Pagi hari udara terasa begitu sejuk di villa ini. Andrea sudah menyiapkan beberapa makanan untuk si kembar sebelum mereka berangkat ke sekolah. Beruntung kemarin mereka baru berbelanja perlengkapan sekolah sehingga si kembar tidak perlu pusing dan Andrea tidak perlu kerepotan mencari kembali. Di meja makan tampak si kembar saling melirik, kedua yang terbiasa berbicara menggunakan tatapan sehingga Andrea yang mengerti situasi pun berdeham untuk memecah kebisuan. "Apakah ada yang tidak kalian sukai? Katakan pada Mama," tanya Andrea kemudian dia memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya. "Itu Ma, Kak Levin ingin bicara," sahut Luvina.Andrea hampir saja menyemburkan roti yang ada di dalam mulutnya sebab putri kecilnya itu selalu saja pandai berkelit dan membuat kakaknya berada dalam masalah. Luvina sangat pandai membuat Levin terjebak dan harus bertanggung jawab dengan apa yang telah dia lakukan.Levin mendengus kemudian dia menatap Andrea dan berkata, "Mengapa kita tinggal di sini,
Levin dan Luvina keluar dari kelas sambil berbincang sesuatu yang tak jelas. Begitu keduanya berada di luar, tatapan mereka tertuju pada kedua orang tuanya yang terlihat akrab sedang tersenyum pada mereka. Luvina melirik Levin kemudian kakaknya itu menganggukkan kepala. Gadis kecil itu bergegas berlari untuk masuk ke dalam pelukan Elov yang sudah merentangkan kedua tangannya sambil membungkukkan tubuhnya. Levin sendiri berjalan ke arah Andrea. Dia menggelengkan kepalanya sambil menatap ayahnya yang sedang mencium wajah Luvina dengan begitu gemas. "Aku hanya nggak menyangka mengapa Papa begitu bodoh sampai-sampai mengekspos wajahnya di sekolah ini. Apakah Papa lupa jika Papa mantan Aktor terkenal?" Di detik itu juga Andrea dan Elov tersentak, mereka baru menyadari situasi saat ini jika saja Levin tidak menegurnya.Benar saja, sejak tadi banyak pasang mata yang terus menatap mereka, rupanya karena kehadiran Elov yang begitu mencolok dan sekarang mereka bahkan mengumbar kemesraan, se
Lusiana tiba di rumah orang tuanya, dia tidak segera kembali ke rumahnya bersama Damian sebab dia harus membicarakan tentang pertemuan tak disengaja dia dan Andrea.Wanita itu terlihat semakin cantik dari terakhir kali dia terlibat menyeret kopernya dari rumah ini. Lusiana sangat takut jika kelak Damian dan Andrea akan bertemu kembali maka suaminya itu pasti akan sangat mencintai dan memuja Andrea.Rumah orang tuanya adalah tempat paling aman untuk dia kembali dan mengeluarkan keluh kesahnya. Langkah Lusiana berhenti di depan pintu kamar orang tuanya. Tanpa mengetuk pintu dia langsung masuk sebab tahu Harry Ammann masih berada di tempat kerja saat ini."Ibu ...."Wanita yang panggil ibu itu segera menoleh. Dia tadi sedang sibuk dengan ponselnya sehingga tidak sadar jika putri kesayangannya sudah berada di dalam kamar."Mengapa wajahmu terlihat sangat suram?"Bergegas Lusiana duduk di samping ibunya kemudian dia membuang napas lelah."Bagaimana ini Ibu? Aku takut Kak Dam akan meninggal
"Lapor Tuan Besar, sepertinya keberadaan kami telah dicurigai. Kami bahkan tidak bisa mendapatkan satu informasi pun. Tuan Muda sangat hati-hati."Brandon meremas ponselnya. Dia sudah tahu seperti apa perangai Elov, semua tidak akan mudah jika bukan dia sendiri yang mendatanginya."Mundur. Orang-orang Elov bisa menangkap kalian.""Baik Tuan Besar."Brandon memikirkan ucapan Geez, dia menjadi semakin penasaran wanita mana yang berani masuk ke dalam kehidupan putranya bahkan sampai tinggal serumah. Dia hanya khawatir Elov akan salah melangkah lagi seperti dulu saat memilih Celine. Putranya itu sangat polos dalam memilih pasangan."Tidak ada cara lain, aku harus mendatanginya ke rumah."Brandon menghela napas, dia teringat pada saat dia mendatangi rumah anaknya itu beberapa hari yang lalu tetapi Elov segera menyuruhnya pergi ke perusahaan. Seharusnya sejak saat itu dia mencurigai gelagat anaknya, seharusnya dia tahu ada yang coba Elov sembunyikan darinya...."Awasi pergerakan mereka, ak
Harry pulang dalam keadaan lesu, seharusnya dia sudah memiliki pengganti untuk mengurus perusahaan tetapi karena Andrea sudah tiada dan Lusiana tidak mau kerja, dia harus mengurus segalanya sendiri. Padahal, dia menjadikan Damian sebagai menantu agar lelaki itu mau membantu mengurus perusahaannya tetapi Damian enggan dan lebih sibuk mengurus perusahaan keluarnya meskipun dia memiliki satu akak yang sudah mengambil alih."Sayang, mengapa kamu sangat lesu?"Joana mengambil tas kerja suaminya kemudian dia merangkulnya lalu membawanya duduk di sofa. Tangan Joana meraih dasi Harry dan membatu melepaskannya. Dia tersenyum melihat wajah lelah sang suami."Pekerjaan di kantor semakin banyak, andai saja Lusiana mau meluangkan waktu untuk membantuku," ucap Harry, dia membalas senyuman mnis istrinya yang selama ini setia dan sabar menghadapi dirinya."Aku akan bicarakan ini dengan Lusi. Dia memang lebih banyak bermain daripada memikirkan perusahaan yang seharusnya dia kelola. Akan lebih baik ji
Tubuh Lusiana menegang, dia tidak menyangka Damian akan sampai di rumah ini dan mendengar percakapan mereka. Harusnya mereka membahas Andrea di ruang tertutup bukan di ruang terbuka seperti ini."Tolong katakan siapa yang masih hidup dan siapa yang akan bercerai?" ulang Damian.Harry menghela napas berat kemudian dia meminta Damian untuk ikut duduk. Sebagai kepala keluarga dan sebagai ayah yang harus melindungi putrinya, Harry tidak ingin masalah ini sampai melukai Lusiana."Sebelum Ayah menjawab pertanyaan mu itu, katakan pada Ayah apakah kamu bahagia menikah dengan Lusi?"Pertanyaan Harry membuat Damian terdiam. Jika ditanya apakah dia bahagia, dia sama sekali tidak merasakan apapun. Entah dia merasa senang atau tidak senang, dia tidak tahu.Diamnya Damian membuat Harry tersenyum kecut, sepertinya dia telah salah menikahkan Lusiana dengan Damian hanya demi kepentingan bisnis semata. Putrinya tidak hidup dengan baik, lebih tepatnya dia tidak benar-benar bahagia menjalani pernikahan i
Finn menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Elov yang sejak tadi terus tersenyum memainkan pena yang seharusnya dia gunakan untuk menandatangani setumpuk berkas di hadapannya itu.Finn mengakui dia lebih senang melihat sikap Ubay yang seperti ini dibandingkan Ubay yang murung dan bersikap dingin tak tersentuh. "Fokuslah bekerja, jangan hanya mengataiku di dalam hati."Finn tersedak ludahnya sendiri mendengar teguran Elov. Kadang dia merinding sendiri ketika Elov sering kali bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.'Jangan-jangan Elov bisa membaca pikiran,' gumam Finn dalam hati."Aku bukan pembaca pikiran dan bukan cenayang, wajahmu itu yang menunjukkan jika kamu sedang mengataiku dalam hati," sambar Elov yang semakin membuat Finn merinding."Tapi Anda sejak tadi tidak memperhatikanku," ucap Finn dengan suara yang sedikit dikecilkan.Elov mendengus kemudian dia kembali fokus pada pekerjaannya. Finn pun melakukan hal yang sama, sesekali Finn melirik Elov yang terlihat sangat serius.
Tubuh Brandon bergetar mendekati dua anak yang memiliki wajah yang serupa meskipun berbeda jenis kelamin. Mulutnya terkunci begitu rapat saat netra mereka saling bertemu, warna biru keabu-abuan itu persis seperti miliknya.Sekarang, meskipun seluruh dunia menentang dan tidak setuju dengan pernyataannya tetapi dia sangat yakin dua bocah yang ada di hadapan yang ini adalah cucunya. "Siapa namamu, Nak?" tanya Brandon yang akhirnya berlutut di hadapan luvina dan Levin.Levin menarik Luvina yang hendak membuka suara. Dia terlampau waspada hingga membuat Brandon tersenyum tipis. Sudah sangat lama dia menantikan pewaris yang mewarisi semua kekayaan bisnis dan juga sifatnya tentu saja. Melihat Levin yang begitu waspada terhadap orang asing membuatnya merasa bocah itu adalah penerus dirinya. "Jangan takut, aku akan memperkenalkan diriku agar kalian tidak menganggapku sebagai orang asing. Bukankah kita memiliki warna bola mata yang sama?" ucap Brandon berusaha bersikap lembut. Jantungnya ber