan sejahat ini, kalau mama memahami dan berpihak kepada
“Oma.” Renata benar-benar sedih dan tidak tahu harus bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk dengan sang oma. Dia menangis dan mencium punggung tangan neneknya itu.Evan sendiri juga kasihan melihat Renata yang sedih karena memikirkan Veronica.“Oma belum mati, kenapa kamu nangis sampai seperti itu?”Suara Veronica mengejutkan Renata dan Evan, keduanya langsung menatap wajah wanita tua itu.“Oma.” Renata buru-buru menghapus jejak air mata yang membasahi wajah.Veronica membuka mata, melihat cucunya yang terlihat sangat sedih.“Kamu sangat mencemaskan oma sampai menangis seperti itu, hm?” Veronica malah tersenyum seolah bahagia karena Renata mencemaskan dan sampai menangisi dirinya.Renata masih bingung dan menatap Veronica yang terlihat baik-baik saja.“Bantu aku bangun,” ucap Veronica sambil mencoba bangun karena ingin duduk.Evan dan Renata dengan sigap membantu, masih keheranan karena Veronica terlihat baik-baik saja.Veronica duduk kemudian memandang Evan dan Renata, lan
Renata menatap Evan yang terlihat tidak senang, bahkan suaminya itu langsung memalingkan wajah.“Van.” Renata berusaha membujuk.“Kita pikirkan itu nanti.” Evan tidak mau membahas hal yang menyangkut tentang Stef.Ya, salah satu pemegang saham di perusahaan Veronica adalah Stef. Renata sendiri terkejut karena Stef memiliki saham di sana, meski tidak besar, asal bisa membujuk Stef agar memihak Renata, maka setidaknya Renata akan memiliki pendukung melawan Kevin.Evan hendak berdiri, tapi tangannya langsung ditahan Renata.“Ayolah, Van. Aku akan bicara dengannya hanya untuk urusan perusahaan saja, aku janji,” pinta Renata membujuk.Evan menghela napas kasar, menoleh Renata dan memasang wajah tidak senang. Tentu saja dia percaya Renata akan bisa menahan diri, tapi dia tidak percaya Stef akan bisa menahan diri saat bersama Renata. Evan ingin cuek karena kesal, tapi takut Renata menyalah artikan seperti saat di pesta.Evan duduk menatap Renata, kesal saat istrinya tidak paham kalau dia cem
Stef datang ke sebuah restoran saat siang hari untuk menemui Renata sesuai janji. Namun, saat sampai di sana dia terlihat tidak senang karena ternyata Renata menunggu bersama Evan.Renata langsung berdiri begitu melihat Stef. Bahkan dia langsung tersenyum untuk menyambut, sampai membuat Evan kesal.“Stef.” Renata melambaikan tangan agar Stef mendekat.Stef sendiri sebenarnya sedikit malas, tapi tidak punya pilihan hingga akhirnya memilih mendekat dengan wajah masam.“Aku senang melihatmu, duduklah.” Renata mempersilakan Stef duduk.Stef duduk berhadapan dengan Renata. Dia seharusnya sudah bisa menebak jika Renata pasti bersama Evan. Stef terlalu besar kepala karena berpikir Renata menghubungi sebab ingin bertemu hanya berdua dengannya.“Aku sudah memesan minuman dan makanan yang kamu suka, tapi tidak tahu apa seleramu sudah berubah,” ucap Renata sambil menunjuk makanan yang ada di meja.Evan terkejut mendengar ucapan Renata, jadi makanan itu adalah kesukaan Stef, membuat Evan cemburu