Hari ini adalah hari yang sangat penting untuk Kenzi dan Ayumi, mereka mendahului Kenzo dan Yasmin. Sepertinya memang cita-cita Kenzi ingin menjadikan gadis yang ia cintai sejak kecil telah terwujud. Mereka juga sangat serasi, Ayumi sangat cantik hari ini. Dan dia juga sudah berstatus menjadi seorang istri dari Kenzi.Kali ini Kenzo masuk ke dalam kamar di mana Kenzi dan Ayumi berada, mereka hanya bertiga saja di sana. Sedangkan semua orang berada di bawah, tengah mengadakan pesta. "Selamat ya, kalian berdua," ucap Kenzo pada kembarannya dan juga gadis yang sempat Kenzo sukai. "Iya, kau cepat menyusul kami," balas Kenzi menepuk pundak sang kembaran. Kini Ayumi tersenyum manis pada Kenzo, gadis itu mengulurkan kedua tangannya hingga Kenzo memeluknya dengan sangat erat. "Selamat ya, Ayumi..." Ayumi mengangguk, pelukan itu cukup lama hingga Kenzo menyadari kalau Ayumi menangis. Mungkin Ayumi mengingat segala hal tentang Kenzo. Betapa Ayumi dulu menyayangi laki-laki ini hingga ia m
"Kak, ki-kita pulang ke mana? Ke a-apartemen ya?" Ayumi bertanya pada Kenzi. Pasalnya malam ini Ayumi merengek minta pulang, dia tidak mau tidur di hotel. Ayumi tidak kunjung bisa tidur, meskipun malam ini adalah malam pertamanya. "Kita pulang ke rumah, Sayangku," jawab Kenzi tersenyum pada istrinya. "Ru-rumah Daddy?" Kenzi kembali terkekeh. "Kenapa malah ke rumah Daddy? Tentu saja ke rumah kita sendiri. Kita kan sudah punya rumah, sebelum menikah, aku sudah membeli rumah untukmu," jelas Kenzi. Ayumi menatapnya tanpa berkedip, Kenzi membelikan rumah untuk Ayumi dan dirinya tempati berdua?Gadis itu tersenyum manis, dia sangat senang dengan hari ini. Mungkin hal ini menjadi hal yang tidak pernah Ayumi sangka-sangka seumur hidupnya. Hingga cukup beberapa menit lamanya Kenzi dan Ayumi sampai di sebuah rumah. Bangunan megah di kawasan pemukiman elit. "Ayo turun, kita sudah sampai di rumah," ajak Kenzi mengulurkan tangannya pada Ayumi.Ayumi pun langsung turun, mereka berdua berjala
Kenzo malam ini pulangke apartemen, meskipun awalnya Yasmin meminta Kenzo untuk pulang ke rumahnya dan beristirahat, namun kenyataannya ia tidak setega itu meninggalkan Yasmin di apartemen sendirian. Laki-laki itu sudah sampai di apartemen, Kenzo menekan bell sampai pintu apartemennya terbuka dan Yasmin menunjukkan wajah kaget saat melihat Kenzo pulang. "Loh kok sudah pulang? Kenzo harusnya istirahat," ujar Yasmin berjalan masuk ke dalam sana. "Aku tidak bisa tidur, aku takut kau sendirian di sini," ujar Kenzo mengembuskan napasnya pelan. "Aku tidak tega meninggalkan dirimu di rumah sendirian, Sayang." Mereka berjalan masuk ke dalam kamar, Yasmin pun langsung duduk di atas ranjang dan memperhatikan Kenzo yang tengah membuka mantel hitamnya. "Mau aku buatkan teh dulu, atau apa dulu sebelum tidur?" tawar Yasmin dengan sangat perhatian. Nyatanya Kenzo membalasnya dengan senyuman yang manis. "Yasmin, perhatianmu padaku mengalahkan seorang istri yang sesungguhnya. Aku tidak salah mem
Setelah semalam Yasmin menceritakan betapa bahagianya dia mengenal kedua orang tua Kenzo lebih dari orang tuanya sendiri. Dan pagi ini ia meminta antar pada Kenzo ke tanah pemakaman Mamanya. Sejak malam tadi, Yasmin juga tidak menunjukkan wajah sedihnya, dia banyak tersenyum, dan semakin manja pada Kenzo. "Ayo, kau tidak takut kan?" Yasmin menatap Kenzo yang menatap ngeri tanah pemakaman di depan sana. "Tentu saja tidak, kan ada orang yang menjaganya," ujar Kenzo tersenyum. Yasmin terkikik geli, mereka langsung keluar dari dalam mobil. Genggaman tangan Yasmin terasa erat pada telapak tangan Kenzo. Gadis itu berjalan mendekati sebuah satu makam dan menekuk lututnya di sana. Ia tersenyum tipis dan meletakkan sebuah buquet bunga di sana. "Ma..." Yasmin tersenyum. "Mama, Yasmin ke sini dengan seseorang." Gadis itu menatap Kenzo yang merangkulnya dan Yasmin tersenyum lagi meskipun kedua matanya berkaca-kaca. Tangannya mengusap batu nisan makam sang Mama. "Dia laki-laki pertama yan
Jam menunjukkan pukul satu dini hari, Kenzo tidak kunjung tidur. Ia mengerjakan beberapa tugas kantornya yang tidak ada usainya. Laki-laki itu mulai menyukai tinggal di galery yang seukuran rumah, di sana ia merasakan kesederhanaan yang bahagia. Asal bersama Yasmin. Kenzo duduk di sofa depan dan mendongakkan kepala memijit pangkal hidung mancungnya."Sudah pukul satu, cepat sekali," cicitnya kesal. Laki-laki itu menutup laptopnya dan berjalan menatikan penerangan sebelum melangkah masuk ke dalam kamar. Di sana, Yasmin yang tengah terlelap memeluk mentel milik Kenzo. "Gadis ini," lirih Kenzo mengembuskan napasnya pelan. Perlahan Kenzo mendekati Yasmin, dia melepaskan kemejanya dan tidak membalut tubuh atasnya dengan kain sama sekali, hanya celana panjang hitam saja yang Kenzo pakai sebelum bergabung di ranjang yang sama dengan Yasmin. "Benarkan tidurmu, Sayang," bisik Kenzo membenarkan posisi Yasmin. Gadis itu melenguh pelan dan merenggangkan otot tangannya seraya membuka berat
Sepanjangan perjalanan, Yasmin banyak diam dan dia tidak mengatakan apapun. Kenzo tahu perasaan Yasmin saat ini pasti sedang tidak nyaman. Gadis itu mengembuskan napasnya pelan dan menoleh pada Kenzo. "Aku tahu, kau yang membebaskan Kakak, kan?" tanya Yasmin menatap Kenzo. "Heem, karena itu doamu, kan? Jangan bilang tidak kalau aku tahu." Yasmin mengusap air matanya. "Tapi kalau tiba-tiba saja dia berbuat sesuatu yang macam-macam bagaimana?" tanya Yasmin menangis, gadis itu benar-benar menangis. "Kakakku itu bengis, bisa saja dia tidak ada kapoknya dan malah akan berbuat jahat lagi, bagaimana Kenzo?" Kenzo pun menepikan mobilnya, ia menatap Yasmin lekat-lekat. Diusapnya pipi Yasmin yang basah karena air mata. "Tidak, tidak akan ada yang menyakitimu Yas. Kedepannya kau akan selalu baik-baik saja, percayalah!" Kenzo menggenggam telapak tangan Yasmin. "Aku selalu meminta semua orang-orangku untuk menjagamu saat kau ada di luar, jangan khawatir, ya?" "Kalau kau sendiri yang diincar
Hari Minggu subuh, Yasmin terbangun karena mendengar suara hujan yang sangat deras di luar. Gadis itu menatap jendela yang tertutup gorden dan Yasmin ingin melihat sederas apa hujan turun hari ini. Gadis itu mengembuskan napasnya pelan. Ia mengusap punggung tangan Kenzo yang melilit kuat pinggangnya. "Mau ke mana? Tidur saja," racau laki-laki itu menarik Yasmin kian erat dalam dekapannya. "Di luar sepertinya hujannya sangat deras, aku takut," lirih Yasmin. Kedua mata Kenzo terbuka, laki-laki itu menyibak selimutnya dan menutupkan pada tubuh istrinya. Ditatap wajah Yasmin yang putih pucat. Kenzo mengusap pipi Yasmin dan merapikan rambutnya di dahi sebelum satu kecupan mendarat di bibir tipisnya. Hal itu membuat Yasmin cemberut dan tentu saja menyukainya. Tiba-tiba saja Yasmin memeluk tubuh Kenzo dan merapatkan diri seperti anak kecil yang tengah ingin sekali bermanja-manja. "Kenapa? Lapar?" tanya Kenzo mengusap pucuk kepala gadis itu. "Sedikit, tapi nanti saja. Aku masih malas t
"Aku pergi dulu, hati-hati kalau sendirian ya," pamit Kenzo keluar dari dalam galery dan melambaikan tangannya pada Yasmin. Gadis itu mengangguk, tersenyum lebar dan manis pada sosok laki-laki paling baik yang pertama kali Yasmin temui. Suaminya sendiri. Mobil Kenzo sudah pergi belalu, Yasmin kembali masuk ke dalam galery, dia menata banyak bunga dan tanaman hias lainnya di dalam toko sampai sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan galery. Senyuman lebar Yasmin terukir saat tahu Ayumi yang tengah diantarkan ke tokonya oleh Kenzi. "Kak... Kak Yasmin!" pekik Ayumi masuk ke dalam galery. "Ayumi...!" Yasmin langsung berlari mendekati Ayumi dan memeluknya. "Kenapa ke sini tidak ngabarin Kakak? Tahu begitu Kakak masakin dulu yang banyak!" "Ti-tidak usah Kak, Ayumi bawa makanan kok. Nanti kita makan bareng ya, Kak," ujar Ayumi meletakkan paper bag besar yang ia bawa di atas meja. "Iya, taruh saja di sana. Kakak masih ada beberapa pekerjaan lagi yang harus diselesaikan." "Ayumi bantu!
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu