Pemberitahuan penting!
Halo teman-teman, sebelumnya aku mohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini ya?Pemberitahuan penting untuk para pembaca, khususnya untuk yang sudah membaca Buku Anak Jenius ini dari bab 1-13 pada tanggal 1 Oktober ini, bahwa ada perubahan plot dan tambahan bab serta konflik dari bab awal.Jadi, bagi kalian yang sudah membaca dari bab 1-13 di tanggal 1 Oktober, kalian bisa mengulang dari bab awal untuk mengetahui perubahannya agar tidak bingung saat membaca lanjutan dari buku ini.Setelah selesai di bab 13, kalian bisa loncat ke bab 19, karena bab ini yang menjadi sambungan dari bab 13.Kok bisa jadi ribet seperti ini sih Kak Any?Sebenarnya bukan ribet, ini memang murni keteledoran saya. Saat update, ada beberapa bab yang mengandung konflik, tertinggal atau terlewatkan untuk di update. Jadi mau tidak mau harus dilakukan revisi ulang lagi dan ubah beberapa plot agar bab yang tertinggal bisa di masukan.Mohon maaf atas ketidaknyamanan ya kak, insyaallah saya tidak akan mengulangi kesalahan seperti lagi.Kalian bisa ulang lagi kok dari awal bab 1-13 tanpa mengeluarkan koin lagi bagi yang sudah membaca. Dan plot serta konflik yang tertinggal lebih seru dari sebelum di revisi.Salam hangat dan semoga betah!Nathan masih menatap wanita yang ada di hadapannya itu. Amala pun sama halnya, dia menatap cukup tajam pada Nathan. Awalnya setelah Glen pergi, dia ingin segera membahas masalah Glen pada pria ini. Tapi Amala tidak menyangka jika pria ini malah menyinggung kejadian beberapa malam yang lalu. Dan itu benar-benar membuatnya malu."Nona Amala, sebelum pertemuan kita ini, bukankah kita sudah pernah bertemu dua kali? Seharusnya begitu. Meskipun pertemuan pertama kita tidak saling mengingat, tapi kamu pasti masih mengingat pertemuan kita yang terakhir bukan?"Wajah Amala memerah, dia paham apa yang sedang dibicarakan Pria ini. Yang dimaksud dua kali bertemu, sudah pasti itu adalah kejadian di malam enam tahun yang lalu dan terulang lagi beberapa malam yang lalu."Ya, anda benar. Tapi, di kedua pertemuan itu, kamu telah membuat masalah dalam hidupku."Nathan sedikit menaikkan alisnya. "Masalah? Aku bahkan tidak mengerti apa yang terjadi pada dirimu di kedua pertemuan itu. Yang ku ingat, saat p
Sebenarnya saat mengatakan itu, Amala sadar jika dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan Nathan.Pria di hadapannya ini adalah Pria hebat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat. Kekuatan Perusahaan Dexon tempatnya bekerja saja bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Perusahaan milik pria ini. Dirinya hanya seperti daun kering di hadapan pria ini. Tapi memikirkan harta paling berharga yang menjadi satu-satunya miliknya akan diambil, Amala tidak bisa menerima. Dia tidak akan peduli dengan ancaman seperti apapun. Bahkan nyawanya pun akan ia pertaruhkan.Saat ini Erin sudah berada di depan pintu bersama Glen. Dia terkejut mendengar teriakan Amala. Selama ini, begitu banyak wanita yang menggilai bosnya. Wanita-wanita yang bahkan rela merendahkan harga diri demi bisa mendekati Bosnya.Erin merasa sangat heran, baru kali ini ada wanita yang berani meneriaki Presiden bahkan mengatakan jika membenci presiden. Saat ini Glen sudah membuka pintu dan masuk. Nathan terkejut. Dia t
Kali ini Glen tidak ingin menurut pada ibunya. Dia tidak mau ikut pulang dengan Amala. Dia cukup pintar untuk menebak jika ibunya pasti akan mendapatkan kesulitan di tempat kerjanya. Karena semalam, tanpa sengaja Glen mendengar ibunya berbicara dengan Nyonya Wilan ditelepon. Ibunya mengatakan jika Klien yang akan ditemui kali ini adalah orang dari perusahaan Anderson. Glen masih ingat siapa orang yang dibicarakan ibunya itu. Dia adalah orang yang pernah menindas ibunya tempo lalu saat bertemu di tempat kerja ibunya. Dan hari ini Glen benar-benar ingin melindungi ibunya agar tidak bersedih atau ditindas oleh orang lain lagi. Apalagi saat ini Glen merasa sudah ada Nathan Alazka. Orang paling berpengaruh dan kuat, dan dia adalah ayahnya. Ayahnya pasti bisa melindungi ibunya. Itulah alasan Glen kenapa dia sangat ingin mereka bersatu. Bagaimana pun caranya.Memikirkan itu, Glen tiba-tiba berjalan cepat ke arah Nathan dan bergelayut di lengan ayahnya.Nathan menoleh, melihat mata putranya
Sejenak, Amala tersadar. Lalu dia menarik nafas panjang dan mengatur emosinya. Dia mulai bisa tenang kemudian menyapa mereka dengan sopan."Selamat siang, Nyonya Nathalie dan Tuan Khale. Maaf, aku terlambat." Amala cepat duduk di kursi tanpa disuruh. Tepat di hadapan mereka terbatas meja. Amala ingin berbicara baik-baik dan menjelaskan alasan keterlambatannya. Tetapi sepertinya mereka memang sudah siap untuk sengaja mencari kesalahan Amala."Nyonya Amala Knight, sekarang kamu adalah seorang direktur desainer. Menurutmu, apakah pantas membuat seorang klien menunggu sampai terlalu lama seperti ini untuk pertemuan penting?" Nathalie bertanya dengan nada dingin."Hentikan sayang. Percuma berbicara dengan orang bodoh seperti dia. Dia tidak akan paham masalah bisnis, dia hanya paham dengan hal perzinahan saja." Khale cepat menyahut, memutar wajah Nathalie dan memandangi penuh kasih sayang. Lalu melirik dengan tatapan jijik ke arah Amala.Amala sangat sedih rasanya. Tidak ada lagi tatapan ha
Saat ini, Nathan dan Glen sudah berada disana. Ketika melihat ibunya menangis, Glen langsung bertanya, "Mama, kenapa kamu menangis? Apa mereka berdua itu orang jahat yang telah menindasmu?" Glen segera melihat dua orang yang duduk di depan ibunya.Nathalie langsung melihat Glen, dia ingin marah pada anak itu. Tapi dia melihat ke arah pintu dan menemukan pria yang berdiri di belakang Anak itu. Tampilan pria dengan jas abu-abu yang penuh aura wibawa. Begitu tampan dan mempesona.Orang-orang yang berada di sana juga langsung melempar pandangan pada pria itu dengan tatapan kagum dan senang.Nathalie terkejut, tidak mungkin dia tidak mengenal siapa pria itu. Tapi dia berpikir, untuk apa Presiden dari perusahaan Alazka juga berkunjung kemari? Atau dia sengaja datang untuk membahas kerjasama dengan Perusahaan Anderson yang memang telah terjalin beberapa waktu yang lalu.Rupanya Nathalie tidak menyadari jika Nathan tadi datang bersama Glen.Amala yang melihat Nathan datang bersama Glen langsu
Sebelum Khale benar-benar meninggalkan ruangan, Nathan menghentikan langkahnya. "Tunggu dulu, Tuan Khale."Terpaksa, Khale berhenti begitu juga dengan Nathalie. Mereka terdiam, menunggu Nathan mengatakan sesuatu.Nathan tidak langsung berbicara, dia mengeluarkan sebatang rokok dan menghidupkannya secara perlahan tanpa tergesa. Dia mengambil hisapan pertamanya dengan cukup serius. Menghembuskan asap dengan bentuk bulat. Barulah dia menoleh pada Khale dan Nathalie yang masih setia berdiri padahal sebenarnya mereka sudah tidak tahan berlama-lama berada disana.Mereka begitu khawatir, takut jika Nathan kembali mengungkit untuk menarik sahamnya lagi.Lalu terdengar Nathan bersuara dengan nada rendah, tapi itu terdengar begitu menakutkan bagi mereka dan lebih tepatnya itu adalah sebuah ancaman."Dengarkan aku baik-baik. Jika kalian masih berani menindas wanitaku…," saat mengatakan ini, Nathan sembari menoleh lembut pada Amala, lalu dia kembali pada mereka.Saat ini, ketika Nathan mengucapka
Nathan masih menatap Amala, bulu mata yang lentik, hidung mancung dan bibir yang terbentuk begitu sempurna. Nathan hampir saja tidak percaya jika wanita yang telah melahirkan putranya bisa secantik ini.Diakui olehnya, jika hatinya telah bergetar menatap wajah itu saat pertama melihatnya dengan jelas pada dalam kejadian beberapa malam yang lalu.Tapi di dalam hati dia cukup merasa bersyukur, jika wanita yang telah menggodanya malam itu ternyata wanita ini juga. Saat ini Nathan seperti mendapat anugerah, dua orang yang sedang ia cari ternyata adalah satu orang yang sama.Tangan Nathan bergerak mengambil ponsel kemudian menghubungi Nyonya Wilan.Dia mengenal baik bos Perusahaan Dexon tempat Amala bekerja, karena mereka adalah sama-sama anak dari seorang perusahaan yang bekerja sama. Wilan juga termasuk teman dekat Nathan.Dan ternyata dua orang ini sedang dijodohkan oleh kedua pihak keluarga besar mereka. Bahkan pertunangan mereka sudah diatur, meskipun belum diumumkan di depan publik.
Saat melirik Glen sudah berpindah tempat, Amala kembali menoleh pada Pria di sebelahnya itu. Kemudian dia berkata dengan pelan, "Terima kasih atas bantuanmu hari ini.""Tidak masalah. Aku melakukan ini semata demi putraku." Nathan menjawab dengan santai.Amala kembali menoleh setelah tadi menarik pandangannya. "Ya, aku mengerti. Tapi apapun alasanmu, aku tetap akan membalas semua kebaikanmu hari ini, agar tidak ada hutang kebaikan diantara kita."Saat Nathan ingin menjawab, Sopir di depan bertanya, "Tuan, kita akan kemana?""Kita pulang ke rumah." Jawab Nathan, itu membuat Amala langsung membantah."Tidak bisa. Pak, tolong antar kami ke perusahaan Dexon saja.""Amala. Sebaiknya hari ini kamu tidak perlu masuk bekerja. Kita pulang dulu ke rumahku, ada yang hal perlu kita bicarakan. Aku akan meminta izin pada Wilan untukmu.""Maaf, Tuan Nathan. Aku harus masuk bekerja. Masalah di kafe tadi, Nona Wilan belum mengetahuinya. Aku harus menjelaskannya."Beberapa saat setelah mereka adu penda
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,