Suara orang-orang berteriak panik, juga ada yang meminta menghubungi ambulance pun terdengar saling bersahutan.Renata merasa kepalanya sangat pusing. Dia memegangi kepala yang berat karena sempat terbentur dashboard saat tabrakan tidak terhindarkan. Hingga dia menoleh ke Evan, melihat suaminya yang tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir di dahi pria itu.“Van, Evan.” Renata berusaha membangunkan, tapi Evan tidak bangun.Renata hendak membuka pintu, tapi tangannya lemas, bahkan tubuhnya terasa tidak bertenaga sama sekali. Dia mengatur napasnya, kepala pening dengan pandangan kabur membuatnya berusaha tetap mempertahankan kesadaran.“Anda baik-baik saja?” Suara satpam terdengar dari luar.Renata menoleh dan satpam itu bersama beberapa orang sedang berusaha membuka paksa pintu mobil. Dia mengangguk-angguk lemah mendengar suara satpam, telinga masih mendengar suara-suara orang yang sedang berusaha membuka paksa pintu itu.“Van.” Renata kembali memanggil nama pria itu, tapi masih
Jantung Renata sudah berdegup kencang, bahkan dada terasa sesak saat melihat kedatangan Murni, apalagi wanita itu terlihat cemas.“Ada apa, Mbok?” tanya Renata dengan ekspresi wajah takut.Veronica pun menunggu Murni menyampaikan apa yang terjadi.“Itu, Tuan Evan harus dipindah ke ruang inap, soalnya masih belum sadar dan kaki kanannya patah karena terjepit.” Murni pun menjelaskan.Renata begitu syok mendengar hal itu, begitu sedih karena suaminya terluka parah.“Ya sudah, Mbok urus semua yang dibutuhkan. Aku akan menyusul ke ruang inap, begitu Renata sudah stabil dan bisa jalan,” perintah Veronica.Murni mengangguk lantas bergegas mengurus pendaftaran agar Evan mendapat ruangan.“Aku sudah baik-baik saja, Oma. Biar aku ikut melihat Evan.” Renata tidak sabar ingin melihat kondisi suaminya.“Nunggu infusmu habis, baru lihat suamimu. Jangan bantah!” Veronica bicara tegas demi kesehatan cucunya itu.**Akhirnya setelah dokter menyatakan jika Renata baik-baik saja dan tidak perlu dirawat
“Kakimu sekarang begini, bagaimana bisa kamu melindungi Renata.” Bukannya simpati, Stef malah meledek Evan.Renata sedang keluar untuk membeli minum, meninggalkan Stef di ruang inap bersama Evan.“Apa kamu sedang ingin mengejekku?” Evan tidak senang mendengar ucapan sepupunya itu.“Tidak ada yang ingin mengejek, hanya bicara fakta,” balas Stef dengan santainya.Evan benar-benar kesal. Padahal mereka sangat dekat karena Stef dulu sangat mengagumi Evan yang pandai berbisnis di usia muda. Namun, semenjak mereka tahu jika sudah menyukai wanita sama, membuat keduanya berselisih.“Renata tetap harus bekerja karena memiliki tanggung jawab sebab baru saja diangkat sebagai direktur operasional, dengan kondisimu yang seperti ini, kamu tidak mungkin bisa melindunginya untuk saat ini,” ujar Stef entah sedang mengungkap fakta, atau sekadar memanas-manasi Evan.“Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?” Evan benar-benar aneh dengan ucapan Stef.“Ya, kamu tahu jika mungkin kecelakaan yang terjadi buk
Polisi pagi itu datang menemui Evan dan Renata, tentu saja mereka ingin meminta keterangan dari keduanya, atas kasus kecelakaan yang terjadi.Evan dan Renata memberi keterangan bergantian, polisi pun sudah mencatat semua keterangan yang keduanya berikan."Kami sudah melakukan investigasi. Kabel rem memang sengaja dipotong agar rem blong dan mobil mengalami kecelakaan. Kami juga sudah mengumpulkan beberapa bukti dan saksi termasuk rekaman CCTV yang terdapat di lokasi," ujar polisi menjelaskan."Apa kalian sudah menemukan pelaku yang menyabotase mobil kami?" tanya Renata menatap kedua polisi itu bergantian."Untuk saat ini kami belum menemukan pelakunya dan masih menyelidiki, terutama rekaman CCTV yang ada di perusahaan, pada rentan waktu yang memungkinkan pelaku mulai beraksi," jawab polisi menjelaskan.Renata dan Evan pun saling tatap sejenak, hingga keduanya memandang ke arah polisi secara bersamaan."Kasus ini akan kami tangani secepatnya. Kami akan mengabari perkembangannya," ucap
“Kenapa masuk basement?” tanya Renata keheranan.Stef tidak langsung menjawab pertanyaan Renata, memilih mencari tempat parkir di basement itu.“Evan mencemaskanmu bukan hanya soal keselamatan, tapi juga pekerjaan. Dia takut kamu tidak bisa mengatasinya, jadi aku akan menemanimu sampai Evan sembuh.” Stef membalas pertanyaan Renata sambil mematikan mesin mobil.Tentu saja Renata sangat terkejut dengan yang dikatakan Stef. Tidak menyangka jika Stef akan membantunya sampai seperti ini.“Terima kasih,” ucap Renata yang memang ragu jika bisa mengurus pekerjaan sendiri tanpa Evan.Stef menoleh Renata, ada senyum kecil di wajah, sebelum kemudian membalas, “Hanya kata terima kasih?”Renata terkejut mendengar balasan Stef, hingga kemudian bertanya, “Memangnya kamu mau apa lagi?”Tentu saja Renata bingung dan panik jika sampai Stef meminta sesuatu yang tidak bisa dia berikan.Stef lagi-lagi tersenyum, kemudian menjawab, “Ya, nanti beri aku komisi lebih, atau gaji aku sebagai tutor dan bodyguard
“Jika kamu mendekat, aku bunuh dia!” ancam pria itu yang menjadikan Renata sebagai jaminan.Stef terkejut melihat pria itu mendapatkan Renata, belum lagi pria itu membawa pisau yang disentuhkan di kulit Renata. Dia baru saja keluar dari pintu tangga darurat dan harus mendapati Renata yang dijadikan sandera.Renata memejamkan mata, begitu bodoh karena menganggap pria itu tidak bersenjata dan ingin meringkusnya sendiri. Bukannya menangkap pria itu, kini malah Renata yang ditangkap.“Turunkan pisau itu,” ucap Stef hati-hati, takut pria itu menyakiti Renata, apalagi mata pisau sudah menempel di leher wanita itu.Beberapa staf juga satpam pun panik melihat kejadian itu, mereka mencoba tenang agar pria itu tidak melukai Renata.“Kamu pikir aku bodoh! Memintaku menurunkan pisau, lalu kamu akan meringkusku? Kamu pikir aku ini idiot!” Pria itu mencekik leher Renata dengan lengan, berdiri di belakang Renata sambil menusuk sedikit leher wanita itu.Renata meringis merasakan perih ujung pisau itu
“Katakan, siapa yang menyuruhmu!” Stef bicara dengan penekanan, meski di sana ada polisi yang menangani kasus penyerangan itu.Pria yang hendak mencelakai Renata, memicing tajam ke Stef.“Aku tidak akan mengatakan apa pun kepadamu!” Sinis pria itu.“Tinggal katakan! Kamu pikir aku tidak bisa mencari tahu, siapa yang menyuruhmu!” Stef kembali bicara dengan nada membentak.“Kalau kamu bisa mencari tahu, untuk apa bertanya kepadaku.” Pria itu tersenyum miring seolah tidak takut dengan Stef.Stef geram dan ingin sekali menghajar pria itu, tapi polisi di sana mencegahnya.“Kami akan menyelidiki kasus ini, Anda serahkan kepada kami dan jangan main hakim sendiri,” ujar polisi mencegah Stef yang hendak memukul pria itu.Stef mengurai kepalan tangan, menatap tajam penuh dengan ancaman ke pria yang ingin mencelakai Renata. Dia mencoba mengontrol emosi karena berada di kantor polisi.“Tolong segera kabari begitu ada perkembangan,” ucap Stef ke polisi.Polisi itu mengangguk. Stef melirik tajam ke
Renata sangat terkejut mendengar tuduhan Evan, tapi meski begitu tidak langsung marah, sebab tahu jika suaminya curiga karena memang takut kehilangannya.Renata pun menghela napas kasar, lantas duduk di tepian ranjang sambil menatap begitu dalam ke Evan.Tentu saja Evan malah salah tingkah ditatap Renata seperti itu, semakin merasa aneh tapi juga berusaha untuk tidak emosi berlebih.“Apa? Kamu harus menjelaskan sesuatu kepadaku,” ucap Evan menurunkan nada bicaranya.“Kamu ini terkadang seperti anak kecil, kadang aku tidak yakin kalau umurmu sudah tiga puluhan tahun,” ledek Renata menanggapi kecurigaan Evan.Tentu saja apa yang dikatakan Renata, membuat Evan membulatkan bola mata lebar.“Aku akan memberitahumu, tapi janji jangan bereaksi berlebih,” ucap Renata terlebih dahulu untuk memegang kendali.“Jika ini masalah hubungan kita, wajar jika aku beraksi berlebih,” balas Evan tanpa mau berjanji terlebih dahulu.Renata membuang napas kasar, kemudian melepas ikatan scarf di leher. Evan s