Hari pernikahan Fandi dan Tasya pun telah tiba, cinta yang dulunya menyebar di seluruh aliran darah Ammara kini hanya tinggal kenangan, dia sudah tak berharap banyak kepada suaminya, lima tahun pengabdiannya menjadi istri yang setia dan selalu mendampinginya, kini telah hancur karena orang ketiga, kandungannya semakin membesar hanya itu yang membuat Ammara semangat menjalani hari-hari di rumah itu.
Waktu menunjukkan pukul 8 pagi, orang tua Fandi sedang bersiap-siap untuk pergi ke pernikahan kedua anaknya, walau mereka tahu itu tidak benar, mereka harus merestui nya, karena mereka juga tahu kalau Tasya sedang hamil anak Fandi, dan karena mereka juga amat menyayangi Fandi sebagai anak laki-laki satu-satunya.
Ammara yang sudah memakai dress untuk pergi pernikahan suaminya sedang duduk termenung di dekat jendela apartemennya, menghirup udara yang berpolusi di langit Jakarta. Irama jantungnya berdegup kencang tak beraturan, dunia serasa gelap di mata Ammara, walaupun cahaya mentari sedang bersinar mengeluarkan vitamin D dari cahayanya, bagi Ammara cahaya itu tidak berarti apa-apa.
“Nak, kamu udah siap?” ucap ibu mertua Ammara yang sudah siap dengan dress khas calon orang tua pengantin yang dibuatkan sepasang pakaian oleh Fandi dan Tasya.
“Iya, aku udah siap bu, ya sudah yok, kita berangkat lagi” jawab Ammara dengan tegar tanpa mengeluarkan kata-kata kesedihan sedikit pun. Walaupun dalam hatinya menjerit dan meronta, meminta pertolongan pada Tuhan, supaya pernikahan kedua suaminya gagal.
Ammara yang tengah hamil, terlihat kelelahan berjalan dari apartemen menuju mobil yang sudah menjemput mereka, di tempat parkiran apartemennya.
Safa yang berada di belakang Ammara berusaha menuntun langkah gontai kakak iparnya.
Tak berapa lama akhirnya mereka sampai di gedung tempat akad dan resepsi di adakan. Ammara yang terlihat kelelahan segera mencari kursi kosong untuk tempat duduknya, di sana dia melihat, meja akad dan pelaminan pernikahan kedua suaminya yang begitu mewah, sedangkan di meja akad sudah ada bapak penghulu dan dua orang laki-laki, tapi dia belum melihat Fandi duduk di meja akad untuk ijab kabul.
Seperti ibu-ibu kebanyakan, Ammara yang sedang hamil dua bulan pun juga merasakan mual dan muntah.
Musik iring-iringan pengantin sudah dibunyikan, pertanda kedua mempelai akan segera memasuki ruangan, Ammara dengan mata sayu tak bergairah, tidak mempedulikan iringan pengantin yang lewat di karpet merah yang sudah disediakan, para tamu undangan bersorak riuh, bertepuk tangan menyambut kedua pengantin yang terlihat memakai baju yang senada, terlihat mewah, namun di mata Ammara itu semua hanya kepalsuan yang sampai kapan pun tidak akan pernah dia terima.
Fandi dan Tasya yang diiringi para bridesmaid segera duduk di bangku akad yang sudah disiapkan, para saksi, wali dan penghulu sudah duduk disana terlebih dahulu, ayah Fandi tidak mau menjadi saksi pernikahan kedua anaknya, karena sangat menyayangi Ammara. Ayah dan ibunya Fandi lebih memilih duduk di samping Ammara dan menggenggam erat tangannya, berusaha menguatkan sang menantu.
Acara ijab kabul pun dimulai. Ammara yang sedari tadi berusaha tegar, sudah tidak mampu lagi membendung air matanya, air matanya mengalir begitu saja dari sudut netranya. Tanpa mengeluarkan suara, tangannya menggenggam erat tangan sang ibu mertua. Hidupnya terasa bagai di neraka, dadanya sesak seakan tidak bisa menghirup oksigen.
“Gimana para saksi sah, sah?” ujar pak penghulu kepada para saksi yang sepertinya orang-orang penting di negri ini
“Sah” ucap mereka bersama-sama.
Ammara yang sudah tidak kuasa segera berlari pergi ke luar ruang gedung pernikahan, dengan air mata yang ber linangan, tubuhnya memang kuat, tapi raganya hancur mendengar ucapan ijab kabul kedua suaminya di depan matanya sendiri.
Di perjalanan menuju keluar gedung, dia menabrak seseorang laki-laki bertubuh tegap atletis, Ammara yang sedang terluka tidak menghirau kan orang yang ditabrak nya, bahkan HP nya yang jatuh saja tidak dia pedulikan. Lelaki itu pun mengejar Ammara yang meninggalkan hpnya yang terjatuh.
“mbak, HP nya jatuh” ucap lelaki itu kepada Ammara
Ammara yang mendengar suara memanggilnya dari belakang, kemudian berbalik.
“Maaf ini HP nya jatuh tadi” ucapnya sekali lagi.
“Makasih mas” ujar Ammara sambil mengambil hpnya, lalu kemudian berbalik badan dan ingin keluar dari gedung yang membuat dadanya sesak.
“Ammara ya?” ujar lelaki itu bertanya seperti sudah mengenal Ammara sudah lama
“Iya, ada apa ya? Apa saya kenal sama anda?” ujar Ammara keheranan.
“saya Andra, dulu kita satu tim waktu pergi ke asian games thailand, saya juga atlit silat”
“maaf saya lupa, mungkin karena sudah terlalu lama”
“iya, nggak apa-apa kok, kamu di undang juga di acara Tasya selebram itu ya?”
Ammara hanya mengangguk dan berkata “iya, maaf saya harus pergi dulu” seraya berjalan ke luar gedung resepsi pernikahan
***
Enam bulan setelah acara yang menyesakkan dada itu, perut Ammara yang sudah mulai membesar memasuki usia kehamilan delapan bulan, Ammara yang sekarang berjualan pakaian anak-anak dan memasarkan nya lewat online hari ini berniat ingin ke pabrik yang menyediakan baju anak-anak tersebut.
Setelah sampai di pabrik dan memesan pesanannya dia berniat ingin menyebrang menuju halte bus, Ammara melihat ke kiri dan kekanan jalan, karena situasi tampak sepi, Ammara pun langsung berjalan untuk menyeberang, tapi tiba-tiba dari arah kanan sebuah mobil melaju tidak kencang tidak juga lambat seperti ugal-ugalan, dan
Braaak,
Mobil itu menabrak Ammara, tubuhnya yang sedang hamil terpental ke jalanan, Ammara merintih kesakitan memegang perutnya yang membesar, dia masih tersadar dan melihat sekejap mobil yang menabraknya, dan melihat plat mobil yang menabraknya, pengemudi mobil mewah itu tidak turun untuk membantu Ammara, dan memilih kabur.
Ammara yang sudah kesakitan mencoba berteriak minta tolong, tapi dia sudah tak berdaya, suara yang biasanya lantang, kini hanya dia saja yang bisa mendengarnya, dalam keadaan hampir tak sadarkan diri, Ammara merasa ada seorang malaikat yang menggendongnya, dan membawanya. Ammara merasa itu adalah suaminya. Ternyata orang yang menolongnya itu adalah Andra orang yang mengembalikan hpnya sewaktu terjatuh di acara nikahan Fandi.
“Mas Fandi, kamu di sini mas, jangan tinggalin aku sama anak kita lagi ya mas?” ujar Ammara yang sudah hampir pingsan.
Tak berapa lama orang yang tadi menolong Ammara segera mengeluarkan Ammara yang sudah hampir tak sadarkan diri, memegang tangan Andra yang tadi menolongnya,
“mas jangan tinggalin aku sama anak kita lagi ya?” ujar Ammara yang sudah tak berdaya, seraya memegang tangan Andra dengan erat.
Ammara yang sudah masuk ke ruang UGD rumah sakit segera di tangani oleh dokter. Tak berapa lama setelah masuk ruang UGD seorang perawat memanggil Andra yang tadi menyelamatkan Ammara.
“keluarga nyonya Ammara” panggil sang perawat
Andra yang dari tadi menunggu di luar langsung menemui perawat yang menyebutkan nama Ammara
“ya saya buk” ujar Andra sembari berjalan menuju perawat yang memanggilnya.
“bapak suaminya nyonya Ammara?” tanyanya kepada Andra
“Bukan buk, saya temannya, suaminya ada, tapi saya nggak tahu dia lagi di mana”
“Baik kalau begitu silahkan bapak hubungi dulu suami nyonya Ammara, karena ini menyangkut keselamatan ibu dan bayinya, ini tas nyonya Ammara, silahkan di ambil” ujar sang perawat
“baik buk, saya akan mencoba menghubungi suaminya terlebih dahulu” Andra yang sudah tidak tahu berbuat apalagi mencoba memeriksa tas Ammara mencari hpnya, dan kebetulan sekali HP itu tidak di kunci, jadi Andra bisa dengan leluasa mencari nomor suami Ammara di kontak telpon, dan di panggilan keluar tertera nama my Hubby. Andra yang sudah panik segera menelpon nomor tersebut, namun tidak ada jawaban, Andra terus mencoba sampai berulang-ulang kali tapi tetap tidak diangkat.
Perawat yang tadi pun kembali bertanya.
“bagaimana pak, apakah sudah ada jawaban, nyonya Ammara harus segera dioperasi pak, keadaan nya sudah mengkhawatirkan pak”
“Suaminya tidak menjawab telepon saya buk, gimana kalau saya aja yang bertanggung jawab buk, apa bisa?”
“Baiklah pak, silahkan tanda tangan di sini bahwa keluarga nyonya Ammara sudah menyetujui untuk di lakukan operasi, dan juga silahkan berikan foto copi KTP bapak untuk persyaratan administrasi nya, untuk selanjutnya bapak silahkan pergi ke konter pendaftaran untuk urusan administrasi”
Andra yang panik pun segera menuju konter pendaftaran untuk urusan administrasi. Setelah menyelesaikan urusan administrasi, Andra pun dengan sabar menunggu operasi Ammara.
Setelah sekitar 90 menit menunggu, Andra yang masih tetap berusaha menghubungi suami Ammara, dikejutkan dengan suara panggilan dari seorang yang keluar dari ruang operasi.
“Keluarga nyonya Ammara?”
“ya saya pak”ujar Andra dengan muka khawatir
“kami sudah berusaha sebaik mungkin pak, tapi Tuhan berkehendak lain, saya harap bapak dan keluarga bersabar menghadapi ujian ini”
“maksudnya apa ya dok?” Tanya Andra yang masih bingung dengan penjelasan sang dokter
Bersambung....
“kami sudah berusaha sebaik mungkin pak, tapi Tuhan berkehendak lain, saya harap bapak dan keluarga bersabar menghadapi ujian ini” “maksudnya apa ya dok?” Tanya Andra yang masih bingung dengan penjelasan sang dokter “kami turut berduka cita ya pak, bayi nyonya Ammara sudah meninggal dunia karena benturan yang terlalu keras di bagian perut nyonya Ammara, dan alhamdulillah kondisi nyonya Ammara sekarang sudah melewati masa kritis” Mendengar penjelasan dari dokter, Andra yang sudah khawatir dari awal, bertambah panik, apa yang akan dia jelaskan nanti kepada Ammara tentang bayinya yang sudah meninggal. “lalu bagaimana dengan Ammara dokter? Apa yang akan saya jelaskan nanti?” ujar Andra dengan nada khawatir “untuk saat ini lebih baik bapak sembunyikan dulu tentang kematian anaknya, nanti kalau kondisinya sudah stabil, baru di bicarakan pelan-pelan ya pak, saya pergi dulu ya pak” “Terima kasih dok” ujar Andra seraya menyalami dokter yang menangani Ammara “Ya sama-sama Pak” Dua menit
“Nggak mungkin, anak ku masih hidup kan fa?”Safa yang tidak tahu kalau kejadiannya akan seperti ini, mencoba menenangkan Ammara.“Kakak yang sabar ya?”“Nggak mungkin Fa, anak ku masih hidup. Mungkin itu anak orang lain yang kamu lihat.” Ujar Ammara seraya ingin melepaskan selang infus yang ada di tangannya.Andra yang berada di belakang Safa mencoba menenangkan Ammara.“Kamu tenang dulu Ammara, nanti dokter yang akan menjelaskan semuanya, lebih baik kamu sekarang istirahat dulu” ujar Andra yang kemudian menarik tangan Safa yang sedang khawatir melihat kakak iparnya histeris.“maaf, sebaiknya kamu nggak usah kasih tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi dengan bayi Ammara, dia itu masih shock karena kecelakaan kemarin” ujar AndraSafa yang terpukau akan ketampanan Andra, diam tak bergerak. Seraya tersenyum tak mengerdipkan matanya.“Hei, kamu dengar saya nggak” teriak Andra lantang sambil memukul bahu Safa.“eh iya, hmm apa?” sahut Safa sambil tersenyum“Sebaiknya Ammara jangan di kasi
Andra yang sedari tadi berada di belakang Ammara ikut terharu dan meneteskan air matanya. Dia tak sanggup melihat wanita yang dicintainya terluka seperti itu. Safa yang berdiri di samping Ammara ikut menangis melihat kesedihan kakak iparnya. Sembari mengelus rambut sang kakak ipar. Andra yang ikut meneteskan air mata mencoba menenangkan Ammara yang masih memeluk jasad bayinya. “Kamu yang tenang ya ra? Ini semua ujian dari Allah buat kamu, dan sekarang kamu harus ikhlaskan bayi mu?” ujar Andra berusaha menguatkan Ammara seraya memegang tangannya. “Baik buk, sekarang ibu, kakak dan masnya silahkan keluar, kami akan mempersiapkan bayinya untuk di kuburkan” ujar sang perawat yang sedari tadi menemani mereka “Aku nggak mau pergi, aku mau sama bayi aku, kembalikan bayi aku sekarang juga!” teriak Ammara sembari ingin berdiri. Dia sudah tak mempedulikan rasa sakit bekas operasi nya. Namun apa daya kaki belum kuat untuk berdiri karena nyeri perut sehabis operasi, sehingga membuat Ammara te
maksud kamu apa mas!” ujar Ammara yang segera meletakkan Claire ke dalam stroller.“Safa udah panik nyariin kamu, ternyata kamu enak-enakan di sini main gila sama laki-laki lain” teriak Fandi sambil menunjuk Andra dengan penuh perasaan iri hatiAndra yang dari tadi diam mulai terpancing emosinya “maksud anda apa nuduh saya sama Ammara main gila? Ha!” teriak Andra sambil mendorong dada Fandi“Lo nggak usah ikut campur ya! Lu tu bukan siapa-siapa Ammara, gua suaminya, wajar kalau gue marahin dia!” teriak Fandi kembali seraya ikut-ikutan mendorong dada Andra yang kekar“Suami anda bilang? Suami macam apa anda! Di saat istri anda kehilangan bayi kalian anda ada di mana! Itu yang Anda bilang suami?”“Anda nggak ada hak untuk ngejudge suami saya seperti itu ya? Emang dasar dia nya perempuan nggak bener! ” timpal Tasya yang berada di situ ikut-ikutan membela suaminya dan menjelek-jelekan AmmaraAmmara yang dari tadi emosi berusaha untuk tidak meluapkan semua emosinya, dia menarik napas dala
Setelah menghempaskan badan Ammara ke atas tempat tidur, Fandi pun dengan leluasa menguasai tubuh istrinya tersebut, Ammara hanya bisa mendesah, sekarang mereka berdua sudah tak berbusana, yang ada hanya kulit bertemu kulit, sudah tidak ada debar-debar di dada, hanya perasaan yang tak ingin berpisah satu sama lainnya, peluh keringat kini menghujani tubuh Fandi dan Ammara yang dipenuhi gairah nafsu. Hingga tibalah di ujung klimaks.Fandi yang kelelahan berusaha memeluk tubuh istrinya tersebut, dan menciumi seluruh wajah cantik Ammara.“Terima kasih ya sayang, semoga kita akan seperti ini selamanya. Aamiin” ucap Fandi sembari menatap mata Ammara yang berada di dalam pelukannya.Ammara yang juga puas terhadap gairah Fandi, tersenyum dan mengangguk bahagia di pelukan Fandi dan di bawah selimut yang menutup tubuh mereka.***Kembali ke masa sekarang.Ammara yang sedang berjalan pergi meninggalkan taman seketika tersadar ketika ada suara klakson mobil, dan Andra menarik tangan Ammara ke dal
Fandi yang tidak peduli terhadap ucapan Tasya menghempaskantangan Tasya yang memegangnya, lalu mengejar Ammara yang pergi berlalumeninggalkannya dan Tasya, dia tak peduli orang-orang yang melihatnya, diahanya tak ingin bercerai dari Ammara.Waktu yang ditentukan sudah tiba, Ammara yang sudah adadi ruang tunggu pengadilan agama bersama pengacaranya duduk di bangku yangsudah di persiapkan. Hari ini adalah agenda mediasi. Hatinya hancur, dia tidakpernah membayangkan pernikahan akan berakhir dengan cara seperti ini.Fandi yang datang sendirian duduk di sebelah Ammara,hingga pegawai pengadilan agama memanggil nomor antrian yang Ammara pegang, danmeminta mereka masuk ke ruangan mediasi.Fandi dan Ammara yang sama-sama tertunduk lesu kali inimasuk ke ruangan mediasi, secara bersamaan hingga pegawai pengadilan agama memulaiacara mediasi.Fandi yang semenjak tadi terdiam kali ini memohon danberlutu di depan kaki Ammara.“Aku mohon Ammara, aku nggak mau pisah dari kamu. Akumasih cinta sama kamu
Jantung Andra berdebar kencang, ia tak menyangka akan bisa sedekat itu dengan Ammara. Dulu dia hanya bisa mengagumi kecantikan Ammara dari jauh, tanpa berani mendekat dan memperkenalkan diri.“Udah rapi nih” ujar Ammara, kemudian duduk ke kursi lagi.“Ah, hm, terima kasih ya Ra?”“Ya, sama-sama”“Jadi gimana lanjut nggak nih, interviewnya?” ujar Ammara berseloroh“Nggak usah pakai interview deh, kamu langsung aja kerja hari ini jadi sekretaris pribadi saya”“Beneran ndra? Kamu nggak bohong kan?”“Iya, saya serius, buat apa saya bohong”“Makasih banyak ya ndra?”Andra pun mengangguk, lalu kemudian menelpon seseorang lewat telepon kantornya“Kamu ke ruangan saya sekarang” ucap Andra kepada seseorang di balik telponHingga tak berapa lama datanglah seorang perempuan muda, perutnya besar, mungkin sedang hamil.“Tania, perkenalkan ini Ammara yang nanti akan menggantikan kamu, selama cuti” ujar Andra kepada Tania sang sekretaris lama“Hai, saya Ammara” ujar Ammara sembari mengulurkan tangan
Namanya adalah Ammara Nandini Kusdiantoro, Orang-orang biasa memanggilnya Ammara, dia adalah seorang atlet silat pemegang medali emas Asian Games tahun 2020, dan saat ini dia sudah menikah dengan seorang manajer bank bernama Ahmad Affandi, yang sangat mencintainya, walaupun sudah menikah selama lima tahun, mereka belum dikaruniai anak, tetapi cinta di hati Fandi tidak pernah berubah terhadap Ammara. Tepat hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke lima, Ammara yang sudah menyiapkan kejutan untuk suaminya, dengan memboking sebuah meja di restoran sebuah mall di bilangan kuningan mencoba menelpon suaminya. Menyuruh supaya datang ke restoran di dekat tempat kerjanya. Ammara memang memilih restoran yang dekat dengan tempat kerja suaminya, supaya suaminya tidak terlalu jauh menghampiri nya ketika nanti dia menyuruhnya untuk datang ke restoran tersebut. Ammara yang sedang menelpon suaminya, hanya mendengar nada sambung dari panggilan telpon suaminya. Dan tidak ada jawaban
Jantung Andra berdebar kencang, ia tak menyangka akan bisa sedekat itu dengan Ammara. Dulu dia hanya bisa mengagumi kecantikan Ammara dari jauh, tanpa berani mendekat dan memperkenalkan diri.“Udah rapi nih” ujar Ammara, kemudian duduk ke kursi lagi.“Ah, hm, terima kasih ya Ra?”“Ya, sama-sama”“Jadi gimana lanjut nggak nih, interviewnya?” ujar Ammara berseloroh“Nggak usah pakai interview deh, kamu langsung aja kerja hari ini jadi sekretaris pribadi saya”“Beneran ndra? Kamu nggak bohong kan?”“Iya, saya serius, buat apa saya bohong”“Makasih banyak ya ndra?”Andra pun mengangguk, lalu kemudian menelpon seseorang lewat telepon kantornya“Kamu ke ruangan saya sekarang” ucap Andra kepada seseorang di balik telponHingga tak berapa lama datanglah seorang perempuan muda, perutnya besar, mungkin sedang hamil.“Tania, perkenalkan ini Ammara yang nanti akan menggantikan kamu, selama cuti” ujar Andra kepada Tania sang sekretaris lama“Hai, saya Ammara” ujar Ammara sembari mengulurkan tangan
Fandi yang tidak peduli terhadap ucapan Tasya menghempaskantangan Tasya yang memegangnya, lalu mengejar Ammara yang pergi berlalumeninggalkannya dan Tasya, dia tak peduli orang-orang yang melihatnya, diahanya tak ingin bercerai dari Ammara.Waktu yang ditentukan sudah tiba, Ammara yang sudah adadi ruang tunggu pengadilan agama bersama pengacaranya duduk di bangku yangsudah di persiapkan. Hari ini adalah agenda mediasi. Hatinya hancur, dia tidakpernah membayangkan pernikahan akan berakhir dengan cara seperti ini.Fandi yang datang sendirian duduk di sebelah Ammara,hingga pegawai pengadilan agama memanggil nomor antrian yang Ammara pegang, danmeminta mereka masuk ke ruangan mediasi.Fandi dan Ammara yang sama-sama tertunduk lesu kali inimasuk ke ruangan mediasi, secara bersamaan hingga pegawai pengadilan agama memulaiacara mediasi.Fandi yang semenjak tadi terdiam kali ini memohon danberlutu di depan kaki Ammara.“Aku mohon Ammara, aku nggak mau pisah dari kamu. Akumasih cinta sama kamu
Setelah menghempaskan badan Ammara ke atas tempat tidur, Fandi pun dengan leluasa menguasai tubuh istrinya tersebut, Ammara hanya bisa mendesah, sekarang mereka berdua sudah tak berbusana, yang ada hanya kulit bertemu kulit, sudah tidak ada debar-debar di dada, hanya perasaan yang tak ingin berpisah satu sama lainnya, peluh keringat kini menghujani tubuh Fandi dan Ammara yang dipenuhi gairah nafsu. Hingga tibalah di ujung klimaks.Fandi yang kelelahan berusaha memeluk tubuh istrinya tersebut, dan menciumi seluruh wajah cantik Ammara.“Terima kasih ya sayang, semoga kita akan seperti ini selamanya. Aamiin” ucap Fandi sembari menatap mata Ammara yang berada di dalam pelukannya.Ammara yang juga puas terhadap gairah Fandi, tersenyum dan mengangguk bahagia di pelukan Fandi dan di bawah selimut yang menutup tubuh mereka.***Kembali ke masa sekarang.Ammara yang sedang berjalan pergi meninggalkan taman seketika tersadar ketika ada suara klakson mobil, dan Andra menarik tangan Ammara ke dal
maksud kamu apa mas!” ujar Ammara yang segera meletakkan Claire ke dalam stroller.“Safa udah panik nyariin kamu, ternyata kamu enak-enakan di sini main gila sama laki-laki lain” teriak Fandi sambil menunjuk Andra dengan penuh perasaan iri hatiAndra yang dari tadi diam mulai terpancing emosinya “maksud anda apa nuduh saya sama Ammara main gila? Ha!” teriak Andra sambil mendorong dada Fandi“Lo nggak usah ikut campur ya! Lu tu bukan siapa-siapa Ammara, gua suaminya, wajar kalau gue marahin dia!” teriak Fandi kembali seraya ikut-ikutan mendorong dada Andra yang kekar“Suami anda bilang? Suami macam apa anda! Di saat istri anda kehilangan bayi kalian anda ada di mana! Itu yang Anda bilang suami?”“Anda nggak ada hak untuk ngejudge suami saya seperti itu ya? Emang dasar dia nya perempuan nggak bener! ” timpal Tasya yang berada di situ ikut-ikutan membela suaminya dan menjelek-jelekan AmmaraAmmara yang dari tadi emosi berusaha untuk tidak meluapkan semua emosinya, dia menarik napas dala
Andra yang sedari tadi berada di belakang Ammara ikut terharu dan meneteskan air matanya. Dia tak sanggup melihat wanita yang dicintainya terluka seperti itu. Safa yang berdiri di samping Ammara ikut menangis melihat kesedihan kakak iparnya. Sembari mengelus rambut sang kakak ipar. Andra yang ikut meneteskan air mata mencoba menenangkan Ammara yang masih memeluk jasad bayinya. “Kamu yang tenang ya ra? Ini semua ujian dari Allah buat kamu, dan sekarang kamu harus ikhlaskan bayi mu?” ujar Andra berusaha menguatkan Ammara seraya memegang tangannya. “Baik buk, sekarang ibu, kakak dan masnya silahkan keluar, kami akan mempersiapkan bayinya untuk di kuburkan” ujar sang perawat yang sedari tadi menemani mereka “Aku nggak mau pergi, aku mau sama bayi aku, kembalikan bayi aku sekarang juga!” teriak Ammara sembari ingin berdiri. Dia sudah tak mempedulikan rasa sakit bekas operasi nya. Namun apa daya kaki belum kuat untuk berdiri karena nyeri perut sehabis operasi, sehingga membuat Ammara te
“Nggak mungkin, anak ku masih hidup kan fa?”Safa yang tidak tahu kalau kejadiannya akan seperti ini, mencoba menenangkan Ammara.“Kakak yang sabar ya?”“Nggak mungkin Fa, anak ku masih hidup. Mungkin itu anak orang lain yang kamu lihat.” Ujar Ammara seraya ingin melepaskan selang infus yang ada di tangannya.Andra yang berada di belakang Safa mencoba menenangkan Ammara.“Kamu tenang dulu Ammara, nanti dokter yang akan menjelaskan semuanya, lebih baik kamu sekarang istirahat dulu” ujar Andra yang kemudian menarik tangan Safa yang sedang khawatir melihat kakak iparnya histeris.“maaf, sebaiknya kamu nggak usah kasih tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi dengan bayi Ammara, dia itu masih shock karena kecelakaan kemarin” ujar AndraSafa yang terpukau akan ketampanan Andra, diam tak bergerak. Seraya tersenyum tak mengerdipkan matanya.“Hei, kamu dengar saya nggak” teriak Andra lantang sambil memukul bahu Safa.“eh iya, hmm apa?” sahut Safa sambil tersenyum“Sebaiknya Ammara jangan di kasi
“kami sudah berusaha sebaik mungkin pak, tapi Tuhan berkehendak lain, saya harap bapak dan keluarga bersabar menghadapi ujian ini” “maksudnya apa ya dok?” Tanya Andra yang masih bingung dengan penjelasan sang dokter “kami turut berduka cita ya pak, bayi nyonya Ammara sudah meninggal dunia karena benturan yang terlalu keras di bagian perut nyonya Ammara, dan alhamdulillah kondisi nyonya Ammara sekarang sudah melewati masa kritis” Mendengar penjelasan dari dokter, Andra yang sudah khawatir dari awal, bertambah panik, apa yang akan dia jelaskan nanti kepada Ammara tentang bayinya yang sudah meninggal. “lalu bagaimana dengan Ammara dokter? Apa yang akan saya jelaskan nanti?” ujar Andra dengan nada khawatir “untuk saat ini lebih baik bapak sembunyikan dulu tentang kematian anaknya, nanti kalau kondisinya sudah stabil, baru di bicarakan pelan-pelan ya pak, saya pergi dulu ya pak” “Terima kasih dok” ujar Andra seraya menyalami dokter yang menangani Ammara “Ya sama-sama Pak” Dua menit
Hari pernikahan Fandi dan Tasya pun telah tiba, cinta yang dulunya menyebar di seluruh aliran darah Ammara kini hanya tinggal kenangan, dia sudah tak berharap banyak kepada suaminya, lima tahun pengabdiannya menjadi istri yang setia dan selalu mendampinginya, kini telah hancur karena orang ketiga, kandungannya semakin membesar hanya itu yang membuat Ammara semangat menjalani hari-hari di rumah itu.Waktu menunjukkan pukul 8 pagi, orang tua Fandi sedang bersiap-siap untuk pergi ke pernikahan kedua anaknya, walau mereka tahu itu tidak benar, mereka harus merestui nya, karena mereka juga tahu kalau Tasya sedang hamil anak Fandi, dan karena mereka juga amat menyayangi Fandi sebagai anak laki-laki satu-satunya.Ammara yang sudah memakai dress untuk pergi pernikahan suaminya sedang duduk termenung di dekat jendela apartemennya, menghirup udara yang berpolusi di langit Jakarta. Irama jantungnya berdegup kencang tak beraturan, dunia serasa gelap di mata Ammara, walaupun cahaya mentari sedang
“ya udah, mending kita makan aja yuk yang, ntar makanannya kalau kelamaan di makan jadi nggak enak”Lalu merekapun makan siang berdua tanpa ada merasa bersalah sedikit pun Terhadap Ammara.Sekarang Tasya sudah tak malu datang ke kantor untuk menjumpai Fandi. Apalagi dia adalah anak sang direktur utama di bank tersebut.Pekerjaan nya sebagai model dan selebgram, tidak menghalangi niatnya untuk terus bersama Fandi, walaupun di media sosial netizen sudah banyak yang menghujatnya. Follower instagram nya saja yang awalnya 1 juta, sekarang hanya tersisa sekitar 600 ribu saja. Dia tidak peduli selama bisa bersama Fandi.“sayang kamu harus nikahin aku secepatnya? Aku nggak mau sampai mama dan papa aku tahu kalau aku hamil di luar nikah. Orang tua aku pasti malu banget sayang” ujar Tasya memaksa Fandi untuk menikahinya.“tapi aku sama Ammara gimana Tasya? Ammara juga sedang mengandung anakku.”“aku nggak peduli sayang, yang terpenting sekarang kamu harus nikahin aku dulu”Fandi hanya terdiam,