“Kamu mau makan sesuatu?” tanya Evan yang masih membujuk istrinya agar mau bicara.Renata sudah dipindah di ruang inap. Kini Evan menjaga Renata sendiri di ruang inap, sambil terus berusaha meminta maaf dan ingin memperbaiki hubungan atas kesalahan yang dilakukannya.Renata menatap Evan, hingga bola matanya kembali berkaca. Dia pun menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Evan.“Re, aku benar-benar mintaa maaf karena sudah bertindak di luar kendali. Jangan mendiamkanku, bicaralah. Kumohon.” Evan sampai memelas, dia tidak bisa jika terus didiamkan istrinya.Renata mengusap bulir kristal yang menetes di pelupuk mata. Mencoba menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskan napas perlahan untuk menahan gejolak emosinya.“Aku hanya masih syok, Van.” Setelah sejak tadi diam, akhirnya Renata pun bicara.Renata sendiri tidak bermaksud mendiamkan. hanya saja dia merasa lelah dan kesal dengan sikap suaminya.“Maaf.” Evan bangkit dari posisi duduk. Dia berdiri dan sedikit menunduk, lantas
Renata bangun saat pagi hari. Dia melihat matahari yang sudah meninggi dan kini sinarnya menembus kaca jendela rumah sakit.Renata menoleh ke kanan, hingga melihat suaminya yang tidur dengan posisi duduk. Bahkan Evan menyandarkan kepala di tepian ranjang.Renata mengulurkan tangan ingin menyentuh kepala Evan, tapi urung dilakukan karena takut mengganggu suaminya tidur. Dia yakin jika Evan pasti semalaman mencemaskan dirinya.Renata membuka selimut yang menutupi kaki karena ingin ke kamar mandi. Namun, ternyata pergerakannya membuat Evan bangun.Evan terkejut dan melihat Renata yang baru saja menyibakkan selimut.“Kamu mau ke mana?” tanya Evan dengan suara parau.“Mau ke kamar kecil,” jawab Renata bersiap turun dari ranjang.“Tunggu!” Evan langsung berdiri saat Renata mau turun ranjang.Renata terkejut dan langsung menoleh Evan. Suaminya itu berjalan memutari ranjang lantas menghampirinya.“Ada apa?” tanya Renata bingung.“Dokter bilang kamu tidak boleh banyak bergerak. Biar aku gendon
Wanita paruh baya yang bertemu dengan Evan dan Albert tiba-tiba berlutut sambil menangkupkan kedua telapak tangan seolah ingin memohon. Wanita itu bahkan terlihat sangat ketakutan.Tentu saja Evan dan Albert bingung, belum juga menyampaikan maksud kedatangan ke sana, tapi wanita itu sudah panik duluan.“Saya mohon, jangan jebloskan putra saya ke penjara. Dia memang suka menipu, tapi semua demi keluarga kami yang miskin,” ujar wanita itu memelas.Evan dan Albert saling tatap, bingung dengan maksud ucapan wanita itu.“Maaf, kami ke sini tidak untuk menangkap siapapun, hanya ingin bertanya sesuatu ke Adib,” kata Albert menjelaskan.Wanita itu mendongak masih dalam posisi berlutut. Dia menatap Evan dan Albert bergantian.“Kalian tidak akan menangkapnya?” tanya wanita itu memastikan.“Tidak, kami bukan polisi atau orang yang terkena tipu,” jawab Evan yang masih keheranan, tapi juga menebak jika pria yang dicari pasti penipu ulung.Wanita itu pun buru-buru bangun, kemudian kembali menatap E
Renata duduk dengan cemas, hampir satu jam Evan pergi tapi belum juga kembali. Di sana memang ada Margaret dan Edward juga anak-anak, tapi tetap saja Renata mencemaskan Evan.“Makanmu tidak dihabisin?” tanya Margaret karena menu yang diberi rumah sakit masih banyak.“Sudah kenyang, Ma.” Renata membalas dengan seulas senyum.Margaret paham jika tidak mudah mengembalikan mood setelah pertengkaran, tapi tetap saja Renata harus makan demi janinnya.“Tapi kamu harus makan dan memenuhi asupan gizi agar janinmu sehat. Jangan sampai kamu tidak sehat lalu kurang mencukupi gizi, membuatmu lama pulihnya,” ujar Margaret lantas mengambil alih sendok dari tempat makan.Renata pun terkejut melihat yang dilakukan Margaret.“Sini, mama suapi biar kamu nafsu makan,” kata Margaret mulai menyuapi Renata.Renata bingung harus menerima apa tidak, tapi kemudian memilih membuka mulut karena tidak ingin mengecewakan mertuanya.Margaret senang Renata mau makan, benar dugaannya jika Renata berhenti makan bukan
Evan menggendong Renata dari kamar mandi. Dia selalu siap siaga saat Renata membutuhkannya, tidak akan membiarkan Renata banyak bergerak atau jalan sampai benar-benar sembuh, sesuai dengan instruksi dari dokter.“Kamu mau makan apa sore ini? Barangkali bosan dengan makanan rumah sakit?” tanya Evan setelah menurunkan Renata di ranjang.“Aku mau menghabiskan mangga mudaku dulu,” jawab Renata yang masih tidak bosan makan mangga muda. Dia sangat senang karena Evan membelikannya mangga muda lumayan banyak.“Mangga muda lagi? Tahu gini aku belikan sebiji saja.” Evan menyesal membeli banyak. Awalnya berpikir untuk stok andai Renata minta lagi agar dia tidak kesulitan mencari penjual mangga muda, tapi ternyata Renata malah makan banyak dalam sekali konsumsi.Renata tertawa mendengar keterkejutan suaminya. Dia tidak peduli dengan larangan Evan karena baginya yang terpenting bisa makan mangga.Renata mengambil tempat makan berisi potongan mangga muda dan mulai memakannya.Evan benar-benar gelen
Albert di belakang mejanya sedang mengerjakan tugas yang ditinggalkan Evan. Dia harus bekerja ekstra karena Evan tidak di tempat. Hingga ponsel Albert berdering dan nama Evan terpampang di sana.“Halo, Pak.” Albert membalas dengan cepat panggilan itu.“Al, siapa orang kantor yang tahu kalau Renata masuk rumah sakit?” tanya Evan dari seberang panggilan.Albert terkejut juga bingung mendengar pertanyaan Evan, kenapa bosnya menanyakan hal itu.“Sepertinya tidak ada yang tahu selain saya. Tapi kalau Anda tidak masuk, seluruh staff juga tahu, Pak.” Albert menjawab meski sedikit bingung.“Kamu yakin tidak memberitahu ke orang lain?” tanya Evan dari seberang panggilan.Albert berpikir dengan keras. Dia mencoba mengingat apakah sejak pagi ada yang diberitahunya.“Ah … iya saya ingat. Tadi ada staff dari divisi kita yang tanya ke mana saya sampai datang siang, lalu saya keceplosan jawab.” Albert akhirnya mengingat dan menyampaikan itu.“Al, awasi staff itu. Dia bertemu siapa dan terlihat mengh
“Bagaimana?”Evan langsung menodong hasil penyelidikan Albert.“Duduk saja belum Pak. Sudah ditodong pertanyaan,” protes Albert tak habis pikir bosnya tidak sabaran.Renata masih berada di ranjang, memandang ke Evan dan Albert yang duduk di sofa.“Jadi bagaimana?” tanya Evan.Albert menghela napas kasar, hingga kemudian menjawab, “Tidak ada yang mencurigakan. Dia bersikap biasa dan seharian bekerja di belakang mejanya. Soal siapa yang menghubungi atau dihubungi, seharian ini saya tidak melihat dia banyak memegang ponsel.”Evan pun diam, ini akan sulit jika tidak menemukan petunjuk apa pun. Jika langsung bertanya tanpa sebab, staffnya pasti bisa mengelak karena tidak ada bukti kuat jika terlibat.Mereka memikirkan kemungkinan pelaku yang sudah menyebabkan kekacauan ini.Hingga terdengar suara ketukan pintu bersamaan dengan pintu terbuka. Evan, Albert, dan Renata sama-sama memandang ke pintu, mereka melihat Elang masuk.Evan langsung berdiri, tentu saja kembali kesal melihat pria itu da
[Kamu benar jika Renata dirawat di rumah sakit. Kondisinya buruk dan harus dirawat selama beberapa hari.]Keysha tersenyum miring membaca pesan dari Elang, merasa jika apa yang dilakukannya berhasil. Dia ingin balas dendam tapi tidak mau mengotori tangannya seperti dulu.Keysha duduk di sofa menggunakan bathrobe, menyilangkan kaki sambil mengetik pesan untuk membalas Elang.[Kamu lihat sendiri kalau aku tidak bohong, kan? Ya, sekarang mau bagaimana kamu, pilihan ada di tanganmu. Bukankah kamu bilang memang menyukainya?]Keysha tersenyum miring setelah mengirimkan pesan itu ke Elang. Dia mengambil jus jeruk yang ada di meja, lantas minum sambil menunggu pesan dari Elang.Notifikasi pesan kembali masuk. Elang kembali membalas pesan Keysha.[Aku akan memikirkan dengan matang sebelum bertindak. Terima kasih sudah memberitahu tentang Renata kepadaku.]Keysha tersenyum penuh kebahagiaan mengetahui Elang memercayai semua yang dikatakan. Kini dia hanya perlu menunggu dan melihat rumah tangga