“Ini tempat siapa?” tanya Mely bingung saat Stef membawanya ke sebuah apartemen.Stef menoleh Mely yang panik. Dia pun menghentikan langkah, kemudian menjelaskan.“Ini apartemenku, tapi lama tidak ditinggali. Aku membelinya hanya untuk investasi juga saat aku ingin sendiri saja,” jawab Stef menjelaskan.Mely menatap Stef dengan perasaan bingung, hingga pria itu kembali bicara.“Tidurlah di sini malam ini. Aku hanya cemas pria tadi masih menguntitmu, bagaimana jika tiba-tiba dia menerobos masuk kamarmu?” tanya Stef.Mely tentunya terkejut dan kembali takut jika sampai benar pria tadi masih mengawasinya. Hingga dia pun secara spontan menggelengkan kepala.“Ya sudah, malam ini tidur di sini dulu, baru memikirkan besok harus bagaimana,” ucap Stef membujuk agar Mely tidak ragu.Mely tidak punya pilihan, hingga memilih menuruti ide Stef. Dia tidak memiliki banyak teman ataupun teman dekat karena pendiam. Bantuan dari Stef satu-satunya yang bisa diharapkan untuk saat ini.Mereka sudah sampai
“Halo, halo Pak!” Albert memanggil karena Evan tidak membalas ucapannya.Evan sendiri sedang panik karena Renata bangun dan kini sudah menatapnya. Bahkan tatapan sang istri terlihat menakutkan, entah karena memang bangun tidur jadi seperti itu, atau karena perasaan bersalah saja yang membuat Evan takut.Renata menatap Evan, benar dugaannya jika sang suami akan menghubungi Albert saat dia tidur. Sebab itu Renata memilih berpura-pura sudah tidur, agar bisa memergoki suaminya menghubungi Albert.“Pak!” Suara Albert begitu keras dari seberang panggilan.“Akan aku hubungi nanti.” Evan buru-buru mengakhiri panggilan itu.Renata turun dari ranjang, berjalan menuju ranjang Evan, lantas melipat kedua tangan di depan dada, memandang suaminya dengan tatapan seolah baru saja memergoki sang suami jalan berdua dengan selingkuhan.“Kamu ingin menyembunyikan sesuatu dariku.” Renata menatap Evan dengan mata menyipit penuh kecurigaan.Evan terkejut sampai menelan ludah. Namun, meski begitu dia tetap ti
“Kenapa Papa tidak jujur saja sejak awal?” Evan menatap Edward yang pagi itu datang ke rumah sakit untuk menjenguk seperti biasa.Edward sendiri sangat terkejut karena Evan langsung menanyakan sesuatu yang belum dipahaminya.“Jujur soal apa?” tanya Edward bingung.Renata menatap suaminya yang sedang ingin membicarakan hal serius dengan sang ayah. Dia pun berinisiatif mengajak anak-anak dan Margaret untuk keluar, agar Evan dan Edward bisa membahas masalah yang dibicarakan dengan leluasa.“Kenapa, Re?” tanya Margaret keheranan karena Renata mengajaknya keluar.“Biarkan Evan bicara dengan Papa dulu, Ma.” Renata menjawab dengan suara pelan.Margaret menoleh ke Evan dan Edward, hingga akhirnya paham dan memilih menuruti ajakan Renata.Renata dan Margaret pun mengajak anak-anak keluar dengan alasan membeli camilan.Evan memperhatikan Renata dan Margaret yang pergi lebih dulu, sebelum kemudian kembali menatap Edward.“Soal perusahaan, Pa. Kenapa Papa tidak menceritakan kepadaku, jika ada mas
“Di mana Paman dan Bibi?” tanya Stef yang baru saja sampai di meja makan tapi tidak mendapati orang tua Evan di sana.“Mereka sudah pergi ke rumah sakit dari pagi karena katanya Evan meminta mereka datang cepat ke sana, mungkin ada keperluan,” jawab Hellen.Stef mengangguk, menarik kursi untuk bersiap sarapan sebelum menjemput Mely.Baru saja menyesap kopi yang dibuatkan sang mama, ponsel Stef berdering dan membuat fokus pria itu tertuju ke layar ponsel.“Mely,” gumam Stef sambil menggeser tombol hijau.Hellen dan suaminya menatap Stef, memperhatikan sang putra yang menerima panggilan, padahal biasanya Stef akan mengabaikan panggilan dari siapapun jika sedang sarapa.“Halo.” Stef tidak berani menyebut nama Mely di hadapan orang tuanya.“Stef, pria itu tahu nomorku. Dia berkata akan menemukanku, aku benar-benar takut.”Stef sangat terkejut mendengar suara Mely yang sangat panik. Dia secara impulsif berdiri, membuat kedua orang tuanya sampai terkejut.“Oke, kamu tunggu dan tetap tenang,
Firda sedang berkumpul bersama teman sosialitanya, tentu saja membahas harta juga beberapa gosip yang sedang beredar.“Jadi, apa benar kalau keponakanmu memang melakukan pelecehan ke beberapa wanita?” tanya seorang teman Firda.“Iya, aku juga baca beritanya. Katanya dia juga menghilang ga ada kabar, bahkan orang tuanya juga katanya ikut menghilang,” timpal yang lain.“Tidak menyangka sekali jika keluarga terhormat, bisa dibilang juga disegani, malah kelakuannya begitu,” imbuh yang lain.Firda menahan senyum mendengar semua orang menghina dan mencaci keluarga Margaret. Namun, dia juga tak lantas langsung menunjukkan jika senang, berusaha bersikap baik dengan membela, agar tidak ada yang menyebutnya jahat.“Aku juga tidak tahu. Aku saja syok mendengar berita itu. Selama ini keluarga adik iparku itu sangat tertutup, mereka sama sekali tidak pernah menganggap suamiku sebagai kakak mereka, karena itu berita yang beredar membuat aku dan suamiku sangat tidak percaya,” ujar Firda berpura-pura
Stef pergi ke perusahaan Renata untuk menemui Mely sesuai janji. Dia sudah sampai di perusahaan dan ingin masuk lift, hingga bertemu dengan salah satu teman dari divisi Mely.“Anda ingin menemui Mely?” tanya staf yang baru saja keluar dari lift.“Iya, benar. Apa dia masih di atas?” tanya Stef sambil menunjuk ke lift.“Mely sudah ke kantin sejak tadi. Mungkin masih di sana,” jawab rekan kerja Mely menunjuk ke arah kantin.Stef menoleh ke arah staf itu menunjuk. Dia mengangguk dan berucap, “Oh ya, terima kasih.”Stef pun memutar arah dan pergi ke kantin. Sesampainya di sana mencari keberadaan Mely tapi tidak juga ditemukan. Dia mengedarkan pandangan, tapi masih tidak ada tanda-tanda keberadaan Mely di tempat itu.“Pak Stef!” Teman Mely yang tadi mengajak makan, melambaikan tangan ke Stef.Stef melihat staf yang mengaku dekat dengan Mely melambai ke arahnya. Dia pun memilih mendekat untuk bertanya di mana Mely berada.“Pak Stef nyari Mely? Dia tadi ke kamar kecil karena pakaiannya ketump
Damar berada di rumah. Tatapannya tertuju ke layar televisi yang sedang menyiarkan sebuah berita. Ekspresi wajahnya terlihat sejak jika tidak senang, bahkan tangan sampai menggenggam erat gelas yang dipegang.“Dia benar-benar ingin bermain-main denganku.”Damar sedang melihat berita tentang klarifikasi Evan di rumah sakit. Bahkan klarifikasi keberadaan dan kondisinya sekarang diperkuat oleh pernyataan dokter jika Evan mengalami cidera.Damar meletakkan gelas di atas meja dengan kasar. Dia benar-benar tidak bisa menerima Evan yang melakukan perlawanan.Damar mengambil ponsel, lantas menghubungi seseorang.“Jalankan rencana B. Aku tidak mau tahu bagaimanapun caranya, kamu harus bisa menjatuhkannya!”Damar mengakhiri panggilan setelah memberi perintah. Dia akan terus berusaha menjatuhkan Evan, sampai keponakannya itu mundur dari dunia bisnis.**Stef menunggu sampai Mely di klinik sampai kondisi benar-benar pulih.“Apa yang sebenarnya tadi terjadi? Kenapa kamu bisa terkunci di kamar mand
Sore itu Evan pun sudah diperbolehkan pulang. Renata sudah mengemas barang Evan sambil menunggu sopir datang.“Tadi, apa yang kamu katakan ke Dhira, sampai dia terlihat sangat senang?” tanya Evan penasaran.Renata sedang mengecek tas, lantas menoleh ketika mendengar pertanyaan Evan.“Tidak ada, hanya mengucapkan hal kecil yang bisa membuatnya senang,” jawab Renata sambil tersenyum hingga kedua mata menyipit.“Main rahasia dariku?” tanya Evan yang cemburu jika tidak tahu apa saja yang dibicarakan oleh dua wanita tercintanya itu.Renata tertawa melihat Evan curiga dan cemburu. Dia lantas mendekat dan duduk berhadapan dengan suaminya.“Hanya memberi pengertian soal posisi kakak ke Dhira. Dia ingin jadi kakak Dharu, tapi jelas itu tidak mungkin. Jadi, aku mencoba memberinya kesempatan dengan cara lain,” ujar Renata menjelaskan.“Kesempatan dengan cara lain? Maksudnya?” tanya Evan bingung.“Hei, Pak Evan Danantya, apa kamu tidak berniat memberi Dhira dan Dharu adik, apa mereka saja sudah c