Kenzi melirik jam. Satu jam lagi adalah waktu makan siang. Dia segera pergi ke ruangan Nathan untuk mengingatkan janjinya pada Tuan Besar."Tuan Nath." Sapa Kenzi, dia masuk tanpa disuruh dan menutup pintu dengan pelan."Bagaimana?" Tanyanya saat Nathan menoleh padanya. Nathan belum menjawab, malah mengusap wajahnya dengan kasar."Kenapa? Ada yang dikhawatirkan? Ayolah, bos. Hanya ini kesempatanmu jika ingin lepas dari perjodohan itu." Kenzi mengingatkan Nathan, tapi sebenarnya lebih kepada memberi dukungan."Bukan itu yang aku pikirkan. Kita harus meminta izin pada Amala, atau dia akan marah dan semakin sulit percaya padaku.""Itu bagus, kalau begitu hubungi saja Nona Amala." Nathan mengangguk setuju, kemudian mengambil ponselnya. Tetapi dia segera ingat jika dia tidak memiliki kontak Amala."Ada apa bos?" Tanya Kenzi karena melihat mimik kesal Bosnya."Aku tidak memiliki kontaknya.""Astaga! Kalau begitu, kita ke tempat kerjanya saja."Tanpa menjawab ucapan Kenzi, Nathan segera me
Dua orang ini sekarang sudah duduk berhadap-hadapan.Amala nampak tegang. Ada banyak rasa khawatir dan ketakutan dalam hatinya. Kemarin dia sengaja mencari informasi detail tentang Nathan Alazka beserta keluarga Alazka. Amala ingin mencari celah agar bisa melawan Nathan untuk mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu Nathan benar-benar ingin mengambil putranya.Tetapi Amala justru menemukan fakta menyeramkan tentang keluarga ini. Sebenarnya bukan Nathan Alazka yang kuat dan ditakuti oleh banyak orang, melainkan Tuan Besar Lazka. Pemilik utama perusahaan Alazka sebelum dipimpin oleh Nathan. Dia terkenal dengan ketegasannya serta kekejamannya tanpa kenal toleransi. Dan saat ini orang itu telah duduk di hadapannya.Sementara Tuan Lazka sendiri tampak biasa-biasa saja. Meskipun di dalam hatinya, dia cukup merasa gugup untuk menjalankan rencana yang telah disusunnya sebelum wanita yang telah melahirkan putra dari cucunya ini datang.Dia terlihat menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perla
"Menikahlah dengan ayah putramu dan berikan keluarga yang utuh untuk cicitku, baru setelah itu, aku akan mengijinkan kamu bersama dengan Glen lagi."Amala terbelalak. Permintaan macam apa ini? Apakah Tuan Lazka tidak sedang salah bicara?"Maksud anda bagaimana?" Amala terbata, dia belum sepenuhnya mengerti maksud omongan dari Tuan besar Lazka.Tuan Besar tertawa kecil, "Menikahlah dengan Nathan dan berikan keluarga lengkap untuk Glen, bukankah itu bijak?"Amala masih belum sepenuhnya percaya, menyuruhnya menikah dengan cucunya. Apa itu artinya, orang tua ini menyukainya? Atau hanya sekedar ingin mempermainkan dirinya?"Amala, jangan pikir karena aku menyuruhmu Menikahi cucuku, lalu aku menyukaimu. Aku tidak peduli kamu siapa. Aku menginginkan ini demi kebaikan Tuan Muda Glen. Karena dia, mau tidak mau telah terlahir sebagai putra mahkota keluarga Lazka, jadi aku harus melakukan yang terbaik untuk dia."Sejenak, Amala linglung. Dia mengerti jika Tuan Besar Lazka tidak mungkin menyukainy
Amala mendongak, menatap Nathan dengan kesal."Kamu pikir menikah itu untuk main-main?""Amala, dengar aku. Kita menikah saja. Kontrak selama beberapa minggu atau bulan. Asal kita sudah menikah, Kakek akan mengizinkanmu membawa Glen dari sana. Dari pada Kakek membawa Glen pergi?"Amala benar-benar pusing dengan situasi seperti ini.Dia melihat Nathan lagi. "Jika kita menikah, bagaimana dengan Wilan? Dia itu menyukaimu. Dia akan kecewa.""Sudah ku katakan, kami ini hanya berteman. Dia tidak mungkin menyukaiku.""Dia menyukaimu, Tuan Nathan!""Jangan panggil aku Tuan, aku ini ayah dari anakmu." Nathan malah marah karena Amala selalu memanggilnya Tuan."Ya, baiklah. Wilan itu menyukaimu, Nathan. Aku tahu itu. Kita tidak boleh menikah, meskipun hanya kontrak. Itu akan menyakiti hatinya.""Tapi aku tidak! Dan aku lebih mementingkan Glen, putraku, dari pada urusan yang lain." Nathan menjawab demikian, membuat Amala terdiam.Benar juga. Urusan Glen adalah nomor satu. Yang utama. Amala menden
Sesaat, pikiran Amala linglung. Satu tahun? Selama satu tahun dia tidak bisa bersama dengan putranya? Bukan, bukan seperti itu maksud dari Tuan Besar Lazka. Tapi memberi waktu selama satu tahun untuk mereka membuktikan jika bisa menjadi orang tua yang baik untuk Glen. Apa maksudnya? Amala benar-benar tidak paham."Tuan Besar, anda hanya meminta kami untuk menikah dan memberi keluarga yang lengkap untuk Glen. Kami sudah melakukan, lalu apa lagi?" Amala memberanikan diri untuk memprotes."Aku tidak mau ditipu oleh kalian." Jawab Tuan Besar, dia kemudian menoleh pada Nathan."Untuk Nathan, aku bahkan sudah rela membatalkan perjanjian Perjodohanmu dengan Keluarga Dexon. Aku tahu, kamu tidak pernah setuju dengan perjodohan itu. Tapi aku berani membatalkan demi putramu. Karena untuk menjaga perasaan putramu. Harusnya kamu berterima kasih padaku, bukan malah ingin membantu wanita ini untuk mendapatkan putranya kembali." Lalu Tuan Besar menoleh pada Amala. "Untuk kamu. Aku tahu mungkin kam
Amala tidak punya pilihan lain selain hanya patuh.Pintu dibuka seseorang dari dalam. Seorang pria dan wanita separuh baya menyambut kedatangan mereka."Tuan Nath, selamat datang. Apa ini Nyonya Amala?" Bibi Vi bertanya sambil menoleh dan menunduk hormat pada Amala."Ya. Benar Bi. Mulai sekarang kami akan tinggal disini." Jawab Nathan."Oh. Sangat senang sekali. Rumah ini akan kembali berpenghuni." Paman Robi yang menjawab.Nathan menoleh dan berbicara pada Amala. "Masuklah. Aku harus pergi ke perusahaan dulu. Mereka berdua akan membantumu." Amala hanya mengangguk, menatap punggung Nathan yang memasuki mobil dan menghilang dari pandangannya."Nyonya Amala, mari bibi antar ke kamar." Bibi Vi berkata dan memimpin Amala.Mereka berhenti di depan sebuah pintu kamar. "Ini adalah kamar Tuan Nathan. Sudah lama tidak ditempati sejak lima tahun yang lalu. Hanya sesekali dia menginap disini. Itu pun bisa satu tahun sekali. Semoga kehadiran Nyonya Amala, membuat Tuan Nathan betah tinggal di ru
Nathan mendengar pembicaraan Amala dan Wilan. Dia kemudian bertanya. "Kamu akan pindah bekerja di Perusahaan Larw?"Amala mengangguk. "Hanya sementara. Wilan memintaku untuk mewakili dirinya.""Tapi itu bagus. Jadi kamu tidak akan canggung karena tidak bertemu dengan Wilan untuk sementara waktu."Amala mendongak, apa yang dikatakan Nathan ada benarnya. Setelah menikah dengan Nathan, sudah bisa dipastikan jika dia akan sangat canggung ketika bertemu dengan Wilan nantinya.Sore berganti malam, mereka menikmati makan malam yang disajikan oleh Bibi Vi. "Amala. Aku ingin memberimu sesuatu." Nathan berkata setelah mereka selesai makan.Amala belum menjawab, melihat Nathan mengeluarkan sebuah kotak Cincin."Aku lupa membeli cincin pernikahan saat kita menikah kemarin." Amala tercengang. Dia tidak pernah menyangka jika Nathan akan memikirkan cincin untuk pernikahan mereka."Seharusnya tidak perlu serepot ini. Pernikahan kita hanya formalitas saja. Cincin pernikahan, sepertinya tidak terlal
Di kantor Grup Alazka."Bagaimana dengan malam pertama anda, bersama Nyonya Amala, Tuan? Apakah berkesan?" Kenzi bertanya meledek sambil menghampiri Nathan.Nathan merasa kesal dan melempar Kenzi dengan sebuah buku tebal. "Tidak ada malam pertama. Yang ada adalah malam kelabu!" Jawab Nathan.Tapi sejenak Nathan tersenyum, dia mengingat saat bangun tadi pagi. Ketika dia membuka mata, dia mencium aroma wangi sampo. Saat dia melihat, kepala Amala telah berada di dadanya.Dia begitu senang sampai tidak ingin bergerak sedikitpun karena takut Amala terbangun. Nathan memilih untuk kembali memejamkan matanya sambil menikmati kehangatan pelukan Amala. Semalam adalah hal sangat berkesan dalam hidup Nathan. Meskipun tidak ada adegan aneh-aneh, tapi dia begitu bahagia bisa tidur satu ranjang dengan wanita yang satu-satunya pernah tidur dengannya ini.Ketika memikirkan ini, Nathan mulai mengerti jika dia sepertinya benar-benar telah jatuh cinta pada wanita yang telah melahirkan putranya itu."Tua
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,