Nathan mendengar pembicaraan Amala dan Wilan. Dia kemudian bertanya. "Kamu akan pindah bekerja di Perusahaan Larw?"Amala mengangguk. "Hanya sementara. Wilan memintaku untuk mewakili dirinya.""Tapi itu bagus. Jadi kamu tidak akan canggung karena tidak bertemu dengan Wilan untuk sementara waktu."Amala mendongak, apa yang dikatakan Nathan ada benarnya. Setelah menikah dengan Nathan, sudah bisa dipastikan jika dia akan sangat canggung ketika bertemu dengan Wilan nantinya.Sore berganti malam, mereka menikmati makan malam yang disajikan oleh Bibi Vi. "Amala. Aku ingin memberimu sesuatu." Nathan berkata setelah mereka selesai makan.Amala belum menjawab, melihat Nathan mengeluarkan sebuah kotak Cincin."Aku lupa membeli cincin pernikahan saat kita menikah kemarin." Amala tercengang. Dia tidak pernah menyangka jika Nathan akan memikirkan cincin untuk pernikahan mereka."Seharusnya tidak perlu serepot ini. Pernikahan kita hanya formalitas saja. Cincin pernikahan, sepertinya tidak terlal
Di kantor Grup Alazka."Bagaimana dengan malam pertama anda, bersama Nyonya Amala, Tuan? Apakah berkesan?" Kenzi bertanya meledek sambil menghampiri Nathan.Nathan merasa kesal dan melempar Kenzi dengan sebuah buku tebal. "Tidak ada malam pertama. Yang ada adalah malam kelabu!" Jawab Nathan.Tapi sejenak Nathan tersenyum, dia mengingat saat bangun tadi pagi. Ketika dia membuka mata, dia mencium aroma wangi sampo. Saat dia melihat, kepala Amala telah berada di dadanya.Dia begitu senang sampai tidak ingin bergerak sedikitpun karena takut Amala terbangun. Nathan memilih untuk kembali memejamkan matanya sambil menikmati kehangatan pelukan Amala. Semalam adalah hal sangat berkesan dalam hidup Nathan. Meskipun tidak ada adegan aneh-aneh, tapi dia begitu bahagia bisa tidur satu ranjang dengan wanita yang satu-satunya pernah tidur dengannya ini.Ketika memikirkan ini, Nathan mulai mengerti jika dia sepertinya benar-benar telah jatuh cinta pada wanita yang telah melahirkan putranya itu."Tua
Khale benar-benar membeku di tempat. Dunia rasanya seketika gelap baginya."Jadi," pikirannya linglung. Dia belum sepenuhnya percaya dengan apa yang ia dengar barusan."Mana mungkin? Tidak mungkin Amala yang hanya perempuan murahan itu bisa menikah dengan Presdir Alazka?"Meskipun pernikahan mereka belum dipublikasikan, tetapi Khale merasa jika itu adalah hal yang sangat mustahil. Secara semua orang mengenal siapa Nathan Alazka, seorang pria yang sangat dingin dan bahkan sangat sulit untuk didekati oleh wanita manapun.Mana mungkin Presdir Alazka menikahi seorang Amala, yang bahkan adalah orang buangan keluarga Anderson. Apa lagi Amala sudah memiliki seorang putra hasil hubungan gelapnya dengan pria yang belum jelas siapa.Memikirkan itu, Khale benar-benar sangat kesal!Tapi sekarang, dia harus berhati-hati. Amala dalam perlindungan Nathan, dia tidak bisa semena-mena lagi. Dia memutuskan untuk kembali ke ruangannya. Dan merenungkan semuanyaDia duduk menyandarkan kepalanya di sofa. Te
Pada saat ini Nathan telah keluar. Dia melihat Amala termenung di ujung sofa."Kamu sedang memikirkan mantan tunanganmu itu ya?" Dia bertanya seperti itu.Amala menoleh dengan tatapan tidak suka. "Seperti tidak ada kerjaan saja.""Lalu kenapa termenung sampai seperti itu?" Amala terdiam, lalu menunduk. Nathan kemudian berganti pakaian. Setelah selesai baru dia mendekati Amala kembali."Amala, apa yang kamu pikirkan? Apa Khale tadi menyakitimu?" Amala mendongak, dia menatap Nathan. Pria ini, selain selalu memperlakukan dirinya dengan hangat, sepertinya juga peduli dengannya. Mungkin dia bisa sedikit curhat padanya."Aku tidak menyalahkannya, apa yang ia nilai selama ini adalah yang ia lihat. Dan itu semua karena jebakan yang sengaja di buat untuk memisahkan kami." Amala akhirnya membuka apa yang ia resahkan selama ini.Perasaan Nathan tiba-tiba tidak enak mendengar ucapan Amala seperti itu. Seperti ada rasa cemburu. Dia kemudian duduk disamping Amala."Jika dia mencintaimu dengan ba
Saat Amala memutar tubuhnya dan akan melangkah, Khale sudah berdiri menghadang di hadapannya. Dia tersenyum penuh ejekan pada Amala."Wah, Wah, Wah. Rupanya ada yang datang dengan diantar oleh sang suami tercinta."Pagi ini mood Amala sedang baik, dia tidak ingin terlibat perdebatan. Jadi dia segera menjawab, "Maaf Tuan Direktur, aku harus segera ke ruangan ku. Masih banyak pekerjaan yang perlu dikerjakan." Amala melangkah masuk tanpa mempedulikan Khale yang kesal dengan tanggapan Amala.Khale masih berdiri menatap punggung Amala yang semakin menjauh. Ada rasa tidak nyaman yang tiba-tiba muncul di hatinya. Entah kenapa, dia belum sepenuhnya percaya dengan hubungan Amala dan Nathan. Andaipun mereka saat ini adalah benar sepasang suami istri, pastinya pernikahan mereka bukanlah karena saling mencintai. Pasti itu hanya sebuah pernikahan bisnis saja. Apalagi jika mengingat saat ini Amala telah memiliki seorang putra, mana mungkin seorang Nathan Alazka mau menikahi seorang wanita yang suda
Pada saat ini, Amala menoleh pada Khale dan menatapnya dengan sangat muak."Jaga ucapanmu Khale, jika Presdir Nathan mendengar ucapanmu ini, dia tidak akan mengampunimu.""Apa? Kenapa? Bukankah benar kataku?" Khale kembali mendekat."Amala, kenapa kamu jadi murahan begini?"Hati Amala benar-benar sakit dengan ucapan Khale. "Apa katamu? Murahan?""Sayang sekali. Khale yang kukenal cukup pintar, bisa dikelabui orang hanya dengan satu kejadian yang belum tentu benar. Dan seharusnya kamu mengerti, jika semua kemalangan yang menimpaku adalah karena kesalahanmu yang teledor."Khale melotot. "Jadi kamu menyalahkan aku atas kesalahanmu sendiri? Kamu telah mengkhianati cinta kita. Aku sakit! Dan kamu menuduhku teledor?""Jelas-jelas semua itu hanya sebuah tipuan mereka untuk memisahkan kita! Kamu malah meninggalkan aku disaat aku kena masalah! Dan kamu malah menikahi wanita yang telah memisahkan kita!" Selesai bicara Amala langsung pergi, tidak memberi kesempatan untuk Khale berbicara lagi.Men
Amala tertegun. Dia hampir lupa kalau Nathalie adalah istri Khale. Jadi wajar saja jika dia kemari untuk menemui suaminya."Ah iya. Maaf, aku sedikit lelah. Jadi aku lupa. Baiklah, aku harus pulang sekarang." Amala segera ingin melanjutkan langkahnya. Tapi tangannya di cekal oleh Nathalie."Aku bertanya, kenapa kamu ada disini? Jangan katakan jika kamu menemui Khale dan berusaha untuk menggodanya! Dia itu Suamiku!"Amala menoleh, dia menarik tangannya. "Aku disini bekerja menggantikan Nona Wilan. Aku juga tidak tahu kalau suamimu ada disini! Aku bekerja untuk Perusahaan Larw atas nama Tuan Derin. Bukan Khale!" Selesai bicara Amala menyetop taksi dan pergi.Nathalie sendiri terlihat begitu kesal. Kenapa harus ada Amala di perusahaan ini? Lalu dia melangkah masuk mencari ruangan Khale.Dia bertanya pada Nura yang kebetulan lewat."Oh, anda istrinya Tuan Khale? Mari aku antar Nyonya." Nura membimbing langkah Nathalie."Ini ruangan Tuan Khale." Setelah mengantar Nathalie sampai ke depan p
Melihat Amala yang panik luar biasa, Nathan cepat keluar dengan patuh. Lalu Amala segera mengenakan ganti dengan dada yang bergemuruh hebat. Sebenarnya dia merasa lucu, mereka sudah menikah dan hidup dalam satu atap juga sudah tidur dalam satu kamar, tapi Amala masih merasa malu sekaligus canggung. Dia ingin terbiasa tapi belum bisa.Selesai berpakaian dia membuka pintu, melihat Nathan masih berdiri di luar pintu."Ayo masuk. Aku sudah selesai." Amala berkata dengan lembut. Nathan masuk, Amala sendiri mengikuti dari belakang."Maaf. Aku tadi tidak mendengar kamu pulang." Amala berkata demikian."Ah, aku yang minta maaf. Tidak mendengar kamu berada di kamar mandi.""Eh, iya. Tidak apa-apa. Aku hanya terkejut tadi." Amala menjawab, kemudian duduk di samping Nathan.Mereka terdiam cukup lama. Sampai deringan ponsel Nathan mengejutkan keduanya."Kakek." Nathan melirik pemanggil dan buru-buru mengangkatnya."Halo, Ayah." Wajah imut Glen muncul di layar ponsel Nathan bersamaan dengan suara
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,