“Sudah selesai makan?” tanya Renata yang melihat piring Elang sudah kosong. Elang sedang mengelap mulut dengan tisu ketika mendengar pertanyaan Renata. Dia pun mengangguk pelan menjawab pertanyaan itu. “Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Renata sambil meraih tas yang diletakkan di kursi sampingnya. Renata pun berpamitan ingin pergi, tapi Elang kembali mengucapkan sesuatu ke Renata. “Jika kamu butuh sesuatu atau bantuan dariku, aku akan dengan senang hati membantumu, Re.” Renata menatap Elang, hingga kemudian membalas, “Terima kasih atas tawaranmu, aku baik-baik saja, suamiku sangat baik. Aku yakin semua akan terkendali.” Renata tersenyum tipis setelah mengatakan itu, lantas bersiap pergi. “Semoga kita bisa tetap bertemu lagi, Re.” Renata kembali menghentikan langkah mendengar ucapan Elang, tapi kemudian memilih melanjutkan langkah tanpa menoleh lagi ke pria itu. Renata sudah masuk mobil. Dia bersiap pergi hingga mendengar ponselnya berdering. Renata mengeluarkan ponse
“Re.”Evan begitu panik melihat Renata terduduk di lantai. Dia langsung menghampiri dan meraih tubuh Renata ke pelukan.“Re, mana yang sakit?” tanya Evan saat melihat Renata merintih.“Perutku sakit, Van.” Renata mencengkram erat lengan Evan untuk menahan kram perut yang semakin menjadi-jadi.Evan langsung meraup tubuh Renata, mengangkat dalam gendongan dan membuka pintu untuk membawa Renata ke rumah sakit.Di luar kamar, Margaret dan Edward panik mendengar pertengkaran Evan dengan Renata, hingga mereka melihat pintu terbuka. Margaret terkejut melihat Evan menggendong Renata.“Apa yang terjadi?” tanya Margaret panik karena Renata kesakitan dan keduanya baru saja bertengkar.“Kita harus membawa Renata ke rumah sakit, Ma.” Evan hendak melangkah tapi ditahan Margaret.“Kamu mabuk?” tanya Margaret yang bisa mencium aroma alkohol dari napas putranya itu.“Ma, Renata kesakitan. Bisakah kita membawanya ke rumah sakit dulu!” Evan bicara dengan nada tinggi karena panik melihat istrinya kesakit
“Kamu mau makan sesuatu?” tanya Evan yang masih membujuk istrinya agar mau bicara.Renata sudah dipindah di ruang inap. Kini Evan menjaga Renata sendiri di ruang inap, sambil terus berusaha meminta maaf dan ingin memperbaiki hubungan atas kesalahan yang dilakukannya.Renata menatap Evan, hingga bola matanya kembali berkaca. Dia pun menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Evan.“Re, aku benar-benar mintaa maaf karena sudah bertindak di luar kendali. Jangan mendiamkanku, bicaralah. Kumohon.” Evan sampai memelas, dia tidak bisa jika terus didiamkan istrinya.Renata mengusap bulir kristal yang menetes di pelupuk mata. Mencoba menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskan napas perlahan untuk menahan gejolak emosinya.“Aku hanya masih syok, Van.” Setelah sejak tadi diam, akhirnya Renata pun bicara.Renata sendiri tidak bermaksud mendiamkan. hanya saja dia merasa lelah dan kesal dengan sikap suaminya.“Maaf.” Evan bangkit dari posisi duduk. Dia berdiri dan sedikit menunduk, lantas
Renata bangun saat pagi hari. Dia melihat matahari yang sudah meninggi dan kini sinarnya menembus kaca jendela rumah sakit.Renata menoleh ke kanan, hingga melihat suaminya yang tidur dengan posisi duduk. Bahkan Evan menyandarkan kepala di tepian ranjang.Renata mengulurkan tangan ingin menyentuh kepala Evan, tapi urung dilakukan karena takut mengganggu suaminya tidur. Dia yakin jika Evan pasti semalaman mencemaskan dirinya.Renata membuka selimut yang menutupi kaki karena ingin ke kamar mandi. Namun, ternyata pergerakannya membuat Evan bangun.Evan terkejut dan melihat Renata yang baru saja menyibakkan selimut.“Kamu mau ke mana?” tanya Evan dengan suara parau.“Mau ke kamar kecil,” jawab Renata bersiap turun dari ranjang.“Tunggu!” Evan langsung berdiri saat Renata mau turun ranjang.Renata terkejut dan langsung menoleh Evan. Suaminya itu berjalan memutari ranjang lantas menghampirinya.“Ada apa?” tanya Renata bingung.“Dokter bilang kamu tidak boleh banyak bergerak. Biar aku gendon
Wanita paruh baya yang bertemu dengan Evan dan Albert tiba-tiba berlutut sambil menangkupkan kedua telapak tangan seolah ingin memohon. Wanita itu bahkan terlihat sangat ketakutan.Tentu saja Evan dan Albert bingung, belum juga menyampaikan maksud kedatangan ke sana, tapi wanita itu sudah panik duluan.“Saya mohon, jangan jebloskan putra saya ke penjara. Dia memang suka menipu, tapi semua demi keluarga kami yang miskin,” ujar wanita itu memelas.Evan dan Albert saling tatap, bingung dengan maksud ucapan wanita itu.“Maaf, kami ke sini tidak untuk menangkap siapapun, hanya ingin bertanya sesuatu ke Adib,” kata Albert menjelaskan.Wanita itu mendongak masih dalam posisi berlutut. Dia menatap Evan dan Albert bergantian.“Kalian tidak akan menangkapnya?” tanya wanita itu memastikan.“Tidak, kami bukan polisi atau orang yang terkena tipu,” jawab Evan yang masih keheranan, tapi juga menebak jika pria yang dicari pasti penipu ulung.Wanita itu pun buru-buru bangun, kemudian kembali menatap E
Renata duduk dengan cemas, hampir satu jam Evan pergi tapi belum juga kembali. Di sana memang ada Margaret dan Edward juga anak-anak, tapi tetap saja Renata mencemaskan Evan.“Makanmu tidak dihabisin?” tanya Margaret karena menu yang diberi rumah sakit masih banyak.“Sudah kenyang, Ma.” Renata membalas dengan seulas senyum.Margaret paham jika tidak mudah mengembalikan mood setelah pertengkaran, tapi tetap saja Renata harus makan demi janinnya.“Tapi kamu harus makan dan memenuhi asupan gizi agar janinmu sehat. Jangan sampai kamu tidak sehat lalu kurang mencukupi gizi, membuatmu lama pulihnya,” ujar Margaret lantas mengambil alih sendok dari tempat makan.Renata pun terkejut melihat yang dilakukan Margaret.“Sini, mama suapi biar kamu nafsu makan,” kata Margaret mulai menyuapi Renata.Renata bingung harus menerima apa tidak, tapi kemudian memilih membuka mulut karena tidak ingin mengecewakan mertuanya.Margaret senang Renata mau makan, benar dugaannya jika Renata berhenti makan bukan
Evan menggendong Renata dari kamar mandi. Dia selalu siap siaga saat Renata membutuhkannya, tidak akan membiarkan Renata banyak bergerak atau jalan sampai benar-benar sembuh, sesuai dengan instruksi dari dokter.“Kamu mau makan apa sore ini? Barangkali bosan dengan makanan rumah sakit?” tanya Evan setelah menurunkan Renata di ranjang.“Aku mau menghabiskan mangga mudaku dulu,” jawab Renata yang masih tidak bosan makan mangga muda. Dia sangat senang karena Evan membelikannya mangga muda lumayan banyak.“Mangga muda lagi? Tahu gini aku belikan sebiji saja.” Evan menyesal membeli banyak. Awalnya berpikir untuk stok andai Renata minta lagi agar dia tidak kesulitan mencari penjual mangga muda, tapi ternyata Renata malah makan banyak dalam sekali konsumsi.Renata tertawa mendengar keterkejutan suaminya. Dia tidak peduli dengan larangan Evan karena baginya yang terpenting bisa makan mangga.Renata mengambil tempat makan berisi potongan mangga muda dan mulai memakannya.Evan benar-benar gelen
Albert di belakang mejanya sedang mengerjakan tugas yang ditinggalkan Evan. Dia harus bekerja ekstra karena Evan tidak di tempat. Hingga ponsel Albert berdering dan nama Evan terpampang di sana.“Halo, Pak.” Albert membalas dengan cepat panggilan itu.“Al, siapa orang kantor yang tahu kalau Renata masuk rumah sakit?” tanya Evan dari seberang panggilan.Albert terkejut juga bingung mendengar pertanyaan Evan, kenapa bosnya menanyakan hal itu.“Sepertinya tidak ada yang tahu selain saya. Tapi kalau Anda tidak masuk, seluruh staff juga tahu, Pak.” Albert menjawab meski sedikit bingung.“Kamu yakin tidak memberitahu ke orang lain?” tanya Evan dari seberang panggilan.Albert berpikir dengan keras. Dia mencoba mengingat apakah sejak pagi ada yang diberitahunya.“Ah … iya saya ingat. Tadi ada staff dari divisi kita yang tanya ke mana saya sampai datang siang, lalu saya keceplosan jawab.” Albert akhirnya mengingat dan menyampaikan itu.“Al, awasi staff itu. Dia bertemu siapa dan terlihat mengh