Beranda / Fantasi / An Unidentified Witch / 3. Keyakinan dalam Hati

Share

3. Keyakinan dalam Hati

Penulis: Dhe Blume
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Berbulan-bulan mereka lalui dengan berbagai latihan beragam yang dipimpin oleh Karleen. Karleen sangat senang melihat progres sahabatnya yang terus membaik. Edwyn yang awalnya tidak terlalu memiliki daya tahan tubuh yang bagus sekarang malah menjadi kuat dan bahkan di beberapa sesi latihan beladiri jarak dekat, Edwyn sudah bisa mengalahkan Karleen. Lisette juga menjadi lebih kuat dibanding sebelumnya. Dia lebih cekatan dalam berlari dan mendaki, meskipun untuk beladiri Lisette hanya menguasai yang dasarnya saja.

Mereka bertiga duduk melingkar di bawah pohon sambil menyantap berbagai makanan yang mereka bawa. Tidak terasa minggu depan mereka akan mengikuti tes keprajuritan. Karleen memecah keheningan. “Edwyn, Lisette. Aku ingin mengatakan sesuatu,”ucap Karleen pelan. Wajahnya sangat serius. Edwyn dan Lisette yang mengetahui Karleen sedang serius, menanggapi Karleen dengan serius juga.

“Apa itu, Karleen? Katakan kepada kami,” jawab Lisette.

“Anu, itu. Arrghh! Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepada kalian meskipun aku sudah menyusun kata-katanya semalam!”Karleen terlihat frustasi. Kedua sahabatnya menjadi bingung.

“Jangan bilang ini ada kaitannya dengan prajurit?” tebak Edwyn.

“Selamat Edwyn, tebakanmu benar!”

“Hah?!”Edwyn dan Lisette kaget. Rahang mereka turun seakan tidak percaya.

“Kau tidak jadi daftar prajurit?” tebak Lisette.

“Bukan, aku sangat yakin melanjutkan. Hanya saja ini mengenai tes.” Karleen berhenti berbicara dan menelan ludahnya. Dia takut Edwyn dan Lisette akan marah besar mendengar penjelasannya.

“Begini, aku minta kalian jangan marah kepadaku dan tolong dengarkan kata-kataku terlebih dahulu.” Edwyn dan Lisette mengangguk mendengar permohonan Karleen. Karleen menatap penuh arti kedua sahabatnya secara bergantian. Dia membuang napas dan menarik napasnya dengan dalam. Beberapa detik terdiam, Karleen melanjutkan pembicaraannya tadi. Tergambar jelas rasa penasaran pada wajah Edwyn dan Lisette.

“Untuk daftar prajurit,sebenarnya kita tidak perlu terlalu keras berlatih. Karena sebenarnya mereka akan membuka pendaftaran melalui jalur relawan. Tes yang akan kita hadapi tidak terlalu penting, hanya saja itu untuk mengurutkan calon prajurit muda ke dalam 100 besar dan mengelompokkan mereka ke dalam kelompok kecil.”

Karleen terdiam setelahnya. Tidak ada tanda-tanda kemarahan dari wajah kedua sahabatnya. “Lalu?” tanya Edwyn.

“Ya, jadi. Sebenarnya kita tidak perlu berlatih terlalu keras. Dan aku juga tidak perlu terlalu keras menyuruh kalian. Aku minta maaf, kalian berhak marah kepadaku.” Karleen menunduk.

Anehnya, Edwyn dan Lisette hanya tertawa. “Kenapa kalian tertawa? Apa kalian sedang tidak sehat?” Karleen memandang mereka dengan cemas.

“Bukan, kami sudah tahu sejak lama. Bahkan kami merasa sangat terbantu dengan latihan yang kau pimpin. Meski dibilang tidak penting, tes nanti akan menentukan kita akan masuk 100 besar atau tidak. Terima kasih banyak Karleen. Aku merasamenjadi lebih kuat semenjak melakukan latihan denganmu.”Penjelasan Lisette membuat Karleen tersenyum lebar.

“Aku setuju dengan apa yang dikatakan Lisette. Terima kasih, Karleen. Berkatmu, aku bisa jago beladiri dan mengubah badanku menjadi lebih proporsional.” Edwyn berkata sambil tersenyum senang.

“Ah! Kalian!” Karleen memeluk Edwyn dan Lisette tiba-tiba. Mereka sudah lama tidak berpelukan bertiga. Lengan kanan Karleen meraih punggung Edwyn. Edwyn terdiam lama tidak membalas pelukan Karleen. Wajahnya memanas saat Karleen mengusap punggungnya. Karleen tidak peduli dengan Edwyn yang tidak membalas pelukannya. Yang dia rasakan saat ini adalah senang dan bangga kepada kedua sahabat. Siapa sangka Edwyn dan Lisette menjadi berubah seperti ini. Awalnya mereka yang malah menolak keputusan Karleen yang ingin menjadi prajurit, sekarang malah mereka yang terlihat tidak sabar untuk mengikuti tes di minggu depan.

***

Karleen, Edwyn, dan Lisette pergi ke kota Kassel menaiki kereta kuda milik keluarga Lisette. Perjalanan yang mereka tempuh hanya sekitar sejam. Di sepanjang perjalanan mereka bercanda dan tertawa. Tidak ada perasaan gugup sedikitpun di benak mereka. Mereka yakin akan masuk 100 besar bersama.

Tes yang berlangsung selama tiga jam terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama untuk tes tertulis yang berisikan soal-soal mengenai pengetahuan umum selama satu jam. Sesi kedua untuk tes fisik yang terdiri dari lari mengelilingi lapangan, menyelesaikan tantangan beruntun, pertunjukan beladiri, dan menunggang kuda.

Mereka bertiga menyelesaikan semua tesnya tanpa kendala. Sangat menakjubkan badan mereka bertiga tidak terasa terlalu lelah. Karleen dan Lisette tertawa kecil sambil berpelukan. Edwyn ikut tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya. Karleen dan Lisette berhenti berpelukan ketika kusir menginstruksi mereka untuk masuk ke dalam kereta kuda agar mereka bisa tiba di desa ketika sore hari.

“Bagaimana tesnya tadi, Nona?” Kusir bertanya kepada Lisette.

“Seperti yang saya bayangkan Paman. Tidak terlalu sulit, kecuali tes menunggang kuda,”jawab Lisette dengan penuh percaya diri.

“Kalau nona Karleen dan tuan Edwyn?”tanya Kusir ramah.

“Sama seperti Lisette, Paman. Semua tes yang kami lakukan tadi tidak sulit dan sudah kami kuasai, hanya tes menunggang kuda yang terkendala” Edwyn menjawab dengan senyuman.

“Betul sekali, kami yakin akan masuk 100 besar!”ucap Karleen dengan semangat.

“Wah! Semangat yang sangat bagus, nona! Saya berdoa nona dan tuan pasti akan menjadi prajurit muda yang keren!”

“Terima kasih, Paman!”ucap Lisette. Sisa perjalanan menjadi hening karena Edwyn dan Lisette tertidur. Karleen yang tiba-tiba memikirkan perkataan kakek Weber, menjadi penasaran. Mungkin saja paman kusir mengetahui hal yang dikatakan kakek Weber.

“Paman, apakah saya boleh bertanya sesuatu?” tanya Karleen dengan suara kecil. Dia menggeser badannya mendekati tempat kusir dengan hati-hati.

“Terdengar seperti Nona akan bertanya sesuatu yang penting. Silakan, Nona.”

“Ini Paman, apakah Paman mengetahui tentang demon yang pernah menyerang manusia?”tanya Karleen dengan hati-hati. Dia tidak mau Edwyn dan Lisette terbangun karena suaranya.

“Kenapa Nona bertanya tentang hal itu?” Paman kusir tidak langsung menjawab pertanyaan Karleen.

“Saya ingin mengetahui kebenarannya paman. Tampaknya hal itu ditutup-tutupi dari sejarah kita dan malah menjadikan peristiwa itu sebagai legenda dan dongeng anak-anak,” pancing Karleen. Dia yakin dengan jawaban seperti itu paman kusir akan menjawab dengan jujur.

“Bagaimana Nona bisa tahu?”

Deg

Prediksi Karleen benar. “Saya mengetahuinya dari seorang kakek. Jadi, apakah Paman bisa menceritakan kebenaran itu kepada saya?”

“Sejujurnya tidak aman jika saya menjelaskan kepada nona di perjalanan seperti ini. Namun, jika saya menjelaskan dengan suara yang sangat kecil ada kemungkinan tidak ada yang bisa mendengar percakapan kita.” Karleen mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti maksud dari pernyataan paman kusir.

“Beratus-ratus tahun yang lalu, daerah kita diserang oleh demon. Mereka mengganggu kehidupan manusia karena ingin menguasai dunia. Setelah bertahun-tahun perang, seorang keluarga yang diyakini sebagai penyihir menyegel daerah asal demon dengan sihir mereka yang sangat hebat. Hingga saat ini kabar burungnya demon masih tersegel rapi. Namun, beberapa orang pernah mengaku hampir diserang demon.”

Karleen menelan ludahnya. Cerita ini sama persis dengan cerita yang diceritakan kakek Weber. “Darimana paman tahu cerita itu?”

“Kakek saya, dia mantan prajurit. Sepertinya cerita seperti itu memang diceritakan turun-temurun dari anggota prajurit zaman lampau. Untuk kredibelitasnya sendiri, saya kurang yakin, Nona. Namun, melihat kakek saya waktu itu menceritakan kepada saya, saya yakin dia tidak berbohong. Bahkan, mungkin saja dia pernah mengalaminya.”

Karleen tidak mengerti dengan kalimat terakhir yang dilontarkan paman kusir.

“Mengalami apa, Paman?”tanya Karleen tepat setelah paman kusir terdiam.

“Bertemu dengan demon,”jawab paman kusir dengan suara yang sangat kecil. Jika saja Karleen tidak memposisikan dirinya lebih dekat dengan tempat kusir, maka jawaban paman kusir ini tidak akan bisa terdengar olehnya.

“Hah?”respon Karleen tidak percaya. Dia mengatakan itu dengan reflek. Sehingga dia tidak sadar bahwa sudah menjawab dengan suara yang sangat lantang.

Edwyn dan Lisette terbangun akibat suara Karleen. Mereka berdua mengucek mata mereka yang terlihat merah. “Kehnahpah?” tanya Lisette sambil menguap.

“Ah, maaf aku membangunkan kalian. I-itu tadi aku ingin tidur dan terkejut karena kita sebentar lagi sampai.” Karleen menjawab dengan kikuk. Untung saja mereka sudah mulai memasuki pemukiman. Edwyn dan Lisette mengedarkan pandangannya.

“Tidak terasa, ya!”Lisette merentangkan kedua lengannya ke udara. Dia memperbaiki rambutnya yang kusut.

Karleen bersyukur karena alasan tadi terdengar sangat nyata. Dia sebenarnya merasa bersalah karena menutupi cerita demon dari Edwyn dan Lisette. Dia tidak mau sahabatnya itu menjadi penasaran dan mencoba mencari informasi ke mana-mana. Setelah mendengar jawaban dari paman kusir, Karleen merasakan takut yang sangat luar biasa. Dia belum pernah merasa takut seperti ini. Hal yang ditakutinya itu seperti akan terjadi di kemudian hari.

Hal-hal seperti itu sering Karleen alami. Meskipun frekuensinya tidak banyak, setiap Karleen merasakan sesuatu dan merasa bahwa hal itu akan terjadi atau tidak terjadi, hal itu akan menjadi kenyatakan sesuai dengan prediksi Karleen di awal.

Mereka bertiga turun dengan gontai dari kereta kuda keluarga Lisette. Paman kusir pamit dan masuk kembali ke dalam rumah Lisette. Lisette sangat beruntung karena berasal dari keluarga yang kaya. Dia tidak perlu khawatir akan masa depannya jika terjadi apa-apa karena orangtuanya akan selalu mendukungnya secara finansial. Meskipun dia berasal dari keluarga yang sangat berada, Lisette tidak pernah sekalipun sombong. Dia selalu berbaur kepada semua temannya dan tetap bersahabat baik dengan Edwyn dan Karleen sedari kecil.

Karleen dan Edwyn berterima kasih kepada Tuan dan Nyonya Schulz dan mereka pamit pulang. Karleen masih memikirkan penjelasan dari Paman Kusir mengenai kakeknya yang pernah bertemu dengan demon. Begitu pula dengan penjelasan kakek Weber. Karleen yakin, jika mereka berhasil menjadi prajurit teka-teki yang selama ini Karleen simpan akan terjawab.

Karleen berjalan dengan langkah yang cepat sambil mengeratkan syal di lehernya. Beberapa blok sudah dia lewati. Saat tiba di satu blok sebelum rumah Karleen, dia mendengar suara jejak kaki dari belakang. Karleen merasa was-was dan melihat ke belakang, kosong. Tidak ada seorang pun yang berjalan di belakangnya. Akhirnya dia melanjutkan langkahnya, di saat itu pula dia kembali mendengar suara langkah kaki. Karleen sengaja tidak membalikkan badannya saat itu juga. Dia menunggu jalan di sekitar rumah-rumah yang lumayan padat agar kesempatan orang yang mengikutinya untuk bersembunyi sedikit.

Saat Karleen merasa yakin tidak ada celah untuk orang itu bersembunyi, Karleen membalikkan badannya dengan gerakan yang sangat cepat. Matanya menangkap sosok asing berjubah hitam dengan aksesoris yang tidak Karleen kenal.

“Ingin merampokku?”tanya Karleen dengan berani. Dia tidak tahu hal apa yang ingin dia tanyakan sebagai bahan pertahanan diri. Laki-laki yang memiliki umur lebih tua dari Karleen diam memerhatikannya.

“Kenapa? Tidak jadi merampokku?” dengan berani Karleen berjalan mendekati laki-laki itu. Matanya membulat saat pandangan laki-laki itu juga tertuju padanya.

“Maaf jika aku membuatmu salah paham. Aku tidak sengaja melihatmu berjalan dengan langkah yang lumayan cepat beberapa menit yang lalu. Karena musim dingin dan tidak banyak orang yang berjalan, aku mengikutimu untuk mengawasimu karena khawatir akan terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa gadis sepertimu.” Kening Karleen mengernyit mendengar penjelasan aneh laki-laki berjubah hitam.

“Kita itu orang asing. Aku tidak perlu pengawasanmu, jika niatmu baik aku berterima kasih. Tapi aku merasa tidak nyaman. Kau bisa berjalan lebih dulu, atau aku berjalan lebih dulu tapi kau jangan mengikutiku. Rumahku hanya tinggal beberapa puluh meter saja dari sini. Kau tidak perlu mengawatirkan perempuan yang tidak kau kenal berjalan sendiri di musim dingin seperti ini. Kalau begitu aku yang jalan duluan saja, ya?”

“Baiklah, hati-hati.” Laki-laki itu terdiam di tempat.

“Terima kasih,” ucap Karleen berjalan dengan langkah biasa meninggalkan laki-laki itu berdiri mematung di pinggir jalan. Karleen sedikit kesal dan bingung. Memangnya ada laki-laki yang melakukan hal seperti itu kepada perempuan asing yang tidak dikenalinya?

Ketika akan masuk ke salah satu gang menuju rumahnya, Karleen membalikkan badannya untuk melihat apakah laki-laki masih di sana atau sudah pergi. Ternyata laki-laki itu sudah pergi. Karleen mengedarkan penglihatannya ke setiap pinggir jalan. Setelah dia yakin dengan apa yang dilihatnya, Karleen berniat berjalan kembali. Namun, badannya bertabrakkan dengan seseorang. Kepalanya mendarat tepat di depan sosok berpakaian hitam.

“Astaga!”teriak Karleen kaget. Dia tidak menyangka laki-laki tadi sudah berada di depannya. Senyum tipis terukir di bibir laki-laki itu.

“Maafkan aku, aku tidak bermaksud mengagetkanmu.” Karleen mundur beberapa langkah dan menatap laki-laki itu dari ujung kaki hingga kepala.

“Bagaimana bisa kau ada di sini. Maksudku tadi kau berada di belakangku, sekarang kau malah berada tepat di depanku.”

“Itu tidak sulit. Aku berjalan memutari blok ini, tanpa aku ketahui aku telah sampai di sini. Di depanmu,”jelas laki-laki itu.

“Oh, begitukah? Lalu kau tadi berlari?”tanya Karleen penasaran.

“Kau tidak mengikutiku kan? Maksudku kau tidak ingin berbuat jahat kepadaku kan?” Karleen menggigit bibir bawahnya. Dia menyadari bahwa ini adalah pertanyaan bodoh.

Laki-laki itu tertawa kecil. “Tidak, sudah kujelaskan tadi. Jadi aku tidak perlu mengulangnya dua kali, kan? Kalau begitu biar aku antarkan kau sampai ke rumah. Barang bawaanmu juga kelihatan berat,”tawar laki-laki itu.

“Hei? Aku tidak mengenalmu. Bagaimana bisa aku mempercayaimu mengantarkanku sampai rumah. Jika aku melihatmu lagi di sekitaran sini, awas saja. Aku akan mencurigaimu sebagai seorang criminal,” kata Karleen tegas. Sebenarnya dia merasa takut. Namun, dia berusaha tenang dan pura-pura berani.

Laki-laki itu tidak terlihat marah. Dia justru menahan senyumnya. “Aku suka caramu. Apakah itu termasuk ancaman?”

“Bisa jadi, itu tergantung apa yang kau lakukan setelah ini. Meskipun aku perempuan, aku bisa beladiri dan sangat kuat.” Karleen memberikan tatapan mengintimidasi.

“Aku Conrad Buhler,” sebut laki-laki itu seraya mengulurkan tangannya. Karleen mencerna situasi ini.

“Tanganku pegal menunggu balasan tanganmu.”Setelah mendengar apa yang dikatakan Conrad, Karleen menerima ulurannya. “Aku Karleen, Karleen Becker.”Sambil bersalaman, Karleen dan Conrad saling bertatapan. Tangan hangat Conrad membuat Karleen sedikit nyaman. Karleen menaikkan, menurunkan, dan menyampingkan pandangannya. Dia baru sadar bahwa jubah hitam yang dipakai Conrad seperti suatu seragam.

Karleen baru menyadari bahwa Conrad memiliki rambut yang panjang. Panjangnya bahkan hampir menyamai rambut Lisette. Rambut hitam legam Conrad terurai rapi dan terlihat mengkilap. Badannya yang tinggi membuat tengkuk Karleen sedikit sakit karena melihat kea rah kepalanya terlalu lama. Masih dalam posisi bersalaman, Conrad bersuara.

“Karleen?”Mendengar namanya dipanggil oleh Conrad, Karleen reflek melepaskan tangannya.

“Ah, maaf. Aku tidak bermaksud.”Karleen membuang tatapannya. Dari samping, Karleen bisa melihat bahwa Conrad tersenyum.

Bab terkait

  • An Unidentified Witch   4. Lelaki Misterius

    “Sini, aku antarkan sampai ke depan rumahmu.” Karleen menatap Conrad tidak percaya. Sejujurnya Karleen mempunyai insting bahwa Conrad adalah orang yang baik. Namun, tingkahnya saat ini sedikit ganjil karena mereka baru saja bertemu. “Serius, kau tidak perlu melakukannya untukku. Rumahku pas di sebelah sana. Kau bisa melihatnya dari sini. Di sebelah rumahku ada toko roti keluarga kami.” Jari telunjuk Karleen mengarah ke sebuah rumah yang memiliki atap yang berbeda dari yang lain. “Kau juga bisa lihat di jalan ini tidak sesepi jalan yang lain, karena rumahku tidak berada di gang belakang.” Penjelasan Karleen membuat Conrad menganggukkan kepalanya. “Baiklah, Karleen. Maupun kau menolak tawaranku aku akan tetap mengikutimu,”kata Conrad melirik ke Karleen. “Kenapa? Tujuannya apa? Aku rasa kau tidak boleh bertingkah berlebihan seperti ini.” Tatapan Karleen berubah menjadi dingin. “Hei, jangan salah paham dulu. Aku ingin

  • An Unidentified Witch   5. Buku Demon

    Karleen membuang napasnya kasar. Raut wajahnya masih kesal. Conrad yang sedari tadi memerhatikan dari samping hanya tersenyum saja dan tidak mengatakan apapun. “Dasar laki-laki aneh,” tukas Karleen dengan suara kecil. Sayangnya, Conrad mendengar perkataan Karleen dan meresponnya. “Iya, aku aneh setelah bertemu denganmu.” Karleen menunduk mendengar jawaban Conrad. Semburat merah muncul di pipinya. “Ah, maafkan aku Conrad aku tidak bermaksud. T-tapi kau memang aneh.”Lagi-lagi Conrad tertawa mendengarnya. “Kau ingin mencari buku apa?” Pertanyaan Conrad membuat kepala Karleen mendongak. Karleen mendekati Conrad dan membisikkan sesuatu. “Kau tidak perlu berbisik sedekat itu,”tutur Conrad. Conrad berdiri dan menyurusuri rak terdekat. Kepalanya bergerak ke arah berbeda. Karleen hanya mengikuti dari belakang. Dia juga mencari sekali lagi. Conrad terhenti di pojok rak dan mengam

  • An Unidentified Witch   6. Kebohongan Kecil

    Karleen tampak takut-takut. Dengan bantuan Conrad dia mampu mengendalikan tali leher kuda. Mereka menunggangi dengan kecepatan konstan. Karleen tidak menyangka menunggang kuda itu tidak sesulit yang dia bayangkan. Meskipun dia sudah pernah menunggang kuda pertama kali saat tes militer, rasanya sangat berbeda jika menunggang kuda di tempat yang luas. Conrad sudah melepaskan tangannya dari genggaman tangan mereka. Sudah sepuluh menit mereka di perjalanan. Tinggal lima menit lagi mereka akan sampai di desa, Karleen yang tidak ingin melewatkan pelajaran pertamanya ini, sengaja memutar arah. “Karleen, kau hendak kemana?”protes Conrad. “Apa aku boleh mencari rute lain agar aku bisa belajar lebih lama?” suara Karleen terdengar memohon. Conrad yang tidak bisa melihat ekspresi Karleen sekarang, berpikir sebentar. “Baiklah, jika kau tidak keberatan mendengar suara perutmu yang terdengar seperti berantam.”Karleen berteriak senang. “Yuhu, Apsel. Kalau kau lelah bilang, ya?”Karleen melaju sedik

  • An Unidentified Witch   7. Perpisahan Sementara

    Edwyn dan Lisette telah kembali ke rumah. Setelah Conrad mengenalkan diri kepada mereka, Edwyn meminta maaf kepada Conrad dan Karleen. Kini tinggal mereka berdua. Apsel telah kenyang dan tampak berenergi lebih. Hari sudah menjelang sore. Karleen dan Conrad berdiri saling berdiam-diaman. Tidak ada yang berniat memulai percakapan. Sampai Conrad berpikir ini adalah saat yang tepat untuk berpamitan kepada Karleen. "Karleen," panggil Conrad dengan suara bassnya. "Ya?" jawab Karleen tanpa melihat ke arah Conrad. Karleen memainkan kakinya, menggesek sol sepatunya ke atas tumpukan salju yang masih tipis. "Aku ingin berpamitan sekarang." "Eh? Cepat sekali? Bukankah kau akan pergi besok?" Conrad tersenyum tipis. "Bukankah segala sesuatu itu lebih cepat lebih baik?” "Bagaimana kalau kita minum cokelat panas dulu sebelum kau kemba

  • An Unidentified Witch   8. Informasi Kecil

    “Bibi Eva! Apa kabarmu?” Karleen merenggangkan pelukannya.Bibi Eva yang menangis melangkah mundur. Dia mengelus kepala Karleen dengan lembut. “Seperti yang kau lihat sayang. Aku baik-baik saja, terlebih aku sangat senang bisa bertemu denganmu,” jawab Bibi Eva dengan suara yang sedikit bergetar. Karleen bisa merasakan kesenangan dan kesedihan dari suara Bibi Eva.“Bagaimana kabarmu sayang? Kau tumbuh dengan sangat cantik,”puji Bibi Eva. “Aku sangat baik, Bi. Terima kasih Bi!” Karleen memperlihatkan senyum terbaiknya kepada Bibi Eva. Edwyn dan Lisette berdiri canggung melihat Karleen dan Bibi Eva.“Ah, apakah mereka sahabatmu?”tanya Bibi Eva sambil menunjuk Edwyn dan Lisette yang berdiri tepat di depan kereta kuda.“Iya Bi. Mereka sahabatku sejak umur 7 tahun. Mereka juga teman pertamaku di lingkungan baru,” jawab Karleen de

  • An Unidentified Witch   9. Istirahat Sebentar

    Karleen dan Warren sama-sama terdiam. Mereka tidak melanjutkan pembicaraan tadi karena Karleen enggan bertanya duluan. Dia menunggu-menunggu untuk Warren mengajaknya berbicara lagi. Suasana semakin canggung saat perut Karleen meronta kelaparan. Kruuuk Karleen menutupi perutnya dengan kedua tangannya. Dia menggigit bibir bawahnya menahan malu. Dari sudut matanya, dia dapat melihat Warren melirik ke arahnya sebentar. “Apa kau lapar?” Pertanyaan Warren hanya mendapat jawaban anggukan dari Karleen. “Kalau begitu ayo ikut aku. Jika Bibi Eva sedang kedatangan tamu, pasti dia akan masak besar.” Warren sudah berdiri duluan. “Kau mengenal Bibi Eva?” dalam keadaan masih duduk Karleen mendongakkan kepalanya menatap Warren yang tunjang. Melihat Warren seperti ini seakan mengingatkannya pada seseorang. Karleen tidak yakin dimana dia melihat seseorang seperti

  • An Unidentified Witch   10. Pengalaman Pertama yang Mengerikan

    Karleen ingin cepat sampai di rumah karena hari sudah mulai gelap. Dia berjalan melewati jalan pintas. Jalan pintas ini berada di pemukiman yang tidak dipenuhi oleh penduduk. Karleen berlari berharap agar dia sampai di rumah tepat waktu. Di tengah perjalanan, dia dihadang oleh seorang bapak.-bapak.“Tuan? Apakah anda baik-baik saja?” Karleen tampak sedikit khawatir dengan bapak itu yang wajahnya sangat pucat. Bapak itu mengangguk dengan perlahan.“Apakah anda membutuhkan sesuatu?” Karleen tampak kasihan dengan bapak itu. Bapak itu menggeleng dengan pelan. Gerakannya seperti patah-patah.“Kalau begitu, saya pergi dulu,” kata Karleen berusaha berjalan meninggalkan bapak itu. Belum sempat kaki Karleen melangkah sempurna, tangan Karleen dicengkram dengan kuat oleh bapak itu.“Astaga! Apa-apaan anda!” Karleen berusaha melepaskan cengkraman bapak itu. D

  • An Unidentified Witch   11. Tebakan yang Benar

    Karleen berjalan terseok-seok ke luar dari ruangan itu. Dia sangat terkejut dengan pemandangan di depannya. Lorong yang panjang dan bersih. Karleen tidak bisa berpikir sedang berada di mana dia. Tangan kiri Karleen menahan ke dinding dan dia berjalan dengan pelan. Dia menggerek kakinya perlahan.Warren dan Gunther tampak berdiri berhadapan di depan jendela besar. Warren melihat kedatangan Karleen. Dia berlari mendekati Karleen dengan ekspresi yang tidak bisa Karleen tebak.“Astaga! Maafkan aku, seharusnya aku menunggumu di depan ruangan itu.”“Ah! Kenapa kau minta maaf? Aku tidak apa-apa,” jawab Karleen ramah.“Sejak kapan kau berbicara dengan informal kepada Kapten?” Gunther memandang Karleen dengan tatapan misterius.“Hahahah, sejak tadi.” Karleen beralibi.“Kapten, bisa kau jelaskan ini? Bahkan untuk mendapatkan kepercayaanmu untuk berbicara tidak formal membutuhkan bertahun-tahun. Dia, perempuan yang baru kau kenal berbicara seperti itu apa kau tidak kesal?” Gunther terlihat sedik

Bab terbaru

  • An Unidentified Witch   102. Perasaan Yang Jujur

    Dengan langkah yang tergesa-gesa, Warren menuju perpustakaan. Makanan yang dibawanya tidak terlalu banyak. Dia yakin Karleen tidak akan makan dengan banyak. Warren tidak menghiraukan imbauan di perpustakaan yang melarang pengunjung untuk membawa makanan. Penjaga perpustakaan juga tidak terlihat di meja resepsionis. Mata Warren sibuk berpendar mencari keberadaan Karleen. Warren melihat Karleen yang sedang duduk bersama dengan perempuan yang tidak dia kenali. Dia langsung menghampiri Karleen.“Astaga, Karleen!” ucap Warren dengan cemasnya. Mata Karleen membulat ketika melihat Warren ada di hadapannya.“Mengapa Anda ada di sini, Kapten?” Karleen berusaha untuk seformal ini menjawab ucapan Warren. Dia takut Rachel akan salah paham.“Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Mengapa kau ada di sini alih-alih untuk sarapan di kantin?” Warren menanyakan sesuatu yang sudah diketahuinya. Karleen m

  • An Unidentified Witch   101. Suasana Hati Karleen

    Edwyn mendekati Lisette yang sedang sarapan sendirian di kantin. Dia tidak menemukan Karleen sejauh matanya berpendar. Edwyn yang awalnya duduk bersama teman-temannya memutuskan untuk menemani Lisette, “Hai, Lisette! Mengapa kau sarapan sendirian? Dimana Karleen?” sapa Edwyn yang kemudian duduk di samping Lisette. “Oh, hai, Edwyn! Karleen sedang tidak berselera makan. Dia sedang berada di perpustakaan sekarang. Aku tebak dia sedang mencari novel romansa klasik dan kebingungan ingin membaca yang mana,” jawab Lisette yang kemudian terkekeh. “Oh, ya? Memangnya kenapa Karleen tidak bernafsu untuk sarapan? Apakah dia sedang ada masalah?” Edwyn belum memakan sarapannya. “Sepertinya iya, tampaknya dia sering memendam perasaannya akhir-akhir ini. Dia tadi hanya mengatakan bahwa dia malas untuk sarapan, tetapi aku tidak mempercayainya. Meskipun aku sudah mengatakan padanya aku akan selalu mendengarkan ceritanya, Karleen terlihat enggan menceritakannya kepadaku.” Lisette menenggak minumanny

  • An Unidentified Witch   100. Teman Baru di Perpustakaan

    Di pagi hari seperti ini, koridor terasa sangat sepi. Entah itu hanya perasaan Karleen saja, atau koridor benar-benar sepi. Karleen bergegas melangkah menuju asrama. Hingga sebuah genggaman pada lengannya membuat Karleen berhenti. Karleen reflek menipis kuat tangan itu. “Sebuah reflek yang sangat bagus,” ucap seseorang diikuti dengan tepuk tangan yang ringan. Karleen mendongak melihat sosok tersebut. Laki-laki berambut pirang yang sangat enggan dia temui. “Salam Komandan!” Karleen memberi salut. “Tidak perlu formal begitu, Karleen. Sekarang hanya ada kita berdua di sini.” Karleen mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Jaye. “Mana mungkin saya bersikap seperti itu Komandan. Maafkan juga atas tindakan saya tadi yang menipis tangan Komandan,” jawab Karleen. Bibir Jaye menyunggingkan senyuman. “Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Aku a

  • An Unidentified Witch   99. Latihan Pertama Karleen Setelah Sekian Lama

    Pagi-pagi sekali Karleen sudah bersiap-siap untuk berlatih pedang bersama Warren. Rasanya seperti sudah sangat lama dirinya tidak berlatih pedang. Karleen mengenakan celana panjang berwarna hitam dan gaun sebetis miliknya. Tidak lupa pula dia menguncir rambut hitam legamnya. Sambil tersenyum riang, Karleen menyusuri tangga. Dia sudah tidak sabar lagi. Entah ekspresi apa yang harus dia tunjukkan kepada Warren sesampainya dia di sana.Tangan Karleen mengayun bebas. Senyuman lebarnya dibalas oleh senyum Warren yang jarang dia lihat. Entah mengapa ada rasa hangat yang memenuhi hatinya. Sambil berlari kencang dia menghampiri Warren yang memegang dua pedang kayu. Karleen tidak mengerti mengapa dia berlari seperti ini. Warren seketika meletak dua pedang kayu itu ke atas tanah. Dia membuka kedua lengannya lebar-lebar. Meraih badan mungil Karleen dan merengkuhnya. Karleen menahan napas ketika wajahnya bersentuhan dengan badan Warren. Karleen tidak menyangka

  • An Unidentified Witch   98. Dua Persoalan yang Berbeda

    Gunther langsung membaringkan dirinya setelah tiba di ruangan Warren. Conrad tidak mau membuka portal untuk mereka kembali. Dia malah menyuruh Gunther untuk sering-sering latihan teleportasi. Warren tampak tenang, dia tidak sesyok saat pertama tadi. Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam berbincang-bincang di kastil tadi.“Kira-kira Karleen sedang apa ya?” tanya Warren spontan. Gunther tersenyum tipis mendengarnya.“Apa kau sudah rindu dengan Karleen, Kapten?”“Hmm, bukan rindu. Aku sangat rindu,” jawab Warren sambil memikirkan Karleen.Gunther mendadak geli mendengarnya.“Bagaimana kalau aku tidak ikut latihan untuk besok, Kapten? Aku tidak memiliki semangat untuk latihan besok pagi bersamamu. Lagipula aku sangat peka, aku tahu bahwa kau ingin bersama Karleen.”Muka Warren merah. Gunther t

  • An Unidentified Witch   97. Obrolan Mereka Mengenai Karleen

    “Sebentar, coba kau tersenyum,” perintah Warren. Kenan dengan polosnya mengikuti perkataan Warren tanpa membantah.“Lebih lebar lagi.” Kenan tersenyum sangat lebar.“Lesung pipimu ada, tetapi tidak sejelas milik Karleen,” tukas Warren. Conrad dan Gunther melemparkan pandangan.“Sejak kapan Karleen memiliki lesung pipi?” tanya Conrad. Gunther menaikkan bahunya.“Aku mengetahuinya sejak kecil. Dia selalu tertawa lebar dan lesung pipinya akan terlihat jelas. Namun, aku jarang melihat lesung pipinya seperti saat kami waktu kecil. Karleen jarang sekali tertawa dengan lebar.”Kenan hanya memanggut. “Apa kau sudah percaya aku adalah saudara kembarnya Karleen?” tanya Kenan. Warren mengangguk.“Kau akan menjadi adik iparku,” ucap Warren tanpa sadar. Mereka bertiga terkejut dengan apa y

  • An Unidentified Witch   96. Teleportasi Pertama Warren

    Conrad menghela napasnya panjang. Dia membereskan dokumen-dokumen yang baru saja selesai dia kerjakan. Kini saatnya menulis surat untuk Gunther. Conrad mengambil kertas dan bolpen. Dia lupa apa saja yang ingin dia tulis untuk Gunther.“Haaa, aku lupa apa saja yang harus kutulis di surat ini,” keluh Conrad. Pikiran Conrad saat ini sangat kacau. Dia tidak bisa menebak apa yang dirasakan Kenan setelah mengetahui kondisi dirinya dan Karleen tidak aman.“Aku akan menanyakan kabarnya dan Warren terlebih dahulu, bagaimana kondisi di kompleks militer, bagaimana Karleen di sana, dan bagaimana perkembangan demon di sana. Aku juga harus menuliskan bahwa demon sudah jarang muncul di daerah sini.”Conrad dengan rapi menuliskan semua itu dalam rangkaian kalimat. Dia tidak perlu berlama-lama, menyimpan surat itu. Bersamaan dengan surat Karleen dan buku yang dia beri untuk Karleen, Conrad 

  • An Unidentified Witch   95. Amarah dan Senyuman

    Jaye meninggalkan perpustakaan dengan amarah. Dia tidak menyangka akan ada perempuan yang tidak nyaman berkomunikasi dengannya. Belum lagi ekspresi wajah yang tunjukkan oleh Karleen sangat memuakkan baginya. Selama ini semua perempuan yang diajak bercerita dengannya pasti berekspresi senang dan malu-malu.“Kau berniat untuk pura-pura sulit didekati, huh!” dengus Jaye.Masih dalam amarah, Jaye berjalan cepat menuju ruangannya. Dia harus memikirkan matang-matang rencana yang telah dibicarakan Hylda kepada dirinya. Yang perlu dilakukan Jaye adalah bersabar. Dia tidak boleh cepat-cepat mengambil langkah. Harus banyak pertimbangan dan proses dalam rencana ini. Yang pasti, tujuan akhirnya adalah Karleen akan berada di genggamannya.Jaye mengambil bolpen dan menarik kertasnya asal. Dia menuangkan ide di dalam kepalanya ke atas kertas itu. sambil menyeringai, Jaye memandangi wajah Karleen. Ingin sekali dia melihat wa

  • An Unidentified Witch   94. Kenan dan Rasa Penasarannya

    Pagi buta sekali Kenan telah bangun. Dalam senyap dia menyelinap ke dalam ruangan Conrad. Ada hal penting yang harus Kenan baca. Dokumen rahasia yang disimpan oleh Conrad. Kenan sudah tahu bahwasannya Conrad selalu mengunci ruangannya. Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan perkakas yang sekiranya diperlukan untuk mencongkel lubang kunci.Kenan lupa, tidak sesimpel itu Conrad mengunci ruangannya. Sihir yang belum pernah Kenan pelajari menyegel pintu ruangan Conrad. Kenan mendengus kesal. Usahanya sia-sia membawa perkakas untuk membuka pintu ruangan Conrad dengan paksa.Kenan mencoba sihirnya. Lagi-lagi dia mendengus kesal. Sihirnya belum sanggup untuk menyamai sihir segel milik Conrad. Kenan mencoba berulang kali. Bukannya berhasil, sihirnya malah meleset dan menyebabkan percikan api.Bau gosong menyerbak. Entah berapa kali dan seberapa kuat sihir yang Kenan coba. Kenan panik dan segera memadamkan api. Hanya saja

DMCA.com Protection Status