Sepanjang perjalanan tiga orang yang berada dalam mobil membisu. Allea yang biasanya ceria tiba-tiba hening ketika melihat wajah ibunya merah padam siang ini. Hingga akhirnya mobil terparkir di depan kontrakan rumah kecil yang saat ini menjadi hunian Nayla bersama putrinya.
"Allea, ayok, turun!" ucap Nayla saat ia membuka pintu belakang mobil.Baru kali ini sikap Nayla sedingin dan segalak itu pada Allea, hingga bocah kecil berusia lima tahun itu hanya menurut tanpa ada bantahan sedikitpun. Ia begitu takut melihat sosok Nayla yang lembut seketika berubah bak monster."Tunggu!" ucap laki-laki bernama Kenan. "Jangan kasari Lea."Nayla tersenyum sarkas ketika menatap wajah Kenan yang berusia dua tahun lebih tua darinya."Ini anakku, segalanya aku yang berhak tentukan!" ucap Nayla kemudian menarik tangan kecil yang kini sudah ia genggam. "Ayok masuk, Lea!"Sambil menarik tangan Allea, Nayla berjalan kencang membuat putri kecilnya berjalan terseok-seok. Beberapa kali sepasang mata bening itu menatap ke arah Kenan. Namun tidak ada yang dapat ia lakukan.Bruk!Pintu dibanting Nayla saat dirinya dan Allea sudah berada dalam kamar.Gadis itu tampak ketakutan melihat amarah ibunya saat ini. Ia hanya mampu menahan tangis meski sesungguhnya ingin sekali menangis."Kubur dalam-dalam impianmu untuk memiliki Ayah kalau Uncle tadi yang kamu mau, Lea!" bentak Nayla saat melihat putri kecilnya yang duduk di tepi ranjang."Tapi kenapa, Mom? Uncle Kenan baik sama Lea. Uncle Ken selalu ada buat Lea ketika ada temen kelas yang ledekin Lea gak punya daddy.""Tunggu! Sejak kapan Lea mengenal Uncle tadi?" tanya Nayla heran karena putrinya tidak pernah membahas tentang hal ini. Ia hanya meminta Nayla menikah agar dirinya mempunyai ayah dan tidak lagi mendapatkan perundungan dari teman-temannya."Sejak Lea masuk sekolah," jawab Allea.Nayla menghela napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan."Mom, mau, ya, nikah sama Uncle Ken?" rengek Allea pada Nayla. "Lea jamin Uncle Ken baik, ganteng lagi," sambung Allea yang berulang kali mencoba membujuk ibunya."No!""Tapi kenapa, Mom? Kenapa selalu jawab no? Padahal Mommy belum kenal sama Uncle Ken." Allea sedikit merajuk, tetapi tidak seperti biasanya yang dilakukan oleh Nayla. Kali ini ia benar-benar marah dan meninggalkan Allea di dalam kamar sendirian. "Mommy kenapa jadi begini?" gumam Allea saat Nayla sudah mengurungnya dalam kamar.***Sudah tiga hari Allea enggan makan, hanya sedikit saja makanan yang dapat masuk ke dalam perutnya setelah aksi protesnya pada Nayla untuk menerima Kenan menjadi ayahnya.Nayla yang keras hati akhirnya luluh untuk mengabulkan permintaan putrinya karena ia sakit. Seluruh tubuhnya panas meski sudah diberikan obat penurun panas. Sifat kerasnya sama seperti sang ibu, ia tidak mau diajak ke rumah sakit malah menginginkan bertemu dengan Kenan.Lagi-lagi demi sang anak, Nayla harus mengalah meski harus menurunkan egonya untuk menemui atau sekadar menghubungi Kenan. Ia mengingat Kenan memberikan kartu namanya sebelum ia pergi saat ia mengantar Nayla dan Allea."Duh ... di mana lagi kartu nama itu?" gumam Nayla yang sedang mengubek-ubek tas selempang kecil yang ia kenakan waktu itu."Oh ... astaga! Sepertinya aku masukin di saku jaket!" ucapnya kemudian bangkit dari tepi ranjang dan mengambil jaket yang ia gantung di belakang pintu kamar.Bibir tipisnya tersenyum kala menemukan kertas kecil berwarna hitam dan bertintakan gold menuliskan data diri dari laki-laki bernama Kenan Devanka. Semuanya lengkap tertulis di kartu itu. Baik nama lengkap, nomor ponsel, alamat email, medsos serta alamat rumahnya."Baiknya aku chat dulu saja, lah. Tidak mungkin aku tiba-tiba harus menemui dia. Lagian, belum tentu mau juga dia ke sini hanya untuk Allea," gumam Nayla sambil mengetikkan pesan singkat di ponselnya.[Selamat siang. Maaf kalo chat saya menganggu Anda. Apakah Anda bisa ke rumah saya? Allea panas dan ingin bertemu Anda.] Isi pesan yang ditulis dan dikirim pada Kenan dari Nayla.Lima, sepuluh, lima belas menit berlalu tidak ada balasan dari Kenan yang membuat Nayla kesal dan menggerutu.Akhirnya Nayla memutuskan untuk membawa paksa putrinya ke rumah sakit. Ia tidak peduli andai putrinya tidak mau bahkan hingga menangis sekalipun, ia akan tetap membawa Allea ke rumah sakit."Lea, sekarang ke rumah sakit, ya, Nak?" ucap Nayla pada putrinya."Enggak! Lea baik-baik aja, kok, Mom. Lea hanya ingin bertemu Uncle Ken," ucap Allea yang masih berkeras hati meski bibirnya sudah memucat."Kalau kamu enggak mau dibawa ke rumah sakit, tolong makan, ya? Kalau makan aja susah, gimana Lea bisa sembuh? Please, tolong Mommy. Jangan bikin Mommy serba salah dan menjadi tidak bisa kerja karena kepikiran Lea. Makan, ya?" Nayla masih sabar membujuk sambil menyodorkan sendok kecil berisi bubur dan suwiran daging ayam yang ia ambil di atas nakas.Allea menggeleng."Ya sudah, kalau begitu Mommy bawa kamu ke rumah sakit sekarang!" paksa Nayla sambil menggendong tubuh Allea.Allea memberontak, ia tidak mau digendong oleh ibunya. Kaki kecil dan tangannya terus menerus menendang dan memukul Nayla yang membuatnya merasa sedih.'Mommy hanya tidak ingin kamu sakit, Sayang. Maafin Mommy ....' Dalam hati Nayla berucap bersama bulir air bening yang menetes dari sudut mata kanannya."Mommy, lepasin. Lepasin, Mmy." Allea menangis dan membuat hati Nayla semakin sedih.Meski susah payah, Nayla tetap menggendong putrinya yang terus memberontak. Suhu tubuh Allea semakin panas dan percayalah hati Nayla begitu sedih saat melihat anaknya sakit seperti ini. Seorang ibu rela dibenci anaknya asalkan putri kecilnya kembali sehat."Lea?" Suara bariton membuat tangan kanan Nayla yang sedang mengunci pintu kontrakan terhenti."Uncle Kenan?" gumam Allea.Nayla memutar tubuhnya. Mata sembab itu kini membuat saat melihat Kenan sudah berada di hadapannya dengan membawa plastik entah isinya apa."Kalian mau ke mana?" tanya Kenan."Aku mau ajak Lea ke rumah sakit karena aku pikir kamu tidak bisa datang," ucap Nayla pelan.Kenan tersenyum."Yuk, ikut Uncle." Kenan membuka lebar kedua tangannya agar Allea berpindah gendongan padanya.Tentu saja gadis kecil itu mau. Seketika wajahnya juga semringah ketika sudah berada dalam gendongan Kenan. Tanpa ragu dan malu, Kenan memasuki kontrakan Nayla. Sedangkan Nayla hanya melongo saat ekspresi putrinya yang tiba-tiba ceria.Ternyata Kenan membawakan nasi dan ayam kremes. Ia menyuapi Allea dan gadis itu makan tanpa sungkan dari tangan Kenan. Lagi-lagi Nayla hanya bisa menatap kebersamaan mereka yang semakin akrab saja. Perlahan, wajah putri kecilnya itu kembali ceria tanpa pucat di bibinya."Nah ... sekarang minum obat dulu, ya?" ucap Kenan saat Allea telah menghabiskan nasi dan ayam kremesnya.Allea pun menurut, ia pun tidur setelah minum obat penurun panas di pelukan Kenan. Sungguh gadis kecil itu begitu patuh pada sosok Kenan yang memang terlihat menyayanginya. Apakah hati Nayla akan luluh pada Kenan nantinya?Hari ke hari Allea semakin menginginkan sosok Kenan menjadi ayahnya. Karena merasa tidak terlalu digubris oleh ibunya, ia pun bergegas meminta langsung pada Kenan. Kebetulan setiap hari Sabtu Kenan memang selalu ke sekolah Allea karena libur di kantor. "Uncle!" Allea berlari dari gerbang sekolah dan langsung disambut kedua tangan kekar yang melebar untuk segera menggendong dirinya. "Hap! Udah selesai sekolahnya?" tanya Kenan saat Allea sudah ada dalam gendongannya."Udah, dong. Uncle sibuk, tak?" tanya bibir mungil Allea. "Tidak. Memangnya kenapa?" "Lea mau ngomong sesuatu tapi enggak di sini. Lea juga udah bilang ke Bi Inah enggak usah jemput.""Baiklah, let's go, Lea!" Kenan berjalan menuju mobil hitam yang ia parkir di samping gerbang sekolah. Di dalam mobil Kenan memperhatikan Allea yang biasanya ceria tiba-tiba saja terdiam bahkan terkesan kaku. Hal ini tidak biasanya terjadi, bocah kecil itu seolah sedang memendam satu rahasia yang entah itu apa. Hingga akhirnya mobil suda
Nayla masih kesal pada Olivia yang bercanda ketika merampas amplop pemberian dari Prayoga. Meski akhirnya ia bernapas lega karena yang ada dalam pikirannya kalau itu adalah preman telah salah. Nayla benar-benar menjaga amplop itu di tasnya dengan hati-hati menuju rumah. Nayla sampai tidak bisa tidur ketika mengetahui jumlah yang hampir tiga bulan dari gaji pokoknya. Pikiran ia yang saat itu akan mendapatkan uang kecil. Ternyata ia malah diberikan rezeki yang begitu banyak. "Ya Tuhan, aku telah berburuk sangka terhadap-Mu. Maafin aku, Tuhan." Nayla berucap sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah ia menggoreskan kata dalam buku diary.Sang fajar kini telah bersinar menyambut pagi. Cahaya kuning keemasannya begitu terasa menghangatkan tubuh. Hingga akhirnya ia bergegas ke dapur di mana sudah ada Inah di sana yang sedang memasak. "Eh, Non Nayla udah bangun?" sapa Inah saat melihat sang majikan berjalan ke arahnya. "Iya, Bi. Aku enggak bisa tidur. Masak apa pagi ini?" "Non
Sudah sekitar satu bulan pendekatan Nayla dan Kenan terjadi atas keinginan Allea. Nayla hanya memikirkan perasaan putrinya dan menyisihkan perasaannya. Sementara Kenan merasa bahagia karena Nayla mau bertemu dengan orang tuanya nanti malam. "Pokoknya Mama mau menantu yang sempurna! Awas aja kalau tidak," sarkas ibunya Kenan. Kenan hanya tersenyum. Baginya Nayla merupakan sosok sempurna untuknya dari dulu hingga saat ini, hanya ia yang mampu mengisi relung kosong di hatinya. *Sementara di seberang sana ada Nayla yang terlihat bingung saat pekerjaannya selesai. "Bengong aja, kau!" Olivia menyenggol lengan Nayla yang ia jadikan penyanggah pipi. Ia sangat terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Mbak Oliv." Nayla hanya menjawab sekenanya karena yang ada di otaknya memikirkan nasib yang telah ia ambil. "Ada masalah? Ceritalah," tanya Olivia yang kemudian duduk berhadapan dengan Nayla. Awalnya Nayla diam, akan tetapi hatinya semakin terasa resah untuk keputusan yang telah ia ambil. Ia k
"Sampai kapan pun, aku tidak akan menerimamu sebagai menantu, paham?!" Sepanjang perjalanan Nayla selalu mengingat kata-kata menyakitkan yang meluncur dari bibir ibunya Kenan. Tentang penolakan menjadi menantu apalagi statusnya yang telah memiliki seorang anak dianggap tidak pantas untuk putranya yang masih lajang dan juga mapan.Keadaan hening di dalam mobil ketika Kenan memacu mobilnya menuju kontrakan Nayla. Kenan memang tidak mengetahui perihal penolakan tersebut karena ibunya menolak Nayla saat Kenan sedang menerima panggilan ponsel saat itu. "Nay?" Kenan memanggil Nayla. "Kamu kenapa?" sambungnya saat Nayla terlihat diam saja."Gak pa-pa," jawab Nayla singkat. Kalau sudah seperti ini, Kenan hanya bisa diam. Hingga tidak terasa mobilnya telah sampai di depan kontrakan Nayla. "Pulanglah, sudah malam," ucap Nayla sedingin es ketika Kenan membukakan pintu mobil untuknya. Waktu menunjuk hampir ke angka sebelas dan Kenan menuruti ucapan Nayla karena tidak ingin membuatnya marah at
Ponsel berdering di saat yang tepat. Nayla mempunyai kesempatan segera pergi dari rumah untuk menghindari pertanyaan Kenan. Meski ia sadar hal ini hanya sementara karena lambat-laun Kenan pasti akan mengetahuinya. Hati Nayla merasa sedikit tenang karena putrinya sudah mulai membaik dan ia mempercayakan pada Kenan untuk menjaganya hingga akhirnya mobil taksi yang ia tumpangi sudah terparkir di pekarangan bar yang tentu saja sudah begitu ramai."Nay, kau sudah ditunggu Mas Yoga," ucap Olivia yang sedang mengambil minuman. "Dia ada di ruang biasa, samperin, gih! Sepertinya sudah tidak sabar mau ketemu kau," ledek Olivia sambil berjalan pergi. Nayla tidak menjawab, ia hanya menghela napas panjang karena pasti ada satu masalah baru lagi. Meskipun Nayla setengah hati menemui Yoga, ia tetap menjalani kewajiban kerja melayani tamunya dengan sopan dan ramah. Di sudut ruangan seorang laki-laki tersenyum saat Nayla berjalan mendekatinya. Wajah cantik alami Nayla memang tidak diragukan, ditambah
Nayla baru menyadari kalau sopir itu sedang menatap ke arahnya dengan seringai yang menyeramkan. Tidak lama, pintu taksi terbuka dan ternyata sosok Yoga lah yang ada di depan pintu mobil. "Thanks!" ucap Yoga sambil melempar amplop yang cukup tebal. Tentu saja sopir itu tersenyum dan menyebutkan kata; terima kasih pada Yoga. "Ayok, ikut aku!" Yoga menarik paksa lengan Nayla agar keluar dari mobil. Nayla menolak, tetapi sia-sia karena semakin ia berontak, pergelangan tangannya semakin sakit dan tenaganya akan melemah saat ia terus menerus berontak. Karena Nayla tidak mau keluar dari taksi itu, akhirnya Yoga memutuskan untuk menggendong tubuhnya dan setelah taksi itu pergi Nayla dimasukkan ke mobil. "Diam kamu di situ!" ucap Yoga. Yoga mengunci pintu mobilnya, ia kemudian memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Tubuh Nayla memang diam, tetapi tidak dengan otaknya yang terus berputar mencari celah agar ia bisa kabur. Namun, sepertinya nasib baik belum berpihak padanya. Mobil memasuki h
Mie yang dipesan sudah habis dimakan oleh Allea. Bahkan anak kecil itu sudah kembali terlelap dan Nayla hanya mampu membisu di sudut kamar sambil memeluk guling setelah menidurkan putrinya. Ia memaklumi keputusan Kenan. Terlebih apa yang dikatakan ibunya dulu memang benar adanya; bagaimana mungkin putranya mendapatkan wanita yang sudah memiliki anak? Ah ... pasti akan banyak sekali perdebatan andai kata hubungan mereka berdua dipaksakan. Mungkin kata ikhlas harus ditelan bulat-bulat oleh Nayla meski ada rasa sakit yang tidak dapat ia gambarkan. Angan Nayla harus buyar ketika pintu kamar terdengar ada yang mengetuk. Dari dalam kamar, Nayla menyuruhnya untuk masuk karena pintu kamar memang tidak ia kunci. Perlahan pintu itu terbuka dan sepasang mata Nayla akhirnya membulat. "Maafin aku," ucap Kenan sambil melangkah dan mendekat pada Nayla yang sedang duduk di pojok kasur. Mendengar kata maaf dari Kenan, kedua sudut mata Nayla kembali mengeluarkan air bening yang disertai sayatan di
Hari ini, Minggu jam sepuluh pagi. Kenan mengajak Allea dan Nayla ke salah satu mall untuk melepaskan penat. Sengaja Kenan tidak mengajak liburan terlalu jauh karena esok Senin Allea akan menghadapi ujian kenaikan kelas jadi memerlukan waktu istirahat dan belajar yang cukup. Meski hanya di mall, kebahagiaan mereka tetap terjaga dan terasa. Awalnya Kenan mengajak Allea dan Nayla memilih baju dan mengambil beberapa potong pakaian untuk dibeli. Setelah dirasa cukup akhirnya Kenan mengajak Nayla dan Allea ke pusat permainan. Tentu saja Allea senang, ia begitu bahagia karena calon ayahnya begitu baik dan perhatian, mengerti apa yang diinginkan dan disukai olehnya. Nayla dan Allea masuk dalam ruangan yang lebih pantas disebut kolam yang berisi begitu banyak bola-bola kecil warna-warni di dalamnya. Canda tawa bahkan teriakan menggambarkan keceriaan Allea hari ini. Bahkan, Kenan yang berada di luar ruangan pun dapat merasakan atmosfer kebahagiaan antara ibu dan anak di dalam sana. Diam-diam
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng