Kenzo pusing mencari Yasmin ke mana lagi, tapi kali ini ia mendatangi rumahnya karena Kenzo berpikir mungkin saja Mommy dan Daddy-nya mengatakan Yasmin tidak di sana karena mereka sengaja ingin agar Kenzo datang ke sana. Dan akhirnya kini Kenzo datang ke rumah kedua orang tuanya. Mommy Alana terkejut bukan main saat ternyata Yasmin benar-benar menghilang. "Bagaimana bisa terjadi, Kenzo?! Apa yang terjadi, hah?! Ada apa di antara kalian ini sebenernya?! Apa kau belum sembuh dari kelakuan burukmu, Kenzo!" teriak Alana sangat marah pada Kenzo. "Mom, ini semua tidak seperti yang Mommy bayangkan!" pekik Kenzo kesal. "Lalu, bagaimana bisa Yasmin pergi dan kau sendiri sebagai suaminya tidak tahu ke mana istrimu berada di mana!" amuk Alex menatap putranya dengan penuh amarah. Kenzo diam, ia mengusap wajahnya. Kedua orang tuanya pun diam sejenak, memang mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi mereka berdua juga tidak menyangkal dengan kelakuan putranya yang membuat keduanya k
Kenzo menyusul Yasmin datang ke apartemen milik Kenzi, setelah dipermalukan dan ditegur habis-habisan oleh Kenzi, kini Kenzo menjemput Yasmin dan membujuknya untuk diajak pulang. Begitu sampai di apartemen milik Kenzi, di sana Kenzo mengetuk pintu di hadapannya sampai pintu itu benar-benar terbuka dan menampakkan Yasmin yang terlihat baru saja menangis, wajah sembab, memerah, dan sesenggukan. "Yas... Kenapa?" Kenzo masuk ke dalam, laki-laki itu hendak menangkup kedua pipi Yasmin sebelum kedua tangan Kenzo ditepis olehnya. "Harusnya aku yang tanya, kenapa kau ke sini?" tanya Yasmin mundur dan mencoba menjaga jarak dengan Kenzo. "Kau kan sibuk, harusnya kau berada di kantor saja." Berucap sedemikian rupa, selembut mungkin menekan dalam-dalam emosinya. Yasmin masih ingin marah dan menangis sekeras-kerasnya. Kenzo berjalan mendekati, ia hendak mencekal kedua pundak Yasmin, tapi gadis itu mundur lagi dan terus menghindar."Kenapa kau tidak pulang? Kenapa kau malah bersembunyi di sini?
"Dia mengajakku bercerai." Kenzo mengucapkan kata itu dengan suara berat. Satu tangannya meletakkan botol wine di atas meja keramik di teras rumah Mahesa. Sang sahabat lantas menoleh cepat dengan wajah tak percaya. "Kau tidak bercanda, kan?!" pekik Mahesa kaget. Kenzo menggeleng pelan. "Tidak Sa, aku bukan bocah yang suka bercanda, kau tahu!" sinisnya. Mahesa terdiam, Kenzo kini setengah mabuk dan ia terus meracau ingin memperbaiki semuanya. Kenzo sesungguhnya masih sayang pada Yasmin, tapi ia terus mengingat bagaimana Yasmin bertemu dengan Jeff bersembunyi darinya. "Kau itu bodoh Ken, kau sudah tahu alasan kenapa Yasmin bertemu dengan Jeff, tapi kau masih sulit untuk percaya pada istrimu sendiri." "Heem, aku bodoh sekali, Sa..." Kenzo kini memejamkan kedua matanya dan duduk bersandar mendongak menatap langit-langit. "Di mana Yasmin sekarang?" "Apartemen Kenzi." Sudah Mahesa duga kalau Yasmin ada di sana. Laki-laki itu yang meminta pada Kenzi untuk membawa Yasmin ke tempat y
Yasmin datang ke rumah megah kedua orang tua Kenzo, di sana ada kedua Ayumi yang langsung menyambutnya. Gadis itu mengajak Yasmin ke kamarnya dan ternyata Ayumi bersama para pembantu di sana sudah menyiapkan kamar untuk Yasmin. Memang dari awal-awal terbuat bagi Alana menjemput Yasmin untuk diajaknya pulang ke sana. "Kak Yasmin jangan sedih-sedih ya kalau di sini, tenang saja... Okay?!" Ayumi memeluk Yasmin dan mereka rebahan di atas ranjang. "Heem," jawab Yasmin mengangguk. "Badanku sakit semua, Ayumi..."Ayumi terkekeh. "Kakak kelelahan. Kalau di sini Kakak bisa istirahat total, dan Mommy pasti akan selalu memperhatikan kita, tenang saja!"Selain baik, Ayumi memang sering memberikan kata-kata penenang untuk Yasmin. Tidak elak kalau ipar suaminya itu memang gadis baik dan berhati lembut. Tiba-tiba saja Ayumi mengulurkan tangannya menyentuh perut Yasmin, lalu gadis itu menyentuh perutnya sendiri. Bibir Ayumi tiba-tiba cemberut. "Perutku belum sebesar ini, kapan ya besarnya?" Ayum
"Kau masih minum vitaminnya kan, Yas? Mereka harus mendapatkan banyak vitamin, mereka ada dua bayi, jadi kau harus terus sehat!"Dokter Lizi menatap Yasmin dengan ekspresi cemas. Yasmin hanya menganggukkan kepalanya saja, ia memang tidak pernah lupa meminum vitamin yang dokter itu berikan. "Bagus, jangan sampai lupa ya, jangan berpikiran yang berlebihan, jangan mudah lelah dan bersedih," tutur dokter perempuan itu sekali lagi. Mendengar penuturannya, Yasmin hanya diam dan tertunduk, rasa senang, sedih, bercampur menjadi satu saat dia tahu nantinya ia akan punya dua anak sekaligus. Bagaimana ia tidak sedih kalau semua yang terjadi padanya begitu kejam dan nyata. "Apa kondisi Yasmin baik-baik saja Liz?" tanya Alana pada dokter perempuan itu.Dokter Lizi membalasnya dengan senyuman dan mencekal lengan Alana. "Iya Tante, jangan khawatir." Lizi berdusta. "Ya sudah, Yasmin istirahat dulu ya..." Alana mengusap pucuk kepala Yasmin. "Iya Mom." Yasmin kembali berbaring di atas ranjang. G
"Kenapa kau mendadak menjadi begitu perhatian begini?" Yasmin menatap Kenzo dengan tatapan curiga, sepertinya Yasmin sudah enggan untuk mengambil hati Kenzo seperti di awal-awal. Ia sudah lelah. Laki-laki itu tetap menatap semangkuk makanan yang ia bawa dan ingin ia suapkan pada sang istri. "Kenapa memangnya, kau kan istriku." Jawaban yang cukup dingin. "Karena kasihan ya?" Kenzo menatap kedua mata Yasmin yang kini dingin menyorotnya. "Karena aku mau, karena kau istriku dan ada anakku bersamamu," jawab Kenzo mengulurkan tangannya dan memberikan sesuap salad buah yang ia bawa. Yasmin menerima suapan itu, ia memakannya pelan dan diam sejenak menghela napas. "Kau nyaman di sini?" tanya Kenzo tiba-tiba. "Sebenarnya aku ingin sendirian, tidak bergantung pada siapapun, termasuk keluargamu. Sebenarnya aku malas sekali melihatmu," jawab Yasmin berterus terang."Yasmin-"Ucapan Kenzo terhenti, ponsel laki-laki itu berdering. Ia pun meletakkan mangkuk salad yang ia bawa di atas nakas d
Setelah membicarakan semuanya pada Alana, Yasmin tetap pulang bersama Alana. Wanita itu teguh memeluk Yasmin dan ia tidak akan membiarkan Yasmin hidup sendirian dalam keadaan seperti ini. Dan Yasmin sudah berjam-jam memikirkan, menimbang-nimbang keputusannya. Ia tengah duduk di bangku teras taman bersama dengan Ayumi. "Kakak yakin mau pergi dan tinggal sendiri?" tanya Ayumi cemberut memegangi lengan Yasmin. "Yakin. Sebelumnya aku juga tinggal sendirian kok, jadi... Eumm, tidak perlu cemas, Ayumi!" Yasmin terkekeh melihat ekspresi sedih Ayumi. "Pasti gara-gara Kak Kenzo kan?" "Sampai kapanpun aku tidak mau banyak menyalahkan dia. Kesalahan ini diciptakan bersama-sama, aku tidak suka salah salahan," jawab Yasmin. "Kak Yasmin baik sekali sih..." Ayumi memeluk Yasmin. Selama di sini, Yasmin memang tidak pernah kesepian sama sekali. Adanya Ayumi yang menemaninya, Alana yang begitu perhatian, Alex yang sama perhatian, dan Kenzi yang selalu kontrol bertanya ini itu tentang hari-hari Y
Pagi-pagi sekali, Yasmin pulang ke rumahnya diantarkan oleh Kenzi dan juga Alana. Lantaran Alex semalam sudah pergi ke luar kota untuk urusan bisnis. Kenzi awalnya protes tidak mengizinkan saudari iparnya itu pulang dan tinggal sendirian. Lebih lagi setelah ia melihat kondisi tempat tinggal Yasmin saat ini. "Ka-kau serius akan tinggal sendirian di sini, Yas?!" pekik Kenzi menatap kedua mata Yasmin yang berkilatan. Yasmin mengangguk kecil. "Iya Kenzi, aku mau tinggal sendiri saja." Wajah Kenzi menjadi begitu sedih, laki-laki itu mencekal kedua pundak Yasmin dan dipeluknya. Bagaimanapun juga, Yasmin sudah seperti saudaranya sendiri. Di samping Yasmin, Alana diam sama sekali tidak mengatakan apapun lagi. Mungkin setelah ini akan marah pada anaknya, pada suaminya, dan Alana akan melampiaskan kekecewaan di hatinya pada siapapun di rumah. "Kalau ada apa-apa kau bisa menghubungiku, aku selalu ada dua puluh empat jam penuh untukmu!" seru Kenzi menangkup satu pipi Yasmin. "Aku akan serin
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu