Sudah sekitar satu bulan pendekatan Nayla dan Kenan terjadi atas keinginan Allea. Nayla hanya memikirkan perasaan putrinya dan menyisihkan perasaannya. Sementara Kenan merasa bahagia karena Nayla mau bertemu dengan orang tuanya nanti malam.
"Pokoknya Mama mau menantu yang sempurna! Awas aja kalau tidak," sarkas ibunya Kenan.Kenan hanya tersenyum. Baginya Nayla merupakan sosok sempurna untuknya dari dulu hingga saat ini, hanya ia yang mampu mengisi relung kosong di hatinya.*Sementara di seberang sana ada Nayla yang terlihat bingung saat pekerjaannya selesai."Bengong aja, kau!" Olivia menyenggol lengan Nayla yang ia jadikan penyanggah pipi. Ia sangat terlihat sedang memikirkan sesuatu."Mbak Oliv." Nayla hanya menjawab sekenanya karena yang ada di otaknya memikirkan nasib yang telah ia ambil."Ada masalah? Ceritalah," tanya Olivia yang kemudian duduk berhadapan dengan Nayla.Awalnya Nayla diam, akan tetapi hatinya semakin terasa resah untuk keputusan yang telah ia ambil. Ia kemudian menceritakan perihal Kenan pada Olivia. Tentang keinginan Allea yang menginginkan dirinya agar menikah dengan Kenan dan rencana pertemuan ia dan keluarga Kenan nanti sore."Apa yang kau khawatirkan, Nay?" tanya Olivia."Entah, aku merasa gamang, Mbak. Aku terlalu takut karena posisiku ini singel Mom dan––" ucapan Nayla terjeda, semua kata seolah tertahan di dalam kerongkongan.**Mentari telah naik cukup terik, jarum jam mengarah ke angka sepuluh dan Nayla telah bangun dari mimpinya. Padahal biasanya ia bangun ketika azan asar berkumandang.Inah memperhatikan majikannya yang terlihat resah mondar-mandir tidak tentu arah di depan pintu kamarnya. Ia berinisiatif untuk mendekatinya sekadar ingin mengobrol saja."Non Nayla kenapa? Kok, seperti gelisah?" tanya Inah tanpa ragu.Nayla menatap wajah Inah dan akhirnya ia mengungkapkan perihal apa yang ia rasakan saat ini. Rasa minder berbalut takut ditolak oleh ibu dari laki-laki yang hendak melamarnya.Lagi-lagi Nayla mendengar jawaban yang hampir sama dengan jawaban dari Olivia. Apakah sebetulnya ia yang terlalu over thinking pada perasaannya dan juga laki-laki yang hendak melamarnya nanti malam?Akhirnya Nayla berinisiatif untuk bertemu dulu dengan Kenan supaya ia lebih siap lagi untuk bertemu dengan orang tuanya. Tidak menunggu waktu lama akhirnya Kenan pun melaju dengan mobilnya ke rumah kontrakan Nayla dengan masih mengenakan kemeja lengan panjang yang ia gulung seolah menjdi pakaian kebesarannya.Nayla yang masih mengobrol dengan Inah pun akhirnya harus terhenti ketika suara ketukan pintu terdengar."Biar aku aja, Bi!" Nayla gegas menuju pintu depan ketika ia berada di dapur bersama Inah.Pintu pun terbuka dan seulas senyum terukir indah di bibir Kenan."Hai? Kamu merindukanku, Nay?" Kenan malah menggoda Nayla yang membuat singel mom tersebut bertambah kesal."Ge'er! Ada yang mau aku bicarakan sama Kak––" ucap Nayla terjeda. Sementara Kenan tersenyum karena ia yakin kalau Nayla akan memanggilnya 'kakak' panggilan dulu untuknya. "Senyum terus. Aku ingin bicara sesuatu sama kamu!" sambung Nayla yang kemudian memalingkan tubuhnya dari Kenan.Kenan pun mengekor. Ia berjalan kemudian duduk di sofa yang ada di ruang tamu yang begitu sempit. Sementara Nayla gegas ke dapur membuatkan susu dan camilan untuk Kenan.Tidak begitu lama Nayla membawa susu hangat rasa cokelat meski sesungguhnya Kenan memang menyukai hampir semua rasa susu asal bukan rasa alpukat yang paling ia benci."Kamu masih ingat minuman favorit aku, Nay," ucap Kenan dengan seulas senyum saat Nayla sudah menghidangkannya di atas meja.Nayla tidak banyak bicara. Ia membiarkan Kenan untuk menikmati minuman dan camilan yang ia sajikan tadi."Bicaralah, apa yang hendak kamu tanyain sama aku?" Kenan bertanya saat susu hangat tinggal setengah gelas."Ada hal yang belum kamu tahu dari aku," ucap Nayla dengan mata melihat lurus ke pintu yang terbuka lebar. "Kalau pekerjaanku––" ucap Nayla terhenti.Entah kenapa ia malah bungkam. Padahal hal inilah yang mengganjal hatinya. Ia terlalu takut kalau Kenan akan marah kemudian pergi dari hidupnya dan akan membuat Allea sedih."Kenapa dengan pekerjaanmu?" Kenan bertanya karena Nayla malah terlihat bengong tanpa kata.Sangat terlihat kegelisahan dari gesture tubuh Nayla kalau ia begitu tidak nyaman untuk membahas masalah pekerjaannya. Dalam pikirannya, laki-laki mana, sih, yang mau menerima wanita pemandu karaoke seperti dirinya? Apalagi dengan status singel parent. Pandangan orang-orang pasti banyak yang mengira kalau pekerjaannya itu tidak jauh dari menjual diri pada laki-laki hidung belang.***Pertemuan tadi tidak menghasilkan apa-apa. Nayla masih bingung untuk menjelaskan pada Kenan yang harusnya saat ini hatinya sudah tenang malah semakin merasa over thinking.Nayla memutuskan untuk datang menemui orang tua Kenan tanpa Allea karena ia begitu takut kalau sampai orang tua Kenan akan menolaknya. Ia membayangkan akan betapa hancurnya perasaan putri cantiknya nanti.Waktu telah menunjuk ke angka tujuh dan Nayla menyuruh Inah untuk membawa putrinya ke kamar saat klakson mobil menyapa dari luar. Nayla yang sudah cantik mengenakan dress selutut warna putih motif bunga-bunga terlihat semakin cantik dan anggun dengan rambut panjang yang ia gerai sepunggung serta jepitan kecil yang tersemat di rambutnya."Nayla?" Sepasang mata Kenan membulat saat melihat Nayla yang ada di dekat pintu mobilnya yang masih tertutup."Tidak membukakan pintu mobil untukku?" tanya Nayla yang berhasil membuat Kenan tersadar dari lamunan karena terpesona oleh penampilan Nayla malam ini.Kenan mengedipkan mata dan menggelengkan kepala saat ia terperanjat dari lamunan. Gegas ia turun dari mobil, lalu membukakan pintu tersebut untuk Nayla. Wanita itu masuk dengan begitu anggun dan duduk di kursi samping kemudi. Sementara Kenan berlari dan masuk dari pintu sampingnya.Kini mereka berada di dalam mobil dengan debar tidak beraturan yang dirasakan oleh Kenan. Akhirnya ia menyadari ada satu hal yang tertinggal. Formasi ini terasa kurang lengkap baginya."Lea mana?" tanya Kenan."Ada sama Bibi, dia mau tidur katanya," bohong Nayla."Oh, seperti itu? Padahal aku ingin mengenalkan Lea juga sama Mama," ucap Kenan yang terlihat sedikit lesu.Maaf, Kak. Aku terlalu takut kalau Lea akan terluka. Entah kenapa feeling aku malam ini tidak enak. Apakah mamamu akan menolakku? Batin Nayla ketika mesin mobil dinyalakan oleh Kenan.Allea hanya dapat melihat mobil Kenan yang membawa ibunya pergi. Ia terlihat sedih karena sesungguhnya ingin ikut serta dengan mereka. Allea begitu menyayangi sosok Kenan. Baginya, Kenan merupakan sosok ayah terbaik untuknya.Sementara di dalam mobil ada Kenan dan Nayla yang masih membisu dengan pikirannya masing-masing. Hingga tidak terasa ban mobil yang berputar melindas aspal hitam di jalan raya kini sudah terparkir di halaman rumahnya yang berumput hijau."Mari!" Kenan membukakan pintu mobil, tapi Nayla terlihat ragu. "Tidak usah takut, ada aku," ucap Kenan dengan seulas senyum.Uluran tangan Kenan disambut hangat oleh Nayla. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju rumah besar bergaya mediterania dengan warna putih yang mendominasi rumah tersebut. Kenan masih merasakan kegelisahan dari Nayla meski berkali-kali ia mencoba menenangkannya dan meyakinkan kalau semua akan berjalan dengan baik."Ma? Mama?!" Kenan sedikit berteriak memanggil ibunya. Sementara Nayla semakin terlihat tidak nyaman."Nay?" ucap seorang laki-laki yang berada di rumah Kenan. "Ngapain kamu di sini?" sambungnya yang membuat sepasang mata Nayla membulat sempurna saat melihat laki-laki itu berada di rumah Kenan––calon suaminya."Sampai kapan pun, aku tidak akan menerimamu sebagai menantu, paham?!" Sepanjang perjalanan Nayla selalu mengingat kata-kata menyakitkan yang meluncur dari bibir ibunya Kenan. Tentang penolakan menjadi menantu apalagi statusnya yang telah memiliki seorang anak dianggap tidak pantas untuk putranya yang masih lajang dan juga mapan.Keadaan hening di dalam mobil ketika Kenan memacu mobilnya menuju kontrakan Nayla. Kenan memang tidak mengetahui perihal penolakan tersebut karena ibunya menolak Nayla saat Kenan sedang menerima panggilan ponsel saat itu. "Nay?" Kenan memanggil Nayla. "Kamu kenapa?" sambungnya saat Nayla terlihat diam saja."Gak pa-pa," jawab Nayla singkat. Kalau sudah seperti ini, Kenan hanya bisa diam. Hingga tidak terasa mobilnya telah sampai di depan kontrakan Nayla. "Pulanglah, sudah malam," ucap Nayla sedingin es ketika Kenan membukakan pintu mobil untuknya. Waktu menunjuk hampir ke angka sebelas dan Kenan menuruti ucapan Nayla karena tidak ingin membuatnya marah at
Ponsel berdering di saat yang tepat. Nayla mempunyai kesempatan segera pergi dari rumah untuk menghindari pertanyaan Kenan. Meski ia sadar hal ini hanya sementara karena lambat-laun Kenan pasti akan mengetahuinya. Hati Nayla merasa sedikit tenang karena putrinya sudah mulai membaik dan ia mempercayakan pada Kenan untuk menjaganya hingga akhirnya mobil taksi yang ia tumpangi sudah terparkir di pekarangan bar yang tentu saja sudah begitu ramai."Nay, kau sudah ditunggu Mas Yoga," ucap Olivia yang sedang mengambil minuman. "Dia ada di ruang biasa, samperin, gih! Sepertinya sudah tidak sabar mau ketemu kau," ledek Olivia sambil berjalan pergi. Nayla tidak menjawab, ia hanya menghela napas panjang karena pasti ada satu masalah baru lagi. Meskipun Nayla setengah hati menemui Yoga, ia tetap menjalani kewajiban kerja melayani tamunya dengan sopan dan ramah. Di sudut ruangan seorang laki-laki tersenyum saat Nayla berjalan mendekatinya. Wajah cantik alami Nayla memang tidak diragukan, ditambah
Nayla baru menyadari kalau sopir itu sedang menatap ke arahnya dengan seringai yang menyeramkan. Tidak lama, pintu taksi terbuka dan ternyata sosok Yoga lah yang ada di depan pintu mobil. "Thanks!" ucap Yoga sambil melempar amplop yang cukup tebal. Tentu saja sopir itu tersenyum dan menyebutkan kata; terima kasih pada Yoga. "Ayok, ikut aku!" Yoga menarik paksa lengan Nayla agar keluar dari mobil. Nayla menolak, tetapi sia-sia karena semakin ia berontak, pergelangan tangannya semakin sakit dan tenaganya akan melemah saat ia terus menerus berontak. Karena Nayla tidak mau keluar dari taksi itu, akhirnya Yoga memutuskan untuk menggendong tubuhnya dan setelah taksi itu pergi Nayla dimasukkan ke mobil. "Diam kamu di situ!" ucap Yoga. Yoga mengunci pintu mobilnya, ia kemudian memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Tubuh Nayla memang diam, tetapi tidak dengan otaknya yang terus berputar mencari celah agar ia bisa kabur. Namun, sepertinya nasib baik belum berpihak padanya. Mobil memasuki h
Mie yang dipesan sudah habis dimakan oleh Allea. Bahkan anak kecil itu sudah kembali terlelap dan Nayla hanya mampu membisu di sudut kamar sambil memeluk guling setelah menidurkan putrinya. Ia memaklumi keputusan Kenan. Terlebih apa yang dikatakan ibunya dulu memang benar adanya; bagaimana mungkin putranya mendapatkan wanita yang sudah memiliki anak? Ah ... pasti akan banyak sekali perdebatan andai kata hubungan mereka berdua dipaksakan. Mungkin kata ikhlas harus ditelan bulat-bulat oleh Nayla meski ada rasa sakit yang tidak dapat ia gambarkan. Angan Nayla harus buyar ketika pintu kamar terdengar ada yang mengetuk. Dari dalam kamar, Nayla menyuruhnya untuk masuk karena pintu kamar memang tidak ia kunci. Perlahan pintu itu terbuka dan sepasang mata Nayla akhirnya membulat. "Maafin aku," ucap Kenan sambil melangkah dan mendekat pada Nayla yang sedang duduk di pojok kasur. Mendengar kata maaf dari Kenan, kedua sudut mata Nayla kembali mengeluarkan air bening yang disertai sayatan di
Hari ini, Minggu jam sepuluh pagi. Kenan mengajak Allea dan Nayla ke salah satu mall untuk melepaskan penat. Sengaja Kenan tidak mengajak liburan terlalu jauh karena esok Senin Allea akan menghadapi ujian kenaikan kelas jadi memerlukan waktu istirahat dan belajar yang cukup. Meski hanya di mall, kebahagiaan mereka tetap terjaga dan terasa. Awalnya Kenan mengajak Allea dan Nayla memilih baju dan mengambil beberapa potong pakaian untuk dibeli. Setelah dirasa cukup akhirnya Kenan mengajak Nayla dan Allea ke pusat permainan. Tentu saja Allea senang, ia begitu bahagia karena calon ayahnya begitu baik dan perhatian, mengerti apa yang diinginkan dan disukai olehnya. Nayla dan Allea masuk dalam ruangan yang lebih pantas disebut kolam yang berisi begitu banyak bola-bola kecil warna-warni di dalamnya. Canda tawa bahkan teriakan menggambarkan keceriaan Allea hari ini. Bahkan, Kenan yang berada di luar ruangan pun dapat merasakan atmosfer kebahagiaan antara ibu dan anak di dalam sana. Diam-diam
Sungguh malam itu merupakan malam yang tidak disukai oleh Kenan. Di mana ia harus menjaga Rebecca dan mengesampingkan semua pekerjaannya. Ia juga merasa kesal pada Yoga karena menurutnya sok tahu dan seolah membela keinginan ibunya. Padahal dari dulu Yoga dipandang sosok yang tidak peduli dengan Kenan. Ini hari kedua Rebecca berada di Indonesia dan malam ini ia ingin diantar jalan-jalan keliling kota karena merasa bosan berada di rumah. Kenan sampai tidak sempat memberitahu keadaan ini pada Nayla karena benar-benar disibukkan oleh Rebecca. Rebecca sudah cantik dengan mini dress warna biru membalut tubuhnya. Makeup yang cukup tebal sudah menjadi andalan sekaligus tuntutan kerja yang membawanya hingga ke kehidupan sehari-harinya. Mobil melesat tanpa arah karena Rebecca tidak menyebutkan ingin ke mana. Mereka berputar-putar melewati gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan. "Ke mall?" tanya Kenan memecah keheningan. "Udah bosan." "Makan?" "Belum lapar." Kenan akhirnya hanya menghel
Rebecca sepertinya tahu kalau Kenan sudah memiliki kekasih, tetapi perasaannya pada Kenan sudah tak terbendung. Perempuan itu ternyata sudah menyukai Kenan sejak awal pertemuan di Singapura. Sosok Kenan yang tidak banyak bicara, tetapi terlihat hangat pada Kinan––ibunya, membuat Rebecca yakin kalau lelaki seperti itu akan benar-benar mempunyai rasa sayang yang tulus pada pasangannya. Hal itu ada pada diri Kenan hingga membuat Rebecca terobsesi ingin memilikinya. "Antar aku, yok?" ajak Rebecca kala Kenan terlihat mengaktifkan ponselnya. Perempuan itu seolah melarang Kenan untuk berkomunikasi dengan orang lain."Sebentar, aku mau menghubungi seseorang," jawab Kenan tanpa melihat pada Rebecca. "Enggak bisa, harus sekarang!" pinta Rebecca memaksa. "Tapi––" Belum juga Kenan berbicara, suara wanita memotong pembicaraannya. "Keeennn ... antar Becca dulu. Sini ponselnya!" Suara Kinan menggelegar dan tidak begitu lama ia muncul di hadapan Kenan dan meminta ponselnya. "Enggak, Ma. Gimana k
Senyum manis Nayla memudar ketika perempuan yang ada di hadapannya terlihat menatap Kenan begitu lekat. "Kenalin, ini Nayla calon istriku," ucap Kenan pada Rebecca. Rebecca terlihat masam, sesungguhnya ia tidak suka berada dalam keadaan ini. Suara panggilan dari Kinan seolah menjadi penolong baginya yang ingin pergi tanpa menyalami perempuan yang dibawa oleh Kenan, tentu saja karena ia merasa cemburu. "Maaf, Mama manggil aku," ucap Rebecca yang kemudian langsung masuk ke rumah. Sepasang mata sipit Kenan melebar ketika mendengar Rebecca yang tiba-tiba saja memanggil 'mama'. Apakah ibunya datang? Ataukah malah ibunya yang ia sebut mama? Perasaannya mulai tidak enak, rasa bahagia berubah dingin seolah horor, apalagi saat menatap wajah Nayla."Mama?" tanya Nayla yang sudah menatap Kenan lebih dulu seolah meminta penjelasan. "Sedekat itu dia sama Mamamu, Kak Ken?"Perasaan yang ditakutkan Kenan akhirnya terjadi. Baru saja hubungannya dengan Nayla membaik, saat ini ada lagi hal yang akan
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng