Renata duduk dengan cemas, hampir satu jam Evan pergi tapi belum juga kembali. Di sana memang ada Margaret dan Edward juga anak-anak, tapi tetap saja Renata mencemaskan Evan.“Makanmu tidak dihabisin?” tanya Margaret karena menu yang diberi rumah sakit masih banyak.“Sudah kenyang, Ma.” Renata membalas dengan seulas senyum.Margaret paham jika tidak mudah mengembalikan mood setelah pertengkaran, tapi tetap saja Renata harus makan demi janinnya.“Tapi kamu harus makan dan memenuhi asupan gizi agar janinmu sehat. Jangan sampai kamu tidak sehat lalu kurang mencukupi gizi, membuatmu lama pulihnya,” ujar Margaret lantas mengambil alih sendok dari tempat makan.Renata pun terkejut melihat yang dilakukan Margaret.“Sini, mama suapi biar kamu nafsu makan,” kata Margaret mulai menyuapi Renata.Renata bingung harus menerima apa tidak, tapi kemudian memilih membuka mulut karena tidak ingin mengecewakan mertuanya.Margaret senang Renata mau makan, benar dugaannya jika Renata berhenti makan bukan
Evan menggendong Renata dari kamar mandi. Dia selalu siap siaga saat Renata membutuhkannya, tidak akan membiarkan Renata banyak bergerak atau jalan sampai benar-benar sembuh, sesuai dengan instruksi dari dokter.“Kamu mau makan apa sore ini? Barangkali bosan dengan makanan rumah sakit?” tanya Evan setelah menurunkan Renata di ranjang.“Aku mau menghabiskan mangga mudaku dulu,” jawab Renata yang masih tidak bosan makan mangga muda. Dia sangat senang karena Evan membelikannya mangga muda lumayan banyak.“Mangga muda lagi? Tahu gini aku belikan sebiji saja.” Evan menyesal membeli banyak. Awalnya berpikir untuk stok andai Renata minta lagi agar dia tidak kesulitan mencari penjual mangga muda, tapi ternyata Renata malah makan banyak dalam sekali konsumsi.Renata tertawa mendengar keterkejutan suaminya. Dia tidak peduli dengan larangan Evan karena baginya yang terpenting bisa makan mangga.Renata mengambil tempat makan berisi potongan mangga muda dan mulai memakannya.Evan benar-benar gelen
Albert di belakang mejanya sedang mengerjakan tugas yang ditinggalkan Evan. Dia harus bekerja ekstra karena Evan tidak di tempat. Hingga ponsel Albert berdering dan nama Evan terpampang di sana.“Halo, Pak.” Albert membalas dengan cepat panggilan itu.“Al, siapa orang kantor yang tahu kalau Renata masuk rumah sakit?” tanya Evan dari seberang panggilan.Albert terkejut juga bingung mendengar pertanyaan Evan, kenapa bosnya menanyakan hal itu.“Sepertinya tidak ada yang tahu selain saya. Tapi kalau Anda tidak masuk, seluruh staff juga tahu, Pak.” Albert menjawab meski sedikit bingung.“Kamu yakin tidak memberitahu ke orang lain?” tanya Evan dari seberang panggilan.Albert berpikir dengan keras. Dia mencoba mengingat apakah sejak pagi ada yang diberitahunya.“Ah … iya saya ingat. Tadi ada staff dari divisi kita yang tanya ke mana saya sampai datang siang, lalu saya keceplosan jawab.” Albert akhirnya mengingat dan menyampaikan itu.“Al, awasi staff itu. Dia bertemu siapa dan terlihat mengh
“Bagaimana?”Evan langsung menodong hasil penyelidikan Albert.“Duduk saja belum Pak. Sudah ditodong pertanyaan,” protes Albert tak habis pikir bosnya tidak sabaran.Renata masih berada di ranjang, memandang ke Evan dan Albert yang duduk di sofa.“Jadi bagaimana?” tanya Evan.Albert menghela napas kasar, hingga kemudian menjawab, “Tidak ada yang mencurigakan. Dia bersikap biasa dan seharian bekerja di belakang mejanya. Soal siapa yang menghubungi atau dihubungi, seharian ini saya tidak melihat dia banyak memegang ponsel.”Evan pun diam, ini akan sulit jika tidak menemukan petunjuk apa pun. Jika langsung bertanya tanpa sebab, staffnya pasti bisa mengelak karena tidak ada bukti kuat jika terlibat.Mereka memikirkan kemungkinan pelaku yang sudah menyebabkan kekacauan ini.Hingga terdengar suara ketukan pintu bersamaan dengan pintu terbuka. Evan, Albert, dan Renata sama-sama memandang ke pintu, mereka melihat Elang masuk.Evan langsung berdiri, tentu saja kembali kesal melihat pria itu da
[Kamu benar jika Renata dirawat di rumah sakit. Kondisinya buruk dan harus dirawat selama beberapa hari.]Keysha tersenyum miring membaca pesan dari Elang, merasa jika apa yang dilakukannya berhasil. Dia ingin balas dendam tapi tidak mau mengotori tangannya seperti dulu.Keysha duduk di sofa menggunakan bathrobe, menyilangkan kaki sambil mengetik pesan untuk membalas Elang.[Kamu lihat sendiri kalau aku tidak bohong, kan? Ya, sekarang mau bagaimana kamu, pilihan ada di tanganmu. Bukankah kamu bilang memang menyukainya?]Keysha tersenyum miring setelah mengirimkan pesan itu ke Elang. Dia mengambil jus jeruk yang ada di meja, lantas minum sambil menunggu pesan dari Elang.Notifikasi pesan kembali masuk. Elang kembali membalas pesan Keysha.[Aku akan memikirkan dengan matang sebelum bertindak. Terima kasih sudah memberitahu tentang Renata kepadaku.]Keysha tersenyum penuh kebahagiaan mengetahui Elang memercayai semua yang dikatakan. Kini dia hanya perlu menunggu dan melihat rumah tangga
Renata akhirnya sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat selama 3 hari. Dia tetap diminta bedrest sampai kondisinya benar-benar membaik dan meminimalisir kemungkinan kram lagi. “Apa sudah ada perkembangan soal memata-matai Keysha?” tanya Renata yang saat ini sedang bersama Evan di kamar. Evan mengambil vitamin dan gelas berisi air. Dia lantas memberikan ke Renata. “Sudah ada beberapa bukti, hanya saja itu tidak akan cukup untuk menjatuhkannya,” ujar Evan. Renata memilih meminum vitaminnya dulu, baru kemudian membalas ucapan Evan. “Kamu yakin akan membalasnya?” tanya Renata yang mendadak sedikit ragu. Evan terkejut mendengar pertanyaan Renata, hingga kemudian membalas, “Tentu saja, kenapa tidak?” “Apa kamu sekarang ragu?” tanya Evan balik. Renata menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Evan. “Kita sudah pernah melepasnya dengan tidak mempermalukan nama dan keluarganya atas apa yang pernah dilakukan ke kita. Lantas, setelah apa yang dilakukannya lagi, apa kita akan berd
Kondisi Renata semakin membaik. Dia sudah tidak lagi mengalami kram dan kondisi bayinya pun baik dan tumbuh sebagaimana mestinya.“Bagaimana kabar si kecilku?” Evan langsung memeluk sambil menciumi perut Renata yang mulai keras dan sudah terasa sedikit besar.“Dia merasa sesak karena ayahnya main peluk di pagi hari,” seloroh Renata kemudian diakhiri tawa.Evan gemas karena istrinya malah bercanda. Dia mencium perut Renata kemudian mencium bibir istrinya hingga berhenti tertawa.“Masih sering kencang?” tanya Evan kemudian.“Sudah tidak. Sepertinya dia semakin rileks di dalam,” jawab Renata kemudian.“Aku tidak sabar menunggunya besar, kemudian lahir,” ujar Evan kemudian.“Aku pun,” balas Renata sambil mengusap pipi Evan, lantas mencium bibir suaminya itu.“Bangunlah, aku harus menyiapkan keperluan anak-anak sekolah,” ujar Renata meminta suaminya bangun.Meski Renata tidak bisa mengantar Dhira dan Dharu, tapi setiap pagi selalu berusaha mengurus semua keperluan Dhira dan Dharu. Renata h
“Ini adalah foto dan video yang berhasil saya kumpulkan.”Orang kepercayaan Evan memberikan semua bukti yang didapat tentang perselingkuhan Keysha dan Henry.Evan dan Albert langsung melihat bukti-bukti itu, mereka benar-benar tidak menyangka jika Keysha sampai bertindak sejauh ini.“Apa Anda mau menyebar sekalian? Saya punya beberapa kenalan wartawan yang suka meliput skandal-skandal pengusaha,” kata orang suruhan Evan memberi penawaran.Evan terlihat berpikir, hingga kemudian memandang orang suruhannya.“Kamu bisa memastikan kalau aku maupun istriku tidak akan terlibat misal berita ini meledak?” tanya Evan mengantisipasi, jangan sampai informasi soal dirinya yang meminta orang menyelidik, bocor ketika skandal perselingkuhan itu menyebar.“Aman, mereka ini hanya memburu popularitas berita mereka. Mereka tidak akan membocorkan siapa yang memberikan informasi ini,” ucap orang suruhan Evan meyakinkan.“Baiklah kalau begitu, lakukan saja. Berikan apa yang diinginkan wartawan itu. Aku han