"Mau apa? Mau mengajakmu sarapan lah." jawab Ken santai tanpa beban seperti tidak merasa jika sudah ada yang terjadi semalam.'Ckck, orang ini. Santai sekali. Tidak terpikir dosanya semalam!' umpat Rimbun dalam hati."Aku belum mau sarapan!" tegas Rimbun."Lho, kenapa?" bertanya sambil meletakkan makanan."Kalau belum mau ya belum mau!" mendelik."Ah, iya baiklah. Kamu mau apa? Minum susu. Makan buah, atau..""Pulang! Aku mau pulang Tuan Ken!" berseru.Ken membuang nafas kasar. "Kau masih marah padaku?""Tentu saja. Tentu saja aku masih marah." sahut Rimbun, menoleh dengan tatapan masih menyimpan benci."Bukankah semalam kamu sudah memaafkan aku?" Ken meraih tangan Rimbun. Gadis itu cepat menarik tangannya."Aku memang sudah memaafkan mu, tapi aku belum lupa kejahatan mu. Dan aku masih marah padamu Tuan Ken!" menunjuk dada Ken.Ken kembali membuang nafas kasarnya, mengusap wajahnya yang terlihat gusar."Tidak apa. Tidak apa jika kamu masih marah padaku. Aku memang pantas mendapatkann
Hari yang telah lama dinantikan akhirnya datang juga.Resepsi pesta pernikahan Glen di adakan di Rumah Glen sendiri. Tanpa menyewa gedung ataupun hotel. Padahal jika mau, dengan mudah Glen bisa melakukan itu. Jangankan hanya Gedung,Villa dan Hotel bahkan Glen punya.Rupanya Daniah keberatan untuk membesar besarkan pesta. Glen mengalah. Memilih pesta yang tak terlalu meriah namun terkesan megah.Undangan yang sudah disebar, cukup mengejutkan banyak orang.Seorang Glen Alazka, kapan dekat dengan wanita? Kapan punya pacar? Kapan pula bertunangan? Kok, tiba tiba sudah menyebar undangan saja?Begitulah, pertanyaan pertanyaan dari mereka yang menerima undangan.Wanita mana yang beruntung bisa bersanding dengan Pengusaha Muda yang sangat Populer itu? Kira-kira Putri dari Pengusaha yang mana? Atau dari luar Negeri Kah?Tidak ada satu pun yang mendapatkan jawaban dari pertanyaan di otak mereka.Selain Ricard dan Kayla, hanya ada satu saja orang luar yang tau siapa Daniah calon istri Glen, ya
Ken sudah berada di depan kamar Nathan yang sengaja tidak di tutup itu. Ia melangkah masuk.Menghampiri Glen yang sepertinya sudah siap."Tuan! Apa kamu tegang?""Ah Ken. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya." tak bisa menyembunyikan rasa tegangnya meskipun sudah berusaha keras."Hmm.. Jangan membuat malu!" Ken terkikik, melirik ujung telinga Glen yang memerah."Kamu ini, jangan membuatku semakin gugup, Bodoh!" Menarik kerah Ken dengan kuat."Eh, Tuan. Kamu mau apa?"Tiba-tiba Glen menaruh kepalanya di bahu Ken, tangannya memeluk pinggang Ken dengan cukup erat."Sebentar saja Ken. Sebentar. Aku sedang gugup. Biarkan aku mengurangi rasa gugup ku ini." merengek seperti anak kecil pada Ayahnya."Sudah sudah, jangan begitu. Kamu harus bisa mengendalikan dirimu Tuan. Bukan kah ini adalah hari yang sangat kamu nantikan?"Glenn mendongak."Tak perlu menangis Ken?"Ken tersipu, mengusap ujung matanya yang berair."Ah iya. Aku hanya sedih. Sebentar lagi, kamu akan melupakannya aku. Tak lagi
Waktunya datang juga,Glen sudah berdiri ditempatnya.Nampak begitu tenang, namun sebenarnya sangatlah tegang. Terlihat dari cara Glen menarik nafas panjang berkali kali dan sesekali menyentuh ujung Jasnya.Mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Orang orang yang ia kenali itu selalu mengulas senyum saat bertatap mata dengannya. Wajah wajah mereka begitu puas, namun menyimpan pertanyaan yang tak mungkin berani di sampaikan.Melihat Pria dingin seperti Glen, saat ini sedang dipermainkan oleh waktu. Gelisah! Sesering mungkin menyentuh jam tangannya dan memutar pergelangan tangannya juga.Alunan musik tiba tiba terhenti, manakala MC pembawa acara naik ke atas Podium."Terimakasih buat seluruh tamu undangan yang sudah hadir untuk menjadi saksi hari bahagia bagi Tuan Glen dan Wanita yang sudah beruntung dicintai olehnya." melirik Glen yang sudah mulai tegang dan sepertinya sudah tidak sabar lagi.Hati MC itu ingin terkikik rasanya.Kapan lagi. Kapan lagi! Haha.. Bisa melihat manusia s
Ini belum terlalu malam,Namun pesta meriah yang seharian tadi berlangsung sudah selesai. Rumah itu kembali terlihat sepi.Karena sudah ada pada kesepakatan, jika pesta akan berlangsung dari pagi hingga petang saja. Tidak lebih dari jam delapan malam.Itu semua disebabkan , karena pesta diadakan di Rumah pribadi Glen, bukan di Hotel atau gedung lainnya.Hanya tinggal para pelayan yang tidak bisa dibilang berjumlah sedikit. Puluhan lebih. Belum lagi staf WO.Tanpa hitungan jam, rumah itu kembali rapih seperti sedia kala. Tinggal beberapa pelayan yang mengepel lantai dan menghapus debu yang tersisa.Ayah, sudah pergi ke kamar khusus yang disiapkan oleh mereka untuk beristirahat. Kamar sementara saat ia berada di rumah ini. Atau mungkin akan menjadi kamar milik Ayah seutuhnya jika Ayah bersedia tinggal selamanya disini.Ken, sudah mengantar Rimbun. Tapi bukan mengantar pulang ke Rumahnya. Tapi ke kamar Ken sendiri."Beristirahat dan menginap di kamarku ini saja, Jelek!""Tidak mau! Aku m
Fic terus menahan tubuh seorang wanita yang memaksa masuk ke rumah Glen."Nona. Anda tidak diperbolehkan masuk!""Fic! Kamu kenal aku kan? Ku mohon untuk kali ini saja. Aku hanya ingin bertemu dan bicara serius dengan Glen dan Daniah." wanita itu sungguh memohon kepada Fic."Tidak bisa Nona! Justru karena aku mengenal siapa Nona, aku tidak akan membiarkan Nona membuat kekacauan pada Malam Pertama Tuan Glen!" Fic mendorong tubuh wanita itu."Pergilah Nona. Jangan mengganggu Tuan Glen dan Nona Daniah. Atau aku akan mengusirmu secara kasar!""Demi Tuhan. Fic, Aku tidak akan membuat kekacauan. Aku hanya perlu bicara sebentar dengan mereka?""Sungguh aku tidak berani Nona!""Fic. Kamu boleh memeriksa tubuhku, jika kamu curiga aku membawa sesuatu yang membahayakan Glen atau Daniah. Bila perlu, aku akan telanjang di depanmu!" wanita itu mengancam. Sudah mulai menyikap bajunya."Berhenti Nona. Jangan konyol!""Ijinkan aku masuk! Atau aku akan telanjang disini."Fic panik. 'Astaga.. Bagaimana
"Apa yang kamu lakukan Kayla. Kamu tidak perlu begini?" Daniah yang sempat terkejut, membangunkan Kayla."Bangunlah!""Daniah. Aku minta maaf padamu. Atas segala kesalahanku.""Kamu tidak ada salah padaku. Kenapa harus meminta maaf?""Aku sudah mengganggu rumah tanggamu dengan Ricard. Maafkan aku."Daniah menoleh pada Glen yang sudah memerah wajahnya. Kembali pada Kayla yang sudah mulai berdiri."Sebenarnya, aku lah yang salah. Aku yang menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian. Seharusnya aku yang meminta maaf padamu Kayla. Kamu hanya wanita yang ingin mempertahankan cintamu pada kekasihmu saja. Jadi kamu tidak sepenuhnya bersalah."Semua yang ada cukup tercengang dengan ucapan bijak Daniah. Ken dan Rimbun yang baru saja masuk keruangan itu pun dapat mendengar dengan jelas ucapan Daniah."Semua juga sudah berakhir bukan? Aku sudah menemukan kebahagiaanku bersama Glen. Pria yang mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Jadi kamu tidak perlu resah. Kamu bisa bahagia dengan Ricard sekaran
"Aku tidak paham Daniah, kenapa hatimu bisa begitu luas memaafkan Ricard?" ucap Glen, siang itu."Aku tidak mempunyai hati luas seperti yang kamu pikirkan. Tapi, aku punya pikiran luas yang kuusahakan untuk memikirkan hal Positif.""Hem.. padahal kamu tau, bagaimana Ricard begitu jahat pada kita.""Aku tau, tapi kita juga perlu tau. Setiap kejahatan mempunyai alasan yang mendasarinya. Setelah kupikir-pikir. Kejahatan Ricard padamu yang lalu, yang sebelum kita bertemu adalah karena dia iri padamu.""Bukankah kamu sendiri yang mengatakan jika dunia bisnis itu kejam? Persaingan dan penjilat ada dimana-mana? Kalau masalah itu, okelah Ricard salah dan patut dihukum.""Tapi kesalahan yang lainnya. Seperti membenciku? Semakin membencimu? Semua kembali pada diri kita masing-masing."Glen terdiam, mencoba mencerna semua ucapan Daniah. Terlihat menggaruk tengkuk tanpa tak paham."Glen. Kita, Aku dan kamu, ikut andil dalam kesalahan Ricard yang dia buat.""Maksudmu?""Aku berselingkuh denganmu.
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,