“Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Evan ke Renata. Dia menoleh Renata, menatap wanita itu yang duduk di kursi samping kemudi.Mobil mereka berhenti di bahu jalan, setelah pergi dari rumah Keysha.Renata tersenyum, menggenggam telapak tangan Evan dengan erat dan mencoba meyakinkan jika apa yang dilakukan Evan sudah benar.“Kamu sudah benar. Kamu melakukan itu bukan karena lemah, tapi banyaknya pertimbangan yang kamu pikirkan,” ujar Renata untuk melegakan hati Evan.Evan dan Renata akhirnya memutuskan untuk tidak membawa kasus itu ke ranah hukum. Selain karena kasihan ke ayah Keysha yang memohon, Evan sendiri sebenarnya malu dan merasa aneh karena seorang pria malah dijebak seperti itu.“Semoga saja, dengan kita tidak memberinya hukuman, dia mau berubah dan tidak mengulang perbuatannya. Anggap saja kita memberinya kesempatan kedua untuk berubah,” ucap Renata kemudian.Evan mempererat genggaman tangan mereka, bersyukur memiliki Renata yang bisa membuat pikirannya tenang, karena Renata
“Mbak Rena sudah tidak akan tinggal di kota ini lagi?” tanya Sesil yang sedih mendengar keputusan Renata untuk pindah ke rumah Edward.Sesil senang melihat Renata datang setelah berhari-hari ambil cuti, tapi harus kecewa ketika Renata berpamitan kalau akan pindah yang disampaikan ke seluruh guru musik yang ada di sekolah itu.Kini Renata dan Sesil berada di ruang kerja Renata karena ingin mengemas barangnya.“Iya, tapi nanti aku akan sering berkunjung ke sini. Tadi aku sudah pamit ke sekolah tempat aku mengajar juga, untuk sekolah musik ini, aku serahkan kepadamu. Tolong besarkan sekolah ini seperti milikmu,” pinta Renata ke Sesil.Sesil benar-benar akan kesepian jika Renata pergi, tapi juga tidak bisa mencegah keputusan Renata.“Aku pasti akan merindukan Mbak Rena,” ucap Sesil memeluk Renata.Renata tersenyum dan mengusap punggung Sesil.“Aku juga akan merindukanmu. Tapi nanti masih bisa telepon kalau rindu,” ujar Renata masih mengusap punggung Sesil.Sesil mengangguk-anggukan kepala
“Kita mau ke mana?” Dhira bertanya saat Renata dan Evan mengajaknya pergi bersama Dharu.Renata mengajak Dhira dan Dharu pergi tapi tidak memberitahu mau ke mana, membuat gadis kecil itu penasaran,Renata menoleh ke belakang, memandang Dhira dan Dharu yang duduk di sana.“Ke hotel, nemuin oma buyut kalian,” jawab Renata dengan senyum di wajah.Dhira bingung sampai menggaruk kepala tidak gatal, hingga kemudian kembali melontarkan pertanyaan.“Memangnya oma buyut rumahnya di hotel? Oma buyut itu siapa?” tanya Dhira lagi.“Bukan tinggal di hotel. Tapi oma dari luar kota dan sekarang ada di hotel. Oma buyut itu, omanya mama jadi kalian manggilnya bisa oma buyut atau oma saja,” ujar Renata menjelaskan.Renata dan Evan akan menikah lusa. Renata tidak mendatangi rumah Veronica karena memang sejak awal sang oma melarang datang sebab takut Kevin mengincar Renata jika tahu keduanya semakin dekat sekarang. Akhirnya Renata hanya mengabari hari pernikahannya dengan Evan melalui panggilan telepon,
“Kukira kamu di mana, karena pintu kamarmu tidak tertutup rapat.”Renata terkejut mendengar suara Evan, saat menoleh melihat pria itu sedang berjalan ke arahnya.“Mungkin tadi saat aku masuk, aku kurang menekannya,” kata Renata.Evan sudah berada di hadapan Renata, mereka kini sedang berdiri di balkon kamar.“Sedang apa?” tanya Evan kini menemani Renata di balkon.“Hanya melamun sambil menatap langit, cuacanya cerah,” jawab Renata kembali memandang langit yang bertabru bintang.Evan menatap Renata yang sedang mendongak, cantik, manis, dan baik, semua itu ada pada diri wanita yang akan dinikahinya besok.“Kupikir kamu sedang gelisah karena pernikahan kita besok,” ucap Evan.Renata menoleh dan tertawa mendengar ucapan Evan.“Untuk apa gelisah? Aku tidak sedang ingin maju berperang,” seloroh Renata.Evan tertawa kecil mendengar candaan Renata, lantas memandang langit di saat Renata masih menatapnya.“Sekarang kamu bisa lebih banyak tersenyum ketika bersamaku, ‘kan? Itu tandanya aku membe
“Oma buyut!” Dhira turun dari kursi dan berlari menghampiri Veronica yang baru saja datang.Veronica sangat baik kepada Dhira dan Dharu, sehingga sikap hangat wanita itu sangat membekas di pikiran Dhira dan membuat cucu buyutnya itu langsung akrab dengannya.Veronica langsung tersenyum melihat Dhira berlari ke arahnya. Dia membuka tangan dan Dhira langsung memeluk.Dharu juga menyusul, meraih tangan Veronica dan mencium punggung tangan Veronica yang sudah keriput.“Kalian sangat cantik dan tampan,” puji Veronica saat melihat kedua cucu buyutnya itu.“Dhira selalu cantik Oma buyut, kenapa mujinya baru sekarang,” protes Dhira sambil mengerucutkan bibir.“Kamu memang cantik, maksud oma buyut itu kamu semakin cantik lagi pakai gaun itu,” balas Dharu yang gemas karena Dhira terus saja protes.Veronica tertawa kecil dan mengusap kepala Dharu dengan lembut. “Anak cerdas.”“Oma buyut, ayo duduk sama Dhira.” Dhira hendak menggandeng tangan Veronica agar duduk bersamanya.“Oma mau ketemu mama k
“Ada apa? Kamu terlihat memikirkan sesuatu sejak tadi.” Evan menatap Renata yang terlihat tidak bahagia. “Menyesal menikah denganku? Terlambat,” seloroh Evan kemudian karena tahu tidak mungkin Renata menyesal.Renata tertawa kecil mendengar candaan Evan. Dia sudah berusaha tersenyum tapi tetap saja Evan bisa melihat kesedihannya.“Tidak ada, kamu jangan banyak berpikir. Aku hanya mengantuk karena tadi pagi bangun terlalu awal,” kilah Renata.“Yakin?” tanya Evan memastikan.Renata mengangguk-angguk mantap. Dia dan Evan duduk di pelaminan, Dhira dan Dharu sedang menikmati makanan yang tersaji di sana bersama Margaret.“Jika ada yang ingin kamu katakan, katakan saja,” ucap Evan mencoba memastikan.“Tidak ada, kamu jangan cemas,” balas Renata sambil melebarkan senyumnya.Rekan bisnis Evan ada yang memanggil dan meminta Evan turun dari pelaminan. Renata melihat itu dan meminta Evan pergi sana.“Sana pergi, jangan buat mereka berpikiran negatif tentangmu karena tidak mau menemui mereka,” uc
“Bagaimana bisa kamu memperlakukan tamumu seperti ini!” amuk wanita yang disiram air Margaret.“Kamu memang pantas mendapatkannya!” balas Margaret sengit.Pertengkaran itu mengundang perhatian orang-orang yang ada di pesta. Bahkan Renata dan Kasih yang berada di pelaminan pun terkejut melihat keributan itu. Evan berada dekat dengan Margaret, dia langsung menghampiri dan mencoba melerai sang mama berkelahi.“Ma, tenanglah,” kata Evan sambil berdiri di hadapan sang mama agar tidak menyerang wanita tadi.Edward mendekat dan mencoba ikut menenangkan sang istri.Margaret mencoba menahan diri. Dia tidak terima wanita itu mengatai Evan pemerkosa.“Ada apa sebenarnya, Ma? Kenapa Mama harus semarah ini?” tanya Edward sambil menahan istrinya.Wanita yang terkena siram tadi pun kesal, wajahnya basah begitu juga dengan pakaian mahalnya.Margaret ingin sekali mengatakan jika wanita itu sudah menjelekkan Evan, tapi jika dia meluapkan saat itu juga, maka semua orang akan ikut berpikiran negatif. Hin
“Kenapa? Jangan menatapku seperti itu.” Evan malah merasa aneh mendapat tatapan sendu dan iba tapi juga bercampur sesuatu yang membuatnya merinding.“Memangnya aku menatap bagaimana? Aku hanya menatap suamiku yang sangat dewasa dan bisa berpikiran tenang. Tidak sepertiku yang langsung memasukkan ke dalam hati,” ujar Renata menjelaskan maksud tatapannya.Evan berdeham mendapat pujian dari Renata. Pernikahan mereka terlaksana dengan sebuah insiden di dalamnya, membuat kenangan buruk masuk di antara kenangan manis akan pernikahan.“Masih sedih?” tanya Evan saat melihat Renata tersenyum.Renata menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Evan, bahkan dia mencoba melebarkan senyumnya.Mengetahui istrinya sudah tidak sedih dan murung seperti tadi. Evan menarik tangan Renata dan menjatuhkan hingga berbaring di ranjang.“Van!” pekik Renata yang terkejut.Evan menggunakan kedua tangan untuk bertumpu di kasur. Dia berada di atas tubuh Renata dan menatap wajah sang istri yang terkejut.“Sudah tida
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan