“Bagaimana?”Evan langsung menodong hasil penyelidikan Albert.“Duduk saja belum Pak. Sudah ditodong pertanyaan,” protes Albert tak habis pikir bosnya tidak sabaran.Renata masih berada di ranjang, memandang ke Evan dan Albert yang duduk di sofa.“Jadi bagaimana?” tanya Evan.Albert menghela napas kasar, hingga kemudian menjawab, “Tidak ada yang mencurigakan. Dia bersikap biasa dan seharian bekerja di belakang mejanya. Soal siapa yang menghubungi atau dihubungi, seharian ini saya tidak melihat dia banyak memegang ponsel.”Evan pun diam, ini akan sulit jika tidak menemukan petunjuk apa pun. Jika langsung bertanya tanpa sebab, staffnya pasti bisa mengelak karena tidak ada bukti kuat jika terlibat.Mereka memikirkan kemungkinan pelaku yang sudah menyebabkan kekacauan ini.Hingga terdengar suara ketukan pintu bersamaan dengan pintu terbuka. Evan, Albert, dan Renata sama-sama memandang ke pintu, mereka melihat Elang masuk.Evan langsung berdiri, tentu saja kembali kesal melihat pria itu da
[Kamu benar jika Renata dirawat di rumah sakit. Kondisinya buruk dan harus dirawat selama beberapa hari.]Keysha tersenyum miring membaca pesan dari Elang, merasa jika apa yang dilakukannya berhasil. Dia ingin balas dendam tapi tidak mau mengotori tangannya seperti dulu.Keysha duduk di sofa menggunakan bathrobe, menyilangkan kaki sambil mengetik pesan untuk membalas Elang.[Kamu lihat sendiri kalau aku tidak bohong, kan? Ya, sekarang mau bagaimana kamu, pilihan ada di tanganmu. Bukankah kamu bilang memang menyukainya?]Keysha tersenyum miring setelah mengirimkan pesan itu ke Elang. Dia mengambil jus jeruk yang ada di meja, lantas minum sambil menunggu pesan dari Elang.Notifikasi pesan kembali masuk. Elang kembali membalas pesan Keysha.[Aku akan memikirkan dengan matang sebelum bertindak. Terima kasih sudah memberitahu tentang Renata kepadaku.]Keysha tersenyum penuh kebahagiaan mengetahui Elang memercayai semua yang dikatakan. Kini dia hanya perlu menunggu dan melihat rumah tangga
Renata akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat selama 3 hari. Dia tetap diminta bedrest sampai kondisinya benar-benar membaik dan meminimalisir kemungkinan kram lagi. “Apa sudah ada perkembangan soal memata-matai Keysha?” tanya Renata yang saat ini sedang bersama Evan di kamar. Evan mengambil vitamin dan gelas berisi air. Dia lantas memberikan ke Renata. “Sudah ada beberapa bukti, hanya saja itu tidak akan cukup untuk menjatuhkannya,” ujar Evan. Renata memilih meminum vitaminnya dulu, baru kemudian membalas ucapan Evan. “Kamu yakin akan membalasnya?” tanya Renata yang mendadak sedikit ragu. Evan terkejut mendengar pertanyaan Renata, hingga kemudian membalas, “Tentu saja, kenapa tidak?” “Apa kamu sekarang ragu?” tanya Evan balik. Renata menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Evan. “Kita sudah pernah melepasnya dengan tidak mempermalukan nama dan keluarganya atas apa yang pernah dilakukan ke kita. Lantas, setelah apa yang dilakukannya lagi, apa kita akan berd
Kondisi Renata semakin membaik. Dia sudah tidak lagi mengalami kram dan kondisi bayinya pun baik dan tumbuh sebagaimana mestinya.“Bagaimana kabar si kecilku?” Evan langsung memeluk sambil menciumi perut Renata yang mulai keras dan sudah terasa sedikit besar.“Dia merasa sesak karena ayahnya main peluk di pagi hari,” seloroh Renata kemudian diakhiri tawa.Evan gemas karena istrinya malah bercanda. Dia mencium perut Renata kemudian mencium bibir istrinya hingga berhenti tertawa.“Masih sering kencang?” tanya Evan kemudian.“Sudah tidak. Sepertinya dia semakin rileks di dalam,” jawab Renata kemudian.“Aku tidak sabar menunggunya besar, kemudian lahir,” ujar Evan kemudian.“Aku pun,” balas Renata sambil mengusap pipi Evan, lantas mencium bibir suaminya itu.“Bangunlah, aku harus menyiapkan keperluan anak-anak sekolah,” ujar Renata meminta suaminya bangun.Meski Renata tidak bisa mengantar Dhira dan Dharu, tapi setiap pagi selalu berusaha mengurus semua keperluan Dhira dan Dharu. Renata h
“Ini adalah foto dan video yang berhasil saya kumpulkan.”Orang kepercayaan Evan memberikan semua bukti yang didapat tentang perselingkuhan Keysha dan Henry.Evan dan Albert langsung melihat bukti-bukti itu, mereka benar-benar tidak menyangka jika Keysha sampai bertindak sejauh ini.“Apa Anda mau menyebar sekalian? Saya punya beberapa kenalan wartawan yang suka meliput skandal-skandal pengusaha,” kata orang suruhan Evan memberi penawaran.Evan terlihat berpikir, hingga kemudian memandang orang suruhannya.“Kamu bisa memastikan kalau aku maupun istriku tidak akan terlibat misal berita ini meledak?” tanya Evan mengantisipasi, jangan sampai informasi soal dirinya yang meminta orang menyelidik, bocor ketika skandal perselingkuhan itu menyebar.“Aman, mereka ini hanya memburu popularitas berita mereka. Mereka tidak akan membocorkan siapa yang memberikan informasi ini,” ucap orang suruhan Evan meyakinkan.“Baiklah kalau begitu, lakukan saja. Berikan apa yang diinginkan wartawan itu. Aku han
Foto dan video perselingkuhan Keysha akhiranya disebar hanya dalam tempo semalam. Wartawan yang menerima berita itu sengaja merilis saat pagi hari, agar terjadi kehebohan saat pagi, terlebih kebanyakan pembaca berita suka menikmati berita di pagi hari.“Keysha! Bangun!” Ibu Keysha menggedor pintu kamar putrinya dengan sangat keras.Keysha masih tidur pulas di pagi hari karena masih mengambil cuti setelah pulang dari Singapore satu hari lalu. Dia mengerutkan kelopak mata saat mendengar suara pintu terus digedor dengan sangat keras.“Apa, sih? Kenapa tidak ada yang membiarkanku istirahat?” Keysha menggerutu sambil bangun dengan terpaksa.Keysha memandang ke pintu, masih mendengar suara gedoran dan teriakan dari sang mama yang membangunkannya.Keysha pun akhirnya menyibakkan selimut, lantas turun dari ranjang dan berjalan ke pintu. Begitu membuka pintu, Keysha sangat terkejut karena sang mama terlihat marah.“Ada apa sih, Ma? Aku masih cuti hari ini,” ucap Keysha dengan wajah kusut karen
Skandal perselingkuhan Keysha dan Henry tidak bisa dibendung lagi. Banyak wartawan yang mencari keberadaan Keysha, tapi mereka tidak menemukan. Bahkan wartawan sudah memenuhi depan pagar rumah orang tua Keysha untuk mencari informasi dan kejelasan tentang berita yang beredar.“Lihat! Lihat apa yang sudah kamu lakukan! Bagaimana cara kita menghadapi ini? Rumah dan perusahaan dipenuhi wartawan yang ingin mencari informasi tentang kebenaran berita tentangmu. Seharusnya kamu mikir sebelum bertindak!” Ayah Keysha begitu murka dan kembali menyidak putrinya itu.“Apa kalian tidak bisa diam?” Keysha malah membentak kedua orang tuanya karena frustasi, apalagi Henry benar-benar tidak bisa dihubungi.Kedua orang tua Keysha begitu terkejut mendengar bentakkan putri mereka.“Aku melakukan ini juga demi perusahaan. Memangnya siapa yang mau menyokong dana, juga membantu mencari investor kalau bukan orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi seperti Henry!” amuk Keysha kemudian.Sang ayah terkejut me
“Sepertinya Bu Keysha hanya tinggal menunggu kehancurannya,” ucap Albert yang sore itu masih menemani Evan di kantor. Evan harus lembur agar besok bisa izin menemani Renata ke rumah sakit. “Itu salahnya yang sudah serakah. Andai dia menerima saja apa yang dimiliki, dia tidak akan mungkin mendapat masalah seperti sekarang,” balas Evan sambil mengecek berkas di meja. “Ya, apalagi dia terus mengusik Anda. Padahal sebelumnya sudah dilepaskan,” timpal Albert lagi mengingat. Evan melirik asistennya itu, beberapa hari ini sang asisten mendadak cerewet. “Apa kamu sedang ada masalah?” tanya Evan kini memandang Albert. Albert terkejut mendengar pertanyaan Evan, lantas menatap atasannya yang menunggu jawaban darinya. “Ada apa?” tanya Evan lagi. “Tidak, Pak. Tidak ada apa-apa. Memangnya saya bilang kalau ada masalah?” tanya Albert balik tidak mau mengakui. “Bukan kamu bilang kalau ada masalah, tapi apa kamu sadar jika sikapmu beberapa hari ini aneh.” Evan memperhatikan asistennya yang ter
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan