“Oma.” Renata benar-benar sedih dan tidak tahu harus bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk dengan sang oma. Dia menangis dan mencium punggung tangan neneknya itu.Evan sendiri juga kasihan melihat Renata yang sedih karena memikirkan Veronica.“Oma belum mati, kenapa kamu nangis sampai seperti itu?”Suara Veronica mengejutkan Renata dan Evan, keduanya langsung menatap wajah wanita tua itu.“Oma.” Renata buru-buru menghapus jejak air mata yang membasahi wajah.Veronica membuka mata, melihat cucunya yang terlihat sangat sedih.“Kamu sangat mencemaskan oma sampai menangis seperti itu, hm?” Veronica malah tersenyum seolah bahagia karena Renata mencemaskan dan sampai menangisi dirinya.Renata masih bingung dan menatap Veronica yang terlihat baik-baik saja.“Bantu aku bangun,” ucap Veronica sambil mencoba bangun karena ingin duduk.Evan dan Renata dengan sigap membantu, masih keheranan karena Veronica terlihat baik-baik saja.Veronica duduk kemudian memandang Evan dan Renata, lan
Renata menatap Evan yang terlihat tidak senang, bahkan suaminya itu langsung memalingkan wajah.“Van.” Renata berusaha membujuk.“Kita pikirkan itu nanti.” Evan tidak mau membahas hal yang menyangkut tentang Stef.Ya, salah satu pemegang saham di perusahaan Veronica adalah Stef. Renata sendiri terkejut karena Stef memiliki saham di sana, meski tidak besar, asal bisa membujuk Stef agar memihak Renata, maka setidaknya Renata akan memiliki pendukung melawan Kevin.Evan hendak berdiri, tapi tangannya langsung ditahan Renata.“Ayolah, Van. Aku akan bicara dengannya hanya untuk urusan perusahaan saja, aku janji,” pinta Renata membujuk.Evan menghela napas kasar, menoleh Renata dan memasang wajah tidak senang. Tentu saja dia percaya Renata akan bisa menahan diri, tapi dia tidak percaya Stef akan bisa menahan diri saat bersama Renata. Evan ingin cuek karena kesal, tapi takut Renata menyalah artikan seperti saat di pesta.Evan duduk menatap Renata, kesal saat istrinya tidak paham kalau dia cem
Stef datang ke sebuah restoran saat siang hari untuk menemui Renata sesuai janji. Namun, saat sampai di sana dia terlihat tidak senang karena ternyata Renata menunggu bersama Evan.Renata langsung berdiri begitu melihat Stef. Bahkan dia langsung tersenyum untuk menyambut, sampai membuat Evan kesal.“Stef.” Renata melambaikan tangan agar Stef mendekat.Stef sendiri sebenarnya sedikit malas, tapi tidak punya pilihan hingga akhirnya memilih mendekat dengan wajah masam.“Aku senang melihatmu, duduklah.” Renata mempersilakan Stef duduk.Stef duduk berhadapan dengan Renata. Dia seharusnya sudah bisa menebak jika Renata pasti bersama Evan. Stef terlalu besar kepala karena berpikir Renata menghubungi sebab ingin bertemu hanya berdua dengannya.“Aku sudah memesan minuman dan makanan yang kamu suka, tapi tidak tahu apa seleramu sudah berubah,” ucap Renata sambil menunjuk makanan yang ada di meja.Evan terkejut mendengar ucapan Renata, jadi makanan itu adalah kesukaan Stef, membuat Evan cemburu
“Bagaimana bisa dia seegois itu, mengatakan jika aku tidak akan mampu. Dia pikir aku lemah? Hanya karena dulu aku tidak berminat pada bisnis, lalu dia pikir aku tidak tahu apa-apa? Dia pikir aku bodoh dan akan kalah jika perang!”Renata begitu kesal, geram, dan marah karena ucapan Stef yang seolah merendahkan dirinya. Dia berjalan mondar-mandir di kamar hotel, tidak bisa melupakan kekesalannya karena sikap Stef yang dianggapnya berubah.“Aku pikir dia masih sama seperti dulu, ternyata sudah berubah,” geram Renata belum berhenti mengumpat karena kesal.Evan melihat Renata yang berjalan mondar-mandir tidak jelas. Dia sampai menghela napas kasar, tidak menyangka jika istrinya bisa sampai seperti itu ketika kesal.“Re, dengan kamu mondar-mandir seperti itu, tidak akan membuatmu mendapatkan apa yang kamu inginkan,” ucap Evan yang pusing sendiri.Renata menghentikan langkah, menoleh sang suami kemudian menghampiri dan duduk di samping Evan. Dia memasang wajah kesal sambil melipat kedua tang
“Boleh ya, ya, Evan.” Renata masih mencoba membujuk Evan agar mengizinkan pergi. Evan melepas kedua tangan Renata yang memeluknya. Dia lantas menatap Renata yang sudah memandangnya. Istrinya menatap penuh harap kepadanya. “Baiklah, jangan memasang wajah itu,” ucap Evan yang tidak mau melihat ekspresi wajah Renata saat merayu, atau dia akan menjadi gemas ke istrinya. “Kamu ngizinin?” tanya Renata memastikan. “Ya, dengan catatan benar-benar di kafe, tidak ada alasan pindah tempat lain atau apa,” jawab Evan setengah ikhlas. Renata mengembangkan senyum, hingga secara iseng mengecup pipi suaminya untuk berterima kasih. “Terima kasih, aku akan langsung kembali begitu urusannya selesai,” ucap Renata penuh semangat. Evan benar-benar gemas tapi juga kesal karena Renata begitu semangat ingin bertemu Stef. “Tunggu!” Saat Renata baru saja akan menuju pintu, Evan memanggil dan membuat Renata berhenti melangkah. Renata membalikkan badan, hingga terkejut dengan yang dilakukan Evan. Sang sua
Renata sangat terkejut karena ada yang membekap menariknya menjauh dari jalan. Merasa dalam bahaya, Renata pun berusaha menginjak kaki seseorang yang menariknya.“Dasar psikopat!” Renata mengayunkan tas ketika sudah terlepas, menghantamkan tas itu ke wajah pria yang menariknya.“Agh! Re!”Renata terkejut mendengar suara yang menyebut namanya, hingga memperhatikan dan baru menyadari siapa yang menariknya.“Van, apa yang kamu lakukan?” Renata benar-benar tidak habis pikir dengan yang dilakukan suaminya itu.Evan mengusap pipinya yang sakit terkena gampar tas Renata, belum lagi kakinya yang diinjak oleh istrinya itu.“Iseng,” ucap Evan.Renata melongo mendengar jawaban suaminya. Bisa-bisanya Evan berkata kalau iseng, padahal dia sudah takut setengah mati.“Ngapain iseng? Untung aku ga teriak, atau kamu akan digebuki masa. Lagian kenapa kamu di sini?” tanya Renata bertubi karena heran.“Mau nyari makan, lihat kamu jadi iseng ngerjain. Lagi pula, kenapa tidak menghubungiku untuk menjemput
Evan dan Renata pergi ke rumah sakit setelah keduanya baru saja menikmati kebersamaan mereka. Keduanya sengaja datang saat malam hari, untuk meminimalisir bertemu dengan Kevin.“Bagaimana keadaan oma?” tanya Renata saat bertemu Murni.“Dalam kondisi baik seperti kemarin,” jawab Murni, “tadi tuan datang dan menanyakan kondisi nyonya,” ucap Murni kemudian.Renata sudah menebak jika Kevin pasti akan datang dan memantau kondisi Veronica.“Apa dia masuk dan melihat kondisi oma secara langsung?” tanya Renata penasaran, untung saja tidak datang saat siang hari, atau dia mungkin bertemu Kevin dan rencananya akan gagal.“Tidak, mana mau tuan masuk ke ICU. Sudah betul nyonya berpura dirawat intensif agar tuan tidak melihatnya,” ucap Murni.Renata mengangguk paham, hingga pamit masuk untuk bertemu Veronica.“Kenapa kalian ke sini malam-malam?” tanya Veronica yang sudah bersiap tidur, tapi urung karena melihat Evan dan Renata datang.“Hanya ingin memastikan kondisi oma saja,” jawab Renata.Veroni
“Ingat, kamu sudah setuju jika akan mengiakan semua ucapanku,” bisik Stef saat melihat Renata yang ingin protes.Renata tidak bisa berkutik, kalah telak karena sudah mengiakan semua syarat yang Stef berikan.“Oh, benarkah? Kenapa aku tidak tahu? Kamu juga, kenapa tidak pernah memperkenalkannya dari dulu?” Wanita itu terlihat senang mendengar Stef memiliki kekasih.Renata hanya tersenyum canggung, merasa berbohong bukanlah hal yang baik untuk mendapatkan sesuatu. Takut jika suatu saat status sebenarnya diketahui, maka orang-orang itu akan kecewa.“Dia tinggal di luar negeri selama ini dan baru pulang,” ujar Stef menjelaskan dengan sangat luwes, bahkan tidak akan ada yang bisa menebak jika semua ucapannya dusta.“Hai, aku Grace. Kupikir Stef masih lajang, hampir saja aku memintanya menikahi putriku,” seloroh wanita itu sambil memperkenalkan diri ke Renata.Renata mengulurkan tangan untuk membalas jabat tangan wanita itu dan balik memperkenalkan diri. “Saya Renata.”“Jangan bicara terlal