Nathalie langsung menghampiri Amala sebelum Amala masuk ke dalam perusahaan."Wah, Amala. Ternyata kamu sangat hebat ya? Kamu bisa merayu Presdir Alazka sehingga dia bisa sedekat itu denganmu."Amala menoleh, dia tidak ingin berdebat dengan Nathalie. "Ada apa? Katakan saja langsung. Tidak perlu ikut campur urusanku mau dekat dengan siapapun.""Sombong sekali! Aku sengaja menunggumu karena ingin memberimu pelajaran perempuan jalang yang suka menggoda suami orang!""Nathalie, cukup! Aku kesini untuk bekerja! Bukan menggoda siapa pun! Permisi." Amala ingin segera melangkah meninggalkan Nathalie, tapi tangannya dipegang oleh wanita itu."Urusan kita belum selesai."Pada saat ini Nura datang dan memanggil Amala. "Nona Amala, di dalam ada Klien yang sedang menunggumu. Mari masuk segera."Amala menoleh pada Nathalie, "Lepaskan tanganku Nathalie. Ada tamu yang sedang menungguku." Kata Amala pada Nathalie."Tidak bisa. Urusan kita belum selesai."Melihat itu, Nura tidak bisa untuk tidak berkat
Nathalie terbelalak, dia makin marah karena Khale bersikap kasar padanya di depan Amala."Khal, apa-apaan sih kamu? Kenapa membela wanita ini? Jelas-jelas dia ingin merayumu!"Lalu Nathalie menoleh pada Amala. "Kamu,""Aku tidak pernah merayu suamimu. Tanyakan sendiri padanya." Amala langsung berkata demikian sebelum Nathalie memakinya. Lalu cepat pergi dari sana.Nathalie menggeram kesal, dia menoleh pada Khale yang berjalan santai dan duduk di sofa."Khal," Nathalie mengikuti Khale."Kenapa kemari lagi? Jangan sering-sering kemari. Kamu mengganggu pekerjaanku!" Ucap Khale sedikit dengan nada tinggi."Pekerjaan? Pekerjaan apa? Berduaan dengan mantan tunanganmu yang sudah mengkhianati kamu itu?" Sindir Nathalie."Cukup! Aku sedang ada urusan dengannya! Jangan ikut campur!" "Apa kamu bilang? Tidak boleh ikut campur? Aku ini istrimu! Melihat Kalian berpegangan tangan, aku harus diam saja begitu?"Khale sangat kesal. "Kamu tidak tahu masalahnya. Jangan asal menuduh. Aku sedang merayu Am
Dalam perjalanan pulang, Nathan melirik Amala yang dari awal masuk ke mobil hanya diam saja. Wajahnya terlihat murung.Nathan berpikir, jika selama bekerja di perusahaan Larw ini, setiap hari Amala telah bertemu dengan Khale, cinta pertamanya.Dimana-mana cinta pertama itu sangat berkesan. Memikirkan itu Nathan menjadi kesal."Amala, apa kamu tidak bisa berhenti bekerja saja? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu."Amala yang tadi terus menatap ke luar segera menoleh. "Nathan, aku belum ingin berhenti bekerja. Ini bukan masalah uang atau penghasilan, tapi aku memang bercita-cita menjadi Desainer dari dulu. Dengan bekerja dimanapun itu, itulah kesempatanku. Dan bekerja disini adalah untuk mewakili Wilan, orang yang sudah mau menerima aku bekerja tanpa ijazah tinggi."Nathan terdiam, keinginannya untuk Amala berhenti bekerja memang terkesan egois. Amala hanya ingin mengejar cita-citanya. Sekali lagi Nathan memandangi Amala.Jika itu cita-cita Amala, kenapa dia tidak berusaha untuk memban
Hari ini Nathan meminta Amala untuk pulang lebih awal dari bekerja karena menyuruh Amala pergi ke toko pakaian untuk membeli gaun.Dia mengatakan jika diundang ke acara Pesta ulang tahun pernikahan Khale dan Nathalie. Nathan harus membawa Amala dan datang sebagai pasangan."Setelah selesai mendapatkan gaun, pergi ke salon khusus. Orangku nanti akan menjemputmu ya?" Ucap Nathan, dia merengkuh tengkuk Amala dan mencium keningnya. "Sekali lagi, Hem.. bibirnya." Suara Nathan manja di telinga Amala. Lalu tanpa menunggu persetujuan dia mencium bibir Amala.Amala tidak menolak, tapi dia cemberut. Itu membuat Nathan semakin merasa gemas."Jangan lupa ya, cepat pulang lebih awal. Jangan lama-lama jika bertatapan dengan mantan tunangan kamu itu. Aku cemburu." Nathan berkata demikian. Itu membuat Amala kesal, tapi dalam hati dia merasa senang. Nathan cemburu? Memikirkan itu hatinya berbunga-bunga."Iya Nath, aku juga tahu diri. Aku ini sudah punya suami, dia juga sudah punya istri."Nathan men
"Lancang sekali tangan anda menyentuh Nyonya kami! Atau ingin tangan anda aku patahkan?"Nathalie terkejut, dia menoleh dan melihat seorang wanita dengan seragam pelayan melotot padanya. Tapi belum sempat Nathalie mengatakan apapun, tangannya sudah ditarik oleh pelayan wanita itu."Jaga sikap anda atau tangan anda akan segera patah!" Pelayan wanita itu membentak Nathalie."He, kamu! Berani ya? Memang kamu belum kenal siapa aku?" Nathalie dengan angkuh mengenalkan dirinya pada pelayan wanita itu."Tidak peduli siapa anda, selama anda kurang ajar pada Nyonya kami, maka kami tidak akan tinggal diam!"Nathalie menoleh pada Amala, dia merasa heran. Siapa para pelayan ini, kenapa terus menyebutkan Amala sebagai Nyonya Mereka?"Memang dia siapa?" Nathalie tidak tahan dan bertanya."Sudah ku katakan, dia Nyonya kami!" Nathalie tertawa cukup keras. Dia menoleh pada Amala. "Tidak kusangka, kamu menyewa mereka dan berpura-pura menjadi Nyonya hanya untuk mengelabui orang lain. Amala, kamu benar-
Bukan hanya Nathalie saja yang terkejut. Tapi Sabrina, Kenan dan juga Khale. Jika Khale, dia sudah menduga kalau Nathan akan membawa Amala, meskipun belum terlalu yakin. Tapi nyatanya Nathan benar-benar membawa Amala. Khale menoleh pada Nathalie saat Istrinya itu menyenggol lengannya."Tuan Nathan membawa Amala?" Bisik Nathalie. Khale hanya mengangguk.Pemikiran mereka berdua sama, sempat heran dengan keberanian Nathan menunjukan hubungan mereka pada publik. Benarkah Nathan telah siap, jika publik mengetahui hubungan mereka? Nathalie maupun Khale sempat meragukan itu, apalagi mengingat status Amala yang hanya seorang wanita beranak satu.Tapi Sabrina dan Kenan yang belum tahu apa-apa nampak terkejut dan bertanya-tanya, kenapa Presiden Alazka datang dengan mesra bersama Amala? Apa hubungan Mereka?Sementara orang-orang juga terkejut. Tapi mereka menyambut dengan tepuk tangan yang gegap gempita."Oh, presiden Alazka datang dengan seorang wanita?""Wah, wah, wah! Sepertinya mereka adala
Saat sudah sampai di rumah, Amala masuk terlebih dahulu ke kamar, sementara Nathan ke ruangan kerja sebentar. Setelah dia kembali ke kamar, dia melihat Amala murung di atas tempat tidur. Pakaiannya sudah berganti. Tadi saat di pesta wajahnya terlihat puas karena bisa melihat wajah pucat dari Sabrina dan Kenan. Tapi kenapa sekarang menjadi murung?Nathan pemasaran apa yang membuat Amala menjadi seperti itu. Tapi dia tidak langsung bertanya. Dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dahulu dan berganti. Kemudian dia melangkah dan naik ke atas ranjang."Apa yang kamu pikirkan? Apakah masih memikirkan tentang mereka?"Amala menoleh, dia menatap wajah tampan milik pria di sampingnya itu."Nath, kenapa kamu memberi tahu orang lain tentang Pernikahan kita? Apa kamu tidak takut itu akan mempengaruhi nama baikmu? Jika orang lain tau, kalau aku hanya wanita buangan dari keluarga Anderson,"Nathan menutup mulut Amala dengan jari telunjuknya agar dia tidak melanjutkan ucapannya."Kamu me
Amala menatap Nathan, dia meneliti dari ujung kaki hingga rambut."Jadi, kamu pria remaja itu?"Nathan mendekat, "Kamu, adalah gadis kecil yang aku jaga itu?"Dua orang ini kini saling menatap dengan jarak begitu dekat. Nathan mengulurkan tangannya, memegangi kedua pipi Amala. Tangannya gemetaran menahan sesuatu yang rasanya ingin meledak di dalam dadanya.Dia kemudian tertawa kecil, lalu tersenyum, dan tertawa kecil kembali. Menggeleng-gelengkan kepalanya tanda seperti tidak percaya dengan kenyataan ini."Ya Tuhan, Amala. Jadi kamu,"Sesaat Amala seperti linglung, kedua matanya nampak berkaca-kaca, kemudian dia memeluk Nathan dengan sangat cepat. Tangisnya pecah di dada pria itu."Nathan! Kamu, kamu pria remaja yang telah menyelamatkan aku dari sekapan para penculik itu? Kamu pemilik kalung giok yang terus aku cari selama ini. Hiks.. hiks.. huhu.."Amala menangis keras, tubuhnya sampai terguncang karena kerasnya menangis. Selama bersama wanita ini bahkan Nathan belum pernah mendengar
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,