Sang adik manggut-manggut mengerti. Dibukanya kotak kue yang diberikan kakaknya. Terlihat dua potongan besar kue yang menggugah selera. Diambilnya sepotong dan dinikmatinya sementara sosok kakaknya menghilang dari balik pintu kamar mandi.
Tiba-tiba ponsel Valerie berbunyi. Tertera tulisan Papa pada layarnya. Jantung gadis itu berdegup kencang. Diangkat nggak, ya? batinnya berkecamuk. Takutnya itu Mama yang menelepon tapi memakai ponsel Papa supaya kuangkat.
Valerie mendiamkan saja alat komunikasi digitalnya itu berbunyi sekian lama. Dipandanginya dengan ragu-ragu hingga akhirnya deringnya berhenti sendiri. Gadis itu menghela napas lega. Lalu terdengar bunyi ponsel lain dalam kamar itu. Wah, karena nggak kuterima teleponnya, Papa langsung nelepon Kak Manda! serunya dalam hati kecut. Ya udahlah, biar nanti Kak Manda yang nele
Joshua menatap kekasihnya dengan perasaan kasihan. Kami baru berpacaran beberapa hari, tapi dia sudah dipecat dari pekerjaannya akibat menjalin hubungan denganku, sesal pria itu dalam hati.“Lalu apa rencanamu selanjutnya, Manda?”“Yah, mau bagaimana lagi, Mas. Melamar-lamar kerja-lah. Jadi guru di taman kanak-kanak, lembaga kursus Inggris atau pelajaran sekolah, ya semacam itu. Aku juga mencari tambahan murid les privat. Sekarang muridku kan udah tiga orang. Nyari-nyari murid lagi kurasa nggak susah.”Joshua meraih kedua tangan gadis itu dan mengecupnya penuh perasaan. Ditatapnya mata gadis itu dalam-dalam sambil tersenyum tulus.“Lalu bagaimana dengan rencana pernikahan kita?”Amanda terkesima. Tak disangkanya pria di hadapannya ini akan mengungkit masalah tersebut. Gadis itu diam termangu tak mampu berkata-kata.&n
Amanda dan Joshua saling melirik dengan perasaan bahagia. Tak mereka duga setelah berbagai masalah yang bertubi-tubi menyerang, justru membuka lebar-lebar jalan keduanya untuk menjadi suami-istri. Tak terasa mobil Joshua sampai di rumah Hengky. Ketika mereka bertiga sudah memasuki ruang tamu, ayah Amanda itu bertanya pada pria yang mengantarnya, “Nak Joshua, hari sudah malam. Apakah kamu tidak capek menyetir pulang ke Surabaya? Menginaplah di sini malam ini. Tidurlah di kamar tamu.”Kekasih putrinya itu rupanya merasa sungkan. Dengan halus ditolaknya tawaran sang tuan rumah, “Terima kasih banyak, Om Hengky. Tapi maaf, saya harus pulang ke Surabaya malam ini juga. Besok pagi ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan. Saya usahakan satu-dua hari lagi datang menjenguk Tante Rita bersama dengan Mama dan Celine.” 
“Nggak, dong. Aku tinggal di rumah ditemani dua orang pembantu. Sesekali saja anak dan cucuku datang menginap. Kebetulan rumah mereka juga nggak jauh dari sini.”“Suami Tante mana?”“Ah, dia sudah kecantol cewek lain yang jauh lebih muda dariku, Nold. Sekretarisnya sendiri. Udah lama kok, tahunan. Kabarnya mereka udah punya anak sendiri sekarang.”“Hah?!” seru Arnold berpura-pura terkejut. Padahal dia tidak heran. Salah seorang rekannya sesama instruktur di pusat kebugaran dulu pernah keceplosan kalau Tante Bianca adalah seorang istri kesepian yang diabaikan suaminya akibat berselingkuh dengan perempuan lain.“I
Wanita yang tadinya marah besar itu tertegun seketika. Tak pernah terpikir dalam benaknya untuk mengetahui lebih dalam tentang kehidupan keluarga mendiang suaminya, apalagi menjalin kedekatan dengan mereka. Kenangan akan penghinaan mereka terhadap dirinya di masa lalu membuat hati wanita itu membeku terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan saudara-saudara kandung Wahyu. Namun mendengar penuturan sahabat mendiang suaminya ini membuat perasaan empati mulai singgah dalam sanubarinya.“Aku mengerti hubunganmu dengan adik-adik iparmu itu kurang baik. Mereka pernah merendahkan dirimu akibat berasal dari keluarga yang sederhana, tidak sepadan dengan Wahyu yang bergelimang harta.”Sepasang mata Tante Beatrice menatapnya keheranan. Dari mana dia mengetahuinya? Apakah Wahyu pernah menceritakan hal itu padanya?
Akhirnya Hengky mengalah. “Baiklah kalau begitu, Bu Beatrice. Terima kasih banyak atas perhatian Ibu pada keluarga saya.”“Sama-sama, Pak.”“Nanti saya WA-kan nama dan alamat rumah sakit tempat istri saya dirawat.”“Terima kasih banyak, Pak Hengky. Tolong sekalian nomor kamar Bu Rita juga.”“Baik, Bu.”“Selamat malam, Pak.”“Selamat malam, Bu.”
“Syukurlah kalau begitu,” jawab ayahnya lega. Laki-laki itu berpaling pada tamunya dan berkata sopan, “Terima kasih banyak atas tawarannya pada anak saya, Bu.”“Tidak apa-apa, Pak Hengky. Saya juga lebih senang kalau ada teman ngobrol di perjalanan. Jadi tidak kesepian. Hehehe….”Selanjutnya Amanda yang mengucapkan terima kasih. Tante Beatrice mengangguk dan tersenyum tulus. Wanita ini kelihatannya orang baik. Kenapa dia bisa mengangkat bajingan seperti Arnold sebagai anaknya, ya? pikir Amanda heran. Benarkah dugaan Mas Josh bahwa Tante Beatrice mungkin termasuk tante-tante yang termakan rayuan maut laki-laki mesum itu?Diperhatikannya sang tamu yang dengan manisnya bicara pada Rita yang terbaring kaku
“Maaf, Tante. Seandainya Tante keberatan menjawab pertanyaan Manda, tidak apa-apa,” cetus gadis itu merasa tidak enak hati. Lalu dia melanjutkan ucapannya, “Terus terang, saya merasa kurang enak mengutarakan hal ini. Tapi saya harus menyampaikannya karena saya melihat Tante orang baik, jangan sampai diperdaya oleh orang yang tidak tulus….” Si tante mengerutkan dahinya tanda tak mengerti maksud perkataan gadis yang duduk di hadapannya. “Bisa kamu ungkapkan lebih jelas lagi maksud ucapanmu barusan, Manda?” pintanya ingin tahu. “Terus terang Tante kurang paham.” Amanda menelan ludahnya. Ia menimbang-nimbang bagaimana cara bercerita dengan kata-kata yang dapat diterima oleh wanita itu. Tolong bantu ya, Tuhan, doanya dalam hati. Agar lidahku mengeluarka kata-kata yang berbuah dan dapat diterima dengan baik oleh Tante Beatric
Tanpa sadar aku telah menjadi seorang tante girang, sesalnya dalam hati. Sebenarnya hati kecilnya pernah mencetuskan hal itu, namun dia selalu mengelaknya dengan dalih suka menyenangkan hati orang yang dicintainya. “Seandainya Tante ingin melihat foto-foto wajah Sonya yang babak belur, saya bisa memintanya pada Mas Joshua,” kata Amanda menawari. Tante Beatrice masih diam saja. Lalu gadis itu melanjutkan, “Oya, ada satu hal penting lagi yang juga mau saya katakan, Tante.” Hal penting apa lagi?! jerit hati wanita di depannya. Semua hal yang kau tuturkan tadi membuat kepalaku pening. “Adik saya keguguran….” “Ya, Tuhan!” seru Tante Beatrice terperanjat se