Hari ke hari Allea semakin menginginkan sosok Kenan menjadi ayahnya. Karena merasa tidak terlalu digubris oleh ibunya, ia pun bergegas meminta langsung pada Kenan. Kebetulan setiap hari Sabtu Kenan memang selalu ke sekolah Allea karena libur di kantor.
"Uncle!" Allea berlari dari gerbang sekolah dan langsung disambut kedua tangan kekar yang melebar untuk segera menggendong dirinya."Hap! Udah selesai sekolahnya?" tanya Kenan saat Allea sudah ada dalam gendongannya."Udah, dong. Uncle sibuk, tak?" tanya bibir mungil Allea."Tidak. Memangnya kenapa?""Lea mau ngomong sesuatu tapi enggak di sini. Lea juga udah bilang ke Bi Inah enggak usah jemput.""Baiklah, let's go, Lea!" Kenan berjalan menuju mobil hitam yang ia parkir di samping gerbang sekolah.Di dalam mobil Kenan memperhatikan Allea yang biasanya ceria tiba-tiba saja terdiam bahkan terkesan kaku. Hal ini tidak biasanya terjadi, bocah kecil itu seolah sedang memendam satu rahasia yang entah itu apa.Hingga akhirnya mobil sudah terparkir di rumah makan ayam kremes kesukaan Allea."Ayok, turun!" ajak Kenan ketika pintu mobil telah terbuka.Kenan begitu senang saat bersama Allea, terlebih saat mengetahui kalau ibu dari gadis cantik itu merupakan cinta pertama yang meninggalkannya begitu saja saat ia harus menjalani pendidikan kuliahnya di luar negeri. Nayla menghilang tanpa kabar dan Kenan tidak bisa menemukannya karena harus menempuh pendidikannya.Bertahun-tahun Kenan betah menyendiri meski beberapa kali juga sang ibu mengenalkannya pada banyak wanita, tetapi belum ada satu orang pun yang mampu memikat hatinya. Hingga akhirnya ia kembali menemukan pujaan hatinya meski saat ini telah mempunyai seorang anak."Lea?" Kenan memanggil saat gadis kecil itu sedang menikmati gigitan paha ayam."Hem?""Boleh Uncle tanyakan sesuatu?""Boleh."Kenan pun mulai bertanya siapa ayah dari Allea dan pekerjaan ibunya. Namun, Allea hanya memberikan jawaban yang bagi Kenan tidaklah dapat dipahami."Mommy selalu berangkat malam dan pagi hari Mommy seringnya masih tidur hingga sore. Makanya Lea sering menghabiskan waktu sama Bi Inah. Lea seperti enggak punya ibu, bahkan ayah pun tidak tau." Gadis kecil itu mulai berkaca-kaca. Materi memang lah tidak kekurangan, tetapi kasih sayang tentu saja kurang karena pertemuan antara ibu dan anak itu cukup singkat.Kenan merasa bersalah telah bertanya seperti itu. Ia mendekati Allea kemudian mendekapnya erat hingga gadis kecil itu terlihat nyaman berada dalam dekapan kekar Kenan."Apakah Uncle mau jadi Daddy aku?" Tiba-tiba pertanyaan itu meluncur dari bibir mungil Allea."What?" Kenan membulatkan mata, ia terlihat syok dengan pertanyaan Allea. Meski tidak ia ungkiri kalau hatinya begitu bahagia."Iya Uncle jadi Papa aku, Daddy aku. Mau, kan?" Binar mata Allea begitu terlihat berharap.***Waktu terus berputar dan Nayla masih sibuk dengan pekerjaannya. Seperti malam-malam lalu, di rumah ia berpakaian normal-normal saja, bahkan cenderung rapi dan sopan. Ia juga membawa tas cukup besar yang ia isi baju seksi untuk di tempat kerja."Bi, Lea udah tidur?" tanya Nayla pada pengasuhnya."Udah, Non. Nona mau berangkat sekarang?" tanya pembantunya."Iya, tolong jaga baik-baik putri saya, ya, Bi. Aku percaya sama Bi Inah," ucap Nayla yang tidak mau dipanggil nyonya oleh pembantunya. Ia pun gegas ke kamar Allea hanya untuk mengusap rambut dan mengecup kening putrinya.Meski berat hati Nayla berangkat ke tempat karaoke di mana ia mendapatkan nafkah untuk menghidupi keluarga kecilnya. Ia begitu kuat memikul beban hidup yang tidak semua wanita akan kuat berada di posisinya yang seorang singel paret dan bekerja di bar yang terkenal dengan kehidupan malamnya.Ia tidak peduli dengan semua ocehan miring dari para tetangganya. Yang ia tahu hanya mencari uang untuk bertahan hidup dan membahagiakan putri kecilnya dengan materi yang ia miliki. Bahkan rasa sakit hati atas berbagai gosip tetangga tidak pernah ia hiraukan. Nayla tidak akan marah selama tidak mengusik sang buah hati.Hingga akhirnya ia sampai di bar Madam Sahara. Di sana ia bergegas mengganti baju dan bersiap untuk pekerjaannya."Nay, siap-siap. Ada klien baru. Sepertinya dia orang kaya," ucap Olivia sambil menyesap rokoknya.Nayla tersenyum kecut."Siapa? Paling yang biasanya. Dia pelit, kasih tips hanya sedikit. Tapi, daripada tidak sama sekali," keluh Nayla sambil membereskan riasan make-upnya.Olivia dan Nayla gegas ke ruangan masing-masing di mana mereka sudah mendapatkan klien masing-masing.Nayla menghela napas saat melihat laki-laki paruh baya yang sudah duduk di sofa dengan senyum nakal. Dalam hatinya Nayla mengeluh karena kliennya hanya satu orang saja yang pasti ia akan sedikit mendapatkan uang tips malam ini. Meski begitu ia tetap menyambut kliennya dengan ramah."Malam, Pak." Nayla menyapa dengan seulas senyum."Malam cantik.""Ke sini sendirian, Pak?""Iya. Jangan panggil Bapak, berasa tua sekali saya. Panggil saya Om," pinta laki-laki tersebut.Nayla tersenyum kecut. Sesungguhnya ia merasa tidak nyaman kalau di dalam ruangan hanya ada mereka berdua. Namun, harus bagaimana? Ini sudah menjadi pekerjaannya dalam mencari nafkah.Obrolan kecil pun terjadi. Ternyata laki-laki paruh baya itu baru saja menginjakkan kaki di Indonesia. Awalnya ia memiliki bisnis di negara tetangga dan terpaksa harus meneruskan pekerjaannya di Indonesia.Pakaian yang terlihat bossy dan parfum beraroma lain di hidung Nayla membuat wanita beranak satu itu meyakini kalau kliennya bukanlah orang sembarangan dan pasti orang kaya. Hingga akhirnya mereka berdua bernyanyi bersama-sama dengan sesekali laki-laki itu merangkul pinggang seksi Nayla.Nayla menangkap ekspresi laki-laki itu sepertinya tertarik padanya. Obrolan pun semakin dalam hingga berujung perkenalan dan pertukaran identitas."Esok saya akan kembali dan saya ingin ditemani oleh kamu, Nay," ucap laki-laki bernama Prayoga atau lebih sering dipanggil dengan sebutan Mas Yoga."Baik, Mas. Hati-hati, ya?" ucap Nayla yang mengikutinya hingga ke depan mobil warna silver yang terlihat mewah."Oke! Jam kerja kamu sudah selesai, kan? Bagaimana kalau kamu Mas antar pulang?" tanya Prayoga."Sepertinya next time, Mas. Kita juga baru kenal," jawab Nayla dengan seulas senyum di pintu mobil Prayoga."Baiklah. Ini tips kamu yang sudah begitu baik menyambut kedatangan saya. Saya begitu puas bisa ditemani wanita baik dan cantik sepertimu." Prayoga memberikan amplop cokelat di tangan Nayla."I––ini apa, Mas?" Suara Nayla gelagapan kala melihat amplop cukup tebal di tangannya."Tips kamu. Masih kurang?" tanya Prayoga yang seolah menantang."Tidak, tidak, Mas. Terima kasih," ucap Nayla yang sesungguhnya masih belum percaya dengan rezeki yang ia dapatkan malam ini.Nayla masih mematung meski mobil Prayoga sudah menghilang dari pandangannya. Matanya kini terfokus pada amplop di tangannya yang bergetar. Perlahan ia membuka amplop tersebut dan mengintip segepok uang berwarna merah di dalamnya."Sini uangmu!" Seseorang dari belakang merampas amplop itu dari tangan Nayla.Nayla masih kesal pada Olivia yang bercanda ketika merampas amplop pemberian dari Prayoga. Meski akhirnya ia bernapas lega karena yang ada dalam pikirannya kalau itu adalah preman telah salah. Nayla benar-benar menjaga amplop itu di tasnya dengan hati-hati menuju rumah. Nayla sampai tidak bisa tidur ketika mengetahui jumlah yang hampir tiga bulan dari gaji pokoknya. Pikiran ia yang saat itu akan mendapatkan uang kecil. Ternyata ia malah diberikan rezeki yang begitu banyak. "Ya Tuhan, aku telah berburuk sangka terhadap-Mu. Maafin aku, Tuhan." Nayla berucap sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah ia menggoreskan kata dalam buku diary.Sang fajar kini telah bersinar menyambut pagi. Cahaya kuning keemasannya begitu terasa menghangatkan tubuh. Hingga akhirnya ia bergegas ke dapur di mana sudah ada Inah di sana yang sedang memasak. "Eh, Non Nayla udah bangun?" sapa Inah saat melihat sang majikan berjalan ke arahnya. "Iya, Bi. Aku enggak bisa tidur. Masak apa pagi ini?" "Non
Sudah sekitar satu bulan pendekatan Nayla dan Kenan terjadi atas keinginan Allea. Nayla hanya memikirkan perasaan putrinya dan menyisihkan perasaannya. Sementara Kenan merasa bahagia karena Nayla mau bertemu dengan orang tuanya nanti malam. "Pokoknya Mama mau menantu yang sempurna! Awas aja kalau tidak," sarkas ibunya Kenan. Kenan hanya tersenyum. Baginya Nayla merupakan sosok sempurna untuknya dari dulu hingga saat ini, hanya ia yang mampu mengisi relung kosong di hatinya. *Sementara di seberang sana ada Nayla yang terlihat bingung saat pekerjaannya selesai. "Bengong aja, kau!" Olivia menyenggol lengan Nayla yang ia jadikan penyanggah pipi. Ia sangat terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Mbak Oliv." Nayla hanya menjawab sekenanya karena yang ada di otaknya memikirkan nasib yang telah ia ambil. "Ada masalah? Ceritalah," tanya Olivia yang kemudian duduk berhadapan dengan Nayla. Awalnya Nayla diam, akan tetapi hatinya semakin terasa resah untuk keputusan yang telah ia ambil. Ia k
"Sampai kapan pun, aku tidak akan menerimamu sebagai menantu, paham?!" Sepanjang perjalanan Nayla selalu mengingat kata-kata menyakitkan yang meluncur dari bibir ibunya Kenan. Tentang penolakan menjadi menantu apalagi statusnya yang telah memiliki seorang anak dianggap tidak pantas untuk putranya yang masih lajang dan juga mapan.Keadaan hening di dalam mobil ketika Kenan memacu mobilnya menuju kontrakan Nayla. Kenan memang tidak mengetahui perihal penolakan tersebut karena ibunya menolak Nayla saat Kenan sedang menerima panggilan ponsel saat itu. "Nay?" Kenan memanggil Nayla. "Kamu kenapa?" sambungnya saat Nayla terlihat diam saja."Gak pa-pa," jawab Nayla singkat. Kalau sudah seperti ini, Kenan hanya bisa diam. Hingga tidak terasa mobilnya telah sampai di depan kontrakan Nayla. "Pulanglah, sudah malam," ucap Nayla sedingin es ketika Kenan membukakan pintu mobil untuknya. Waktu menunjuk hampir ke angka sebelas dan Kenan menuruti ucapan Nayla karena tidak ingin membuatnya marah at
Ponsel berdering di saat yang tepat. Nayla mempunyai kesempatan segera pergi dari rumah untuk menghindari pertanyaan Kenan. Meski ia sadar hal ini hanya sementara karena lambat-laun Kenan pasti akan mengetahuinya. Hati Nayla merasa sedikit tenang karena putrinya sudah mulai membaik dan ia mempercayakan pada Kenan untuk menjaganya hingga akhirnya mobil taksi yang ia tumpangi sudah terparkir di pekarangan bar yang tentu saja sudah begitu ramai."Nay, kau sudah ditunggu Mas Yoga," ucap Olivia yang sedang mengambil minuman. "Dia ada di ruang biasa, samperin, gih! Sepertinya sudah tidak sabar mau ketemu kau," ledek Olivia sambil berjalan pergi. Nayla tidak menjawab, ia hanya menghela napas panjang karena pasti ada satu masalah baru lagi. Meskipun Nayla setengah hati menemui Yoga, ia tetap menjalani kewajiban kerja melayani tamunya dengan sopan dan ramah. Di sudut ruangan seorang laki-laki tersenyum saat Nayla berjalan mendekatinya. Wajah cantik alami Nayla memang tidak diragukan, ditambah
Nayla baru menyadari kalau sopir itu sedang menatap ke arahnya dengan seringai yang menyeramkan. Tidak lama, pintu taksi terbuka dan ternyata sosok Yoga lah yang ada di depan pintu mobil. "Thanks!" ucap Yoga sambil melempar amplop yang cukup tebal. Tentu saja sopir itu tersenyum dan menyebutkan kata; terima kasih pada Yoga. "Ayok, ikut aku!" Yoga menarik paksa lengan Nayla agar keluar dari mobil. Nayla menolak, tetapi sia-sia karena semakin ia berontak, pergelangan tangannya semakin sakit dan tenaganya akan melemah saat ia terus menerus berontak. Karena Nayla tidak mau keluar dari taksi itu, akhirnya Yoga memutuskan untuk menggendong tubuhnya dan setelah taksi itu pergi Nayla dimasukkan ke mobil. "Diam kamu di situ!" ucap Yoga. Yoga mengunci pintu mobilnya, ia kemudian memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Tubuh Nayla memang diam, tetapi tidak dengan otaknya yang terus berputar mencari celah agar ia bisa kabur. Namun, sepertinya nasib baik belum berpihak padanya. Mobil memasuki h
Mie yang dipesan sudah habis dimakan oleh Allea. Bahkan anak kecil itu sudah kembali terlelap dan Nayla hanya mampu membisu di sudut kamar sambil memeluk guling setelah menidurkan putrinya. Ia memaklumi keputusan Kenan. Terlebih apa yang dikatakan ibunya dulu memang benar adanya; bagaimana mungkin putranya mendapatkan wanita yang sudah memiliki anak? Ah ... pasti akan banyak sekali perdebatan andai kata hubungan mereka berdua dipaksakan. Mungkin kata ikhlas harus ditelan bulat-bulat oleh Nayla meski ada rasa sakit yang tidak dapat ia gambarkan. Angan Nayla harus buyar ketika pintu kamar terdengar ada yang mengetuk. Dari dalam kamar, Nayla menyuruhnya untuk masuk karena pintu kamar memang tidak ia kunci. Perlahan pintu itu terbuka dan sepasang mata Nayla akhirnya membulat. "Maafin aku," ucap Kenan sambil melangkah dan mendekat pada Nayla yang sedang duduk di pojok kasur. Mendengar kata maaf dari Kenan, kedua sudut mata Nayla kembali mengeluarkan air bening yang disertai sayatan di
Hari ini, Minggu jam sepuluh pagi. Kenan mengajak Allea dan Nayla ke salah satu mall untuk melepaskan penat. Sengaja Kenan tidak mengajak liburan terlalu jauh karena esok Senin Allea akan menghadapi ujian kenaikan kelas jadi memerlukan waktu istirahat dan belajar yang cukup. Meski hanya di mall, kebahagiaan mereka tetap terjaga dan terasa. Awalnya Kenan mengajak Allea dan Nayla memilih baju dan mengambil beberapa potong pakaian untuk dibeli. Setelah dirasa cukup akhirnya Kenan mengajak Nayla dan Allea ke pusat permainan. Tentu saja Allea senang, ia begitu bahagia karena calon ayahnya begitu baik dan perhatian, mengerti apa yang diinginkan dan disukai olehnya. Nayla dan Allea masuk dalam ruangan yang lebih pantas disebut kolam yang berisi begitu banyak bola-bola kecil warna-warni di dalamnya. Canda tawa bahkan teriakan menggambarkan keceriaan Allea hari ini. Bahkan, Kenan yang berada di luar ruangan pun dapat merasakan atmosfer kebahagiaan antara ibu dan anak di dalam sana. Diam-diam
Sungguh malam itu merupakan malam yang tidak disukai oleh Kenan. Di mana ia harus menjaga Rebecca dan mengesampingkan semua pekerjaannya. Ia juga merasa kesal pada Yoga karena menurutnya sok tahu dan seolah membela keinginan ibunya. Padahal dari dulu Yoga dipandang sosok yang tidak peduli dengan Kenan. Ini hari kedua Rebecca berada di Indonesia dan malam ini ia ingin diantar jalan-jalan keliling kota karena merasa bosan berada di rumah. Kenan sampai tidak sempat memberitahu keadaan ini pada Nayla karena benar-benar disibukkan oleh Rebecca. Rebecca sudah cantik dengan mini dress warna biru membalut tubuhnya. Makeup yang cukup tebal sudah menjadi andalan sekaligus tuntutan kerja yang membawanya hingga ke kehidupan sehari-harinya. Mobil melesat tanpa arah karena Rebecca tidak menyebutkan ingin ke mana. Mereka berputar-putar melewati gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan. "Ke mall?" tanya Kenan memecah keheningan. "Udah bosan." "Makan?" "Belum lapar." Kenan akhirnya hanya menghel
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng