Gunakan saja putramu!Nathan mendengus kesal. Lagi-lagi Tuan besar terus menuntutnya dengan sebuah permintaan. Menikah! Cepat menikah! Beri cucu untuk mendingan anakku! Beri aku cicit! Yang lebih kesal, kakeknya itu terus memintanya untuk menikah dengan Wilan. Yang terbaik hanyalah dari keluarga Dexon! Tidak ada yang lain!Jika sebelum ini mungkin Nathan masih mengiyakan keinginan mereka saat mengatur pertunangan antara dia dan Wilan. Tapi sekarang? Dia sudah menemukan Glen. Mana mungkin dia akan menikah dengan wanita lain disaat dia sudah memiliki seorang putra? Dia tidak mungkin memberi seorang ibu tiri pada Glen. Yang ada Glen akan membencinya dan tidak mau bersamanya lagi.Memikirkan itu Nathan menjadi khawatir. Sepertinya kali ini dia perlu usaha keras untuk mencari cara agar bisa menolak perjodohan itu. Dia kemudian menoleh pada Kenzi, "Hubungi Erin. Suruh dia kemari."Kenzi kembali patuh, segera mengambil ponsel untuk menghubungi Erin."Kamu dimana sekarang? Cepat temui pres
Mendengar usul dari Kenzi, mata Nathan berbinar. Ini adalah hal yang tidak terpikirkan olehnya. Dia langsung menatap Kenzi dengan senyuman lebar."Kalau begitu, atur semuanya dengan baik. Setelah selesai aku akan membawa putraku pulang ke rumah utama.""Siap. Tapi jangan terburu-buru. Pertama-tama aku akan mengatakan pelan-pelan pada Tuan Besar mengenai kehadiran Tuan muda. Setelah itu, dia akan penasaran dan meminta anda mempertemukannya dengan Tuan Muda."Nathan sangat senang dengan ide Kenzi. Dia mengangguk setuju.Saat ini, Glen mulai terbangun. Dia menatap sekeliling. Lalu melihat sosok ayahnya yang tersenyum hangat padanya."Putraku sudah bangun?" Nathan segera mendekati Glen, mengusap wajah imut ciri khas bangun tidurnya."Ayah, apa aku tertidur?""Ya. Kamu tertidur. Pergilah ke kamar mandi dahulu. Aku akan menunggumu disini. Sebentar lagi kita akan pulang."Glen tetaplah seperti anak kecil pada umumnya. Mendengar kata pulang, tentu dia sangat senang. Dia langsung melompat dari
Nathan tersenyum lebar menatap Amala, kemudian beralih menatap Glen."Halo, selamat malam anak ayah," ucap Nathan segera berjongkok untuk menyambut pelukan dari Glen, lalu menggendong tubuh Glen dengan satu tangannya."Ayah, ibu bilang, kamu tidak akan datang." Adu Glen."Itu tidak mungkin, ayah akan menepati janji." Kemudian Nathan membawa Glen ke atas sofa dan meletakkan kantong makanan di atas meja.Amala masih berdiri disana, dia melangkah mendekat. "Kenapa kamu kemari?" Amala bertanya pada Nathan. Pria itu kembali mengulas senyuman."Disini ada anakku? Apa ada yang melarangku untuk kemari?""Ya, aku yang melarang. Apa kamu tidak punya aturan? Malam-malam datang ke rumah orang. Kita tidak ada hubungan kekeluargaan. Jika orang melihat, apa ini tidak akan menjadi fitnah kembali?"Nathan kembali tersenyum. "Siapa juga yang akan melihat? Tetangga? Lagi pula, aku ayah kandung Glen, tidak ada yang bisa melarang aku menemuinya."Amala tidak bisa lagi menjawab, dia hanya bisa duduk di sud
Pagi ini Nathan mengurus Glen dengan baik. Setelah mengajak Glen sarapan dia meminta Glen untuk ke kamar."Pergilah ke kamar sebentar. Ayah ingin berbicara pada Mama."Glen mengangguk, memberi kedua orang tuanya kesempatan.Nathan kemudian menoleh pada Amala."Jika kita tinggal bersama, dan menjaganya Glen bersama, dia pasti akan sangat senang. Menurutmu bagaimana?""Itu tidak mungkin." Amala menjawab dengan cepat."Kenapa tidak mungkin? Bukankah Glen adalah anak dari kita berdua?""Selain kita adalah orang lain, anda hanya sebagai ayah biologis saja. Jadi itu tidak memungkinkan kita untuk tinggal bersama."Nathan menghela nafas berat. Yang dikatakan Amala memang benar. Dia hanya ayah biologis saja. Tidak ada ikatan apapun antara dia dan Amala. "Baiklah. Kalau begitu, bagaimana jika kita menikah saja?"Seketika Amala mendongak. "Tuan Nathan. Mana bisa begitu? Anda sudah bertunangan dengan Wilan. Apa kamu lupa?""Di antara kami tidak ada perasaan apapun. Sepertinya itu akan jadi soal.
Tuan Besar Lazka mendengar dengan seksama cerita dan penjelasan dari Kenzi mengenai Glen. "Jadi,""Benar, Tuan Besar. Saat ini, Tuan Nath masih membujuk ibu dari Tuan Muda untuk menikah. Tapi Nona Amala terus menolaknya."Tuan Besar Lazka memanggut-manggutkan kepalanya tanda mengerti. Dia adalah orang tua yang bijak. Selama ini dia hanya mengkhawatirkan Nathan sang cucu satu-satunya yang tidak juga mau menikah dengan usia yang sudah lebih dari dewasa. Sikapnya begitu dingin dan angkuh. Sebab itu dia mengatur Perjodohan untuk Nathan. Selain Wanita yang baik dan dari keluarga terpandang, Wilan juga adalah teman baik Nathan. Tuan besar Lazka berharap jika Perjodohan mereka akan membawa kebaikan untuk cucu semata wayangnya.Tapi jika begini ceritanya, apakah dia masih akan meneruskan rencana perjodohan ini?Saat ini Tuan besar Lazka mulai berpikir, apakah sikap dingin Nathan selama ini ada kaitannya dengan jebakan yang menimpanya enam tahun yang lalu? Dia sedikit menyesal kenapa Nathan
Kenzi melirik jam. Satu jam lagi adalah waktu makan siang. Dia segera pergi ke ruangan Nathan untuk mengingatkan janjinya pada Tuan Besar."Tuan Nath." Sapa Kenzi, dia masuk tanpa disuruh dan menutup pintu dengan pelan."Bagaimana?" Tanyanya saat Nathan menoleh padanya. Nathan belum menjawab, malah mengusap wajahnya dengan kasar."Kenapa? Ada yang dikhawatirkan? Ayolah, bos. Hanya ini kesempatanmu jika ingin lepas dari perjodohan itu." Kenzi mengingatkan Nathan, tapi sebenarnya lebih kepada memberi dukungan."Bukan itu yang aku pikirkan. Kita harus meminta izin pada Amala, atau dia akan marah dan semakin sulit percaya padaku.""Itu bagus, kalau begitu hubungi saja Nona Amala." Nathan mengangguk setuju, kemudian mengambil ponselnya. Tetapi dia segera ingat jika dia tidak memiliki kontak Amala."Ada apa bos?" Tanya Kenzi karena melihat mimik kesal Bosnya."Aku tidak memiliki kontaknya.""Astaga! Kalau begitu, kita ke tempat kerjanya saja."Tanpa menjawab ucapan Kenzi, Nathan segera me
Dua orang ini sekarang sudah duduk berhadap-hadapan.Amala nampak tegang. Ada banyak rasa khawatir dan ketakutan dalam hatinya. Kemarin dia sengaja mencari informasi detail tentang Nathan Alazka beserta keluarga Alazka. Amala ingin mencari celah agar bisa melawan Nathan untuk mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu Nathan benar-benar ingin mengambil putranya.Tetapi Amala justru menemukan fakta menyeramkan tentang keluarga ini. Sebenarnya bukan Nathan Alazka yang kuat dan ditakuti oleh banyak orang, melainkan Tuan Besar Lazka. Pemilik utama perusahaan Alazka sebelum dipimpin oleh Nathan. Dia terkenal dengan ketegasannya serta kekejamannya tanpa kenal toleransi. Dan saat ini orang itu telah duduk di hadapannya.Sementara Tuan Lazka sendiri tampak biasa-biasa saja. Meskipun di dalam hatinya, dia cukup merasa gugup untuk menjalankan rencana yang telah disusunnya sebelum wanita yang telah melahirkan putra dari cucunya ini datang.Dia terlihat menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perla
"Menikahlah dengan ayah putramu dan berikan keluarga yang utuh untuk cicitku, baru setelah itu, aku akan mengijinkan kamu bersama dengan Glen lagi."Amala terbelalak. Permintaan macam apa ini? Apakah Tuan Lazka tidak sedang salah bicara?"Maksud anda bagaimana?" Amala terbata, dia belum sepenuhnya mengerti maksud omongan dari Tuan besar Lazka.Tuan Besar tertawa kecil, "Menikahlah dengan Nathan dan berikan keluarga lengkap untuk Glen, bukankah itu bijak?"Amala masih belum sepenuhnya percaya, menyuruhnya menikah dengan cucunya. Apa itu artinya, orang tua ini menyukainya? Atau hanya sekedar ingin mempermainkan dirinya?"Amala, jangan pikir karena aku menyuruhmu Menikahi cucuku, lalu aku menyukaimu. Aku tidak peduli kamu siapa. Aku menginginkan ini demi kebaikan Tuan Muda Glen. Karena dia, mau tidak mau telah terlahir sebagai putra mahkota keluarga Lazka, jadi aku harus melakukan yang terbaik untuk dia."Sejenak, Amala linglung. Dia mengerti jika Tuan Besar Lazka tidak mungkin menyukainy
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,