“Oma, kenapa Mama dan Papa tidak ngajak Dhira dan Dharu?”Dhira menggelembungkan pipi, sedang sedih karena sang mama dan papa pergi terlalu lama.“Mama dan Papa sedang ngurus kerjaan, jadi ga bisa ajak Dhira dan Dharu. Nanti kalau sudah selesai, pasti akan pulang buat lihat kalian,” ucap Margaret menjelaskan.Dhira tetap saja sedih karena ditinggal sang mama sangat lama, ini adalah pertama kalinya Renata meninggalkan anak-anak itu cukup lama.“Tapi biasanya, Dhira dan Dharu diajak, kenapa sekarang ga?” Dhira tetap saja mengeluh meski sudah dijelaskan.Margaret ingin menjelaskan, tapi Dharu sudah bicara terlebih dahulu.“Mama kerjanya ga main musik lagi, jadi ga bisa ajak kita kayak biasanya. Lagi pula enak di sini, kita bisa sekolah diantar-jemput Oma kadang Opa, terus setiap pulang sekolah makan enak, jajan, makan es krim. Kalau sama Mama, pasti langsung pulang karena Mama harus kerja lagi. Kalau Dharu lebih suka di sini, kalau ikut Mama pasti nanti juga kita sering ditinggal-tinggal
“Di mana Sandra?” tanya Veronica saat sudah sedikit tenang.Renata menemui Veronica di kamar untuk melihat kondisi neneknya itu.“Dia di kamarnya, Oma. Dia mau bekerja sama dengan baik, jadi Oma jangan mencemaskan apa pun, biar aku yang mengurusnya,” jawab Renata mencoba menenangkan agar Veronica tidak banyak pikiran.Veronica mengembuskan napas panjang, masih syok karena tidak menyangka jika masalah keluarga akan serumit ini.“Selama ini pamanmu tidak pernah mau menikah, tapi sekarang ternyata punya anak di luar nikah. Aku harus bagaimana menyikapinya?”Veronica benar-benar merasa kepalanya begitu pening mengetahui kelakuan Kevin.Renata tahu beban yang ditanggung sang oma, jika informasi tentang Kevin yang memiliki anak di luar nikah tersebar, pasti itu akan memalukan keluarga.“Oma tenang dulu. Nanti kita cari solusinya, sekarang yang terpenting Oma istirahat agar tidak terlalu banyak beban. Ingat kesehatan Oma juga,” ucap Renata mencoba menenangkan.Veronica mengangguk-angguk. Ren
Suara orang-orang berteriak panik, juga ada yang meminta menghubungi ambulance pun terdengar saling bersahutan.Renata merasa kepalanya sangat pusing. Dia memegangi kepala yang berat karena sempat terbentur dashboard saat tabrakan tidak terhindarkan. Hingga dia menoleh ke Evan, melihat suaminya yang tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir di dahi pria itu.“Van, Evan.” Renata berusaha membangunkan, tapi Evan tidak bangun.Renata hendak membuka pintu, tapi tangannya lemas, bahkan tubuhnya terasa tidak bertenaga sama sekali. Dia mengatur napasnya, kepala pening dengan pandangan kabur membuatnya berusaha tetap mempertahankan kesadaran.“Anda baik-baik saja?” Suara satpam terdengar dari luar.Renata menoleh dan satpam itu bersama beberapa orang sedang berusaha membuka paksa pintu mobil. Dia mengangguk-angguk lemah mendengar suara satpam, telinga masih mendengar suara-suara orang yang sedang berusaha membuka paksa pintu itu.“Van.” Renata kembali memanggil nama pria itu, tapi masih
Jantung Renata sudah berdegup kencang, bahkan dada terasa sesak saat melihat kedatangan Murni, apalagi wanita itu terlihat cemas.“Ada apa, Mbok?” tanya Renata dengan ekspresi wajah takut.Veronica pun menunggu Murni menyampaikan apa yang terjadi.“Itu, Tuan Evan harus dipindah ke ruang inap, soalnya masih belum sadar dan kaki kanannya patah karena terjepit.” Murni pun menjelaskan.Renata begitu syok mendengar hal itu, begitu sedih karena suaminya terluka parah.“Ya sudah, Mbok urus semua yang dibutuhkan. Aku akan menyusul ke ruang inap, begitu Renata sudah stabil dan bisa jalan,” perintah Veronica.Murni mengangguk lantas bergegas mengurus pendaftaran agar Evan mendapat ruangan.“Aku sudah baik-baik saja, Oma. Biar aku ikut melihat Evan.” Renata tidak sabar ingin melihat kondisi suaminya.“Nunggu infusmu habis, baru lihat suamimu. Jangan bantah!” Veronica bicara tegas demi kesehatan cucunya itu.**Akhirnya setelah dokter menyatakan jika Renata baik-baik saja dan tidak perlu dirawat
“Kakimu sekarang begini, bagaimana bisa kamu melindungi Renata.” Bukannya simpati, Stef malah meledek Evan.Renata sedang keluar untuk membeli minum, meninggalkan Stef di ruang inap bersama Evan.“Apa kamu sedang ingin mengejekku?” Evan tidak senang mendengar ucapan sepupunya itu.“Tidak ada yang ingin mengejek, hanya bicara fakta,” balas Stef dengan santainya.Evan benar-benar kesal. Padahal mereka sangat dekat karena Stef dulu sangat mengagumi Evan yang pandai berbisnis di usia muda. Namun, semenjak mereka tahu jika sudah menyukai wanita sama, membuat keduanya berselisih.“Renata tetap harus bekerja karena memiliki tanggung jawab sebab baru saja diangkat sebagai direktur operasional, dengan kondisimu yang seperti ini, kamu tidak mungkin bisa melindunginya untuk saat ini,” ujar Stef entah sedang mengungkap fakta, atau sekadar memanas-manasi Evan.“Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan?” Evan benar-benar aneh dengan ucapan Stef.“Ya, kamu tahu jika mungkin kecelakaan yang terjadi buk
Polisi pagi itu datang menemui Evan dan Renata, tentu saja mereka ingin meminta keterangan dari keduanya, atas kasus kecelakaan yang terjadi.Evan dan Renata memberi keterangan bergantian, polisi pun sudah mencatat semua keterangan yang keduanya berikan."Kami sudah melakukan investigasi. Kabel rem memang sengaja dipotong agar rem blong dan mobil mengalami kecelakaan. Kami juga sudah mengumpulkan beberapa bukti dan saksi termasuk rekaman CCTV yang terdapat di lokasi," ujar polisi menjelaskan."Apa kalian sudah menemukan pelaku yang menyabotase mobil kami?" tanya Renata menatap kedua polisi itu bergantian."Untuk saat ini kami belum menemukan pelakunya dan masih menyelidiki, terutama rekaman CCTV yang ada di perusahaan, pada rentan waktu yang memungkinkan pelaku mulai beraksi," jawab polisi menjelaskan.Renata dan Evan pun saling tatap sejenak, hingga keduanya memandang ke arah polisi secara bersamaan."Kasus ini akan kami tangani secepatnya. Kami akan mengabari perkembangannya," ucap
“Kenapa masuk basement?” tanya Renata keheranan.Stef tidak langsung menjawab pertanyaan Renata, memilih mencari tempat parkir di basement itu.“Evan mencemaskanmu bukan hanya soal keselamatan, tapi juga pekerjaan. Dia takut kamu tidak bisa mengatasinya, jadi aku akan menemanimu sampai Evan sembuh.” Stef membalas pertanyaan Renata sambil mematikan mesin mobil.Tentu saja Renata sangat terkejut dengan yang dikatakan Stef. Tidak menyangka jika Stef akan membantunya sampai seperti ini.“Terima kasih,” ucap Renata yang memang ragu jika bisa mengurus pekerjaan sendiri tanpa Evan.Stef menoleh Renata, ada senyum kecil di wajah, sebelum kemudian membalas, “Hanya kata terima kasih?”Renata terkejut mendengar balasan Stef, hingga kemudian bertanya, “Memangnya kamu mau apa lagi?”Tentu saja Renata bingung dan panik jika sampai Stef meminta sesuatu yang tidak bisa dia berikan.Stef lagi-lagi tersenyum, kemudian menjawab, “Ya, nanti beri aku komisi lebih, atau gaji aku sebagai tutor dan bodyguard
“Jika kamu mendekat, aku bunuh dia!” ancam pria itu yang menjadikan Renata sebagai jaminan.Stef terkejut melihat pria itu mendapatkan Renata, belum lagi pria itu membawa pisau yang disentuhkan di kulit Renata. Dia baru saja keluar dari pintu tangga darurat dan harus mendapati Renata yang dijadikan sandera.Renata memejamkan mata, begitu bodoh karena menganggap pria itu tidak bersenjata dan ingin meringkusnya sendiri. Bukannya menangkap pria itu, kini malah Renata yang ditangkap.“Turunkan pisau itu,” ucap Stef hati-hati, takut pria itu menyakiti Renata, apalagi mata pisau sudah menempel di leher wanita itu.Beberapa staf juga satpam pun panik melihat kejadian itu, mereka mencoba tenang agar pria itu tidak melukai Renata.“Kamu pikir aku bodoh! Memintaku menurunkan pisau, lalu kamu akan meringkusku? Kamu pikir aku ini idiot!” Pria itu mencekik leher Renata dengan lengan, berdiri di belakang Renata sambil menusuk sedikit leher wanita itu.Renata meringis merasakan perih ujung pisau itu