Melaju di jalan kota, mobil Sagara berhenti di area parkir depan mal yang tidak jauh dari pemberhentian bus. Walau kesannya buru-buru, dia masih bisa memarkir mobil dengan hati-hati. Daripada nantinya malah membawa masalah lain yang tidak bisa diprediksi, akan lebih baik jika dia taat aturan.
Setelah mesin mobil dimatikan, pemilik mobil itu segera keluar dengan mendorong pintu depan. Jika tidak tahu seberapa kekuatan yang digunakan, pintunya mungkin akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Dia keluar dari sana dan melangkah dengan tergesa-gesa. Tidak peduli lagi dengan tatapan orang lain di sekitar yang memberi wajah kagum lantaran kemampuan memarkir yang menakjubkan.
Berjalan lurus ke depan, dia menyeberangi jalan melalui zebra cross. Beruntung lampu lalu lintas saat itu lagi merah, makanya dia bisa menyeberang dengan aman bersama warga lain. Jaraknya tidak jauh lagi. Jika bisa dikatakan, hanya ada di depan mata saja sebelum masuk ke dalam. Dari jauh, tempa
Sore saat matahari hampir satu garis lurus di ufuk barat dengan arah pandangan manusia, anggota Fantasy Club hadir lagi dalam pertemuan yang diminta Sagara dan Caraka. Mereka sedang duduk saling berdampingan dengan Sagara yang berperan sebagai penyampai materi. Pria itu ada di depan mereka yang mendadak menjadi pusat perhatian.Hari ini, mereka diminta menyimak tentang teori dalam teknik melepas kemampuan dengan Sagara yang berperan sebagai pembimbing. Seperti guru yang menyampaikan materi pembelajaran dengan ringkas namun jelas, pria itu menyampaikan bahan ajarnya kepada mereka. Ajaibnya, mereka bisa mengikuti pertemuan dengan baik tanpa ada halangan.Di sela-sela waktu diskusi, Jeslyn mengangkat tangan dengan tinggi. Setelah dipersilakan Caraka sebagai orang yang mengawasi pertemuan pada hari ini, dia mengajukan pertanyaan yang ingin disampaikan. "Emang ada nggak di antara anggota kita yang pernah diminta menguasai teknik ini?" ujarnya.Sagara mengangguk terle
Irene yang menggunakan bus sebagai transportasi darat sedang dalam perjalanan pulang. Hari hampir menjelang malam. Langit gelap juga sebentar lagi akan bersambut. Dia duduk di barisan dua paling belakang di sisi sopir. Pandangannya mengarah ke arah luar dan mengamati berbagai gedung tinggi dan gedung pencakar langit yang sudah seperti dekorasi di ibu kota nusantara.Latihan di rumah Sagara telah berakhir pada hari ini. Setelah teori tentang teknik melepas kemampuan dijelaskan oleh Sagara, ada latihan kecil sebelum menguasai kemampuan tersebut. Latihan itu tidak butuh waktu lama juga. Makanya mereka bisa selesai tepat waktu. Pulang dari latihan, dia memang tidak memiliki kegiatan lagi. Makanya keinginan untuk pulang ke rumah sudah ada di dalam kepala dan menjadi salah satu harapan.Sekitar 10 menit ke depan, bus berhenti di tempat pemberhentian bus. Di sana sudah ada beberapa kepala yang ingin naik, namun yang diutamakan terlebih dahulu adalah penumpang yang sudah menga
Beralih ke suatu tempat di Jakarta yang letaknya terpencil dari pusat kota. Tepatnya di sebuah rumah kecil yang bisa dikatakan sebagai gubuk dan letaknya ada di kawasan pemukiman padat penduduk. Akibat kawasannya yang padat, tidak jarang tempat ini selalu ada keramaian dari warga sekitar. Bisa terjadi kapan saja. Kadang ada juga yang kesannya sampai mengganggu tetangga lain.Di rumah itu, pintu rumah tidak pernah terbuka lebar. Kadang orang yang ingin bertamu dan hanya sekadar tegur sapa harus mengurungkan niatnya lantaran terkesan tidak ingin menerima tamu. Pemilik rumah juga jarang kelihatan di luar dan bergabung dengan keakraban warga lain, padahal sudah disambut dengan baik oleh mereka.Banyak yang mengira kalau pemilik rumah sibuk bekerja untuk mengais rezeki, kebetulan ada yang melihat orang itu bekerja tidak jauh dari kawasan ini. Faktanya tidak begitu. Alasan sang pemilik rumah tidak kelihatan hanya satu, karena dia tidak suka bergabung dengan orang lain.
Bertemu di satu tempat yang sama—entah itu karena suratan takdir atau memang sudah jalan cerita yang dibuat sejak zaman dahulu kala—Devin dan Mentari bertemu. Hanya saling menatap bola mata sang lawan bicara, suasana menjadi hening. Sudah biasa mengobrol banyak hal, kini malah menjadi canggung. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya membiarkan udara saja dan waktu yang menyerap masa."Udah lama ... gak ketemu, ya?" ucap Mentari yang akhirnya memulai pembicaraan setelah sadar tidak ada yang berbicara. Kalau tidak ada yang memulai sesuatu, dia yang harus memulai. Dia tidak ingin membiarkan suasana seperti berada di kota mati."Iya ... udah lama emang," balas Devin yang tidak tahu alasannya malah makin gugup. Puan itu sudah berusaha menyingkirkan rasa canggung, tetapi malah dia yang tidak sanggup. Jika begini, sia-sia saja usaha sang puan untuk mencairkan suasana."Kayaknya ada yang mau lo omongin ya?" ujar Mentari yang malah melemparkan pertanyaan.
Duduk menyandarkan punggung dan meluruskan kaki di tempat relaksasi, Devin telah tertidur yang dibantu Caraka. Dia juga dipersilakan masuk ke ruangan yang lebih gelap dan lebih remang-remang dibanding ruangan lain, seperti tempat Jingga dibawa dengan cara yang sama pula. Dia tidur dengan lelap, dibantu pula oleh suasana tempat yang sunyi.Sagara yang memperhatikan proses itu dari jauh hanya bisa diam dan tidak banyak bicara. Caraka pernah berkata butuh konsentrasi tinggi untuk bisa membawa kliennya ke alam bawah sadar. Serta butuh ketenangan juga. Makanya pria itu membiarkan Caraka melakukan aksinya yang sedang menghubungi alam bawah sadar Devin.Caraka kemudian menggenggam telapak tangan Devin, menggenggamnya dengan erat seakan-akan tidak ingin melepaskannya pergi. Dia memecah keheningan dengan mengajukan pertanyaan, "Sekarang kamu bisa dengar aku?"Tanpa suara, Devin merespons dengan menganggukkan kepala satu kali. Kegiatan berhasil dilakukan. Mereka saling te
Di sisi lain, ada Mentari yang kembali menghabiskan waktu sebelum malam menjelang di kafe langganan dan tempat yang paling sering dia datangi. Kebetulan hari ini latihan diliburkan, jadi dia tidak merasa diganggu dengan banyaknya waktu kosong. Dia juga tidak punya kegiatan lain selain mengurung diri di rumah untuk mengisi hari libur. Daripada bosan, dia memutuskan pergi ke pusat kota dan pulang saat malam. Dia senang melakukannya sendirian dan kini sudah menjadi rutinitas. Walau raganya ada di kafe—beserta fisiknya juga—namun pikiran sang puan lantas tidak ada di tempat. Pikiran itu sedang melintasi ruang dan waktu, serta melintasi cahaya seperti ada di luar angkasa. Tidak ada yang tahu sudah berapa kilometer jarak yang ditempuh pikiran tersebut. Mendukung aksi, dia sedang menopang dagu dengan tangan yang ditekuk di atas meja. Sebelum ke sini, dia sibuk memikirkan apa yang akan terjadi jika dia keluar. Dia juga sibuk menimbang apa yang harus diputuskan. Hal itu karena peristiwa tempo
Waktu kosong Sagara dan Caraka diisi dengan duduk di ruang utama. Sejatinya, memang tempat ini sudah menjadi markas besar anggota Fantasy Club jika diminta berkumpul untuk membahas apa pun, termasuk membahas gaji selama menyelesaikan misi. Jika tidak ada latihan, mereka juga sering datang ke sini. Jika memang tidak ada latihan dan tidak dipanggil, selalu saja ada yang datang ke rumah. Tempat mewah ini sudah menjadi pilihan utama. Rumah ini juga sudah seperti rumah milik mereka. Dua pria itu sedang ada di ruangan. Kali ini, mereka tampak serius. Bukan lagi antara pria yang tidak akan jauh dari menonton TV. Tidak ada lagi program acara yang bisa mengalihkan atensi. Mereka kompak memasang wajah serius yang paling serius di dunia. Ruangan ini diisi oleh diskusi mereka yang sepertinya tidak akan mencapai kata putus. Tidak ada ujungnya seperti jurang yang tidak kelihatan garis akhir. Mereka sedang membahas sesuatu yang menarik, namun terkadang sampai membuat mereka adu mulut karena ada yan
Walau pesimis pada awalnya lantaran meminta izin kepada orang tua masing-masing, pada akhirnya anggota Fantasy Club bisa bepergian untuk melakukan perjalanan karyawisata. Sagara sebagai guru memastikan kalau mereka akan pulang dalam keadaan aman. Makanya mereka diberi izin agar bisa pergi liburan selama beberapa hari.Tujuan mereka sekarang ada di daerah Jakarta Selatan, tepatnya di sebuah vila yang dekat dengan hutan. Sebelum itu, Sagara sudah menyewa tempat beberapa hari sebelumnya untuk memastikan tidak akan ada yang menginap. Soal itu, dia kenal dengan pemilik vila yang menyambut dengan baik kedatangan mereka.Sebelum pergi, mereka diminta berkumpul di rumah Sagara untuk mempersiapkan banyak hal yang ingin dibawa. Selain pakaian dan obat-obatan sebagai perlengkapan utama, mereka juga membawa lima buah orang-orangan yang dimasukkan ke dalam bersama mereka. Mengenai transportasi, mereka meminjamnya dari kenalan Sagara yang memiliki bus mini. Tidak ada yang sangka kal
Dalam rangka merayakan berbagai hal yang telah terjadi satu minggu belakangan ini, anggota Fantasy Club mengundang Sagara dan Caraka untuk hadir pada acara makan malam di sebuah restoran bintang lima. Tempat ini diundang khusus oleh Rama yang ingin menghabiskan waktu dengan kemewahan, serta dia juga kenal pemiliknya. Papanya berteman baik dengan pemilik restoran. Oleh karena itu, dia bisa datang kapan saja yang dia inginkan.Di tengah-tengah mereka, ada juga Leo yang duduk di sebelah Irene dan sedang mengobrol bersama Irene. Kini, sang puan sudah resmi menjadi kekasihnya dan hal itu tidak perlu ditutupi lagi. Mereka juga sebentar lagi akan melangsungkan resepsi pernikahan yang diadakan di Hotel Sanjaya, hotel bintang lima yang sering menjadi tempat pesta pernikahan. Mereka juga diundang agar datang. Makanya mereka berkumpul salah satunya merayakan kabar tersebut.Di antara anggota Fantasy Club, Irene menjadi orang pertama yang akan memiliki pasangan sehidup semati. Tid
Jingga yang mengikuti jejak berdasarkan penglihatan masa lalu kini berakhir di halaman belakang SMA Bina Bangsa. Dia mendadak berhenti di sana karena tidak melihat apa pun lagi yang bisa dijadikan petunjuk untuk menemukan Leo. Di situasi seperti ini, dia harus memutar otak untuk menemukan berbagai macam cara yang digunakan Willy, orang yang memiliki kemampuan bayangan.Untuk kali ini, dia menemukan titik buntu. Menyentuh apa pun tidak membantu. Dia sudah mencobanya sendiri dengan menyentuh seluruh permukaan yang menjadi saksi bisu. Di sini, hampir tidak ada benda mati kecuali tumbuhan dan hewan kecil.“Gue pasti kelewatan sesuatu,” tuturnya berbicara sendiri. Dia yakin pasti ada yang dia lewatkan, hanya saja dia tidak sadar. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk mencari kembali.Di tengah pencarian, dia mendengar suara hewan mengaum yang memiliki suara menggelegar datang dari arah seberang. Dia menoleh sebentar dan berhenti melakukan pencarian untuk
Aroma embun pagi yang masih menguar kala mentari masih seperempat di ufuk timur akan terasa lengkap jika bersama satu cangkir kopi. Oleh karena itu, Leo yang baru hadir di kantor guru ingin menemani hari bersama kopi. Selain menjadi pasangan yang cocok untuk menghabiskan waktu, kopi juga bisa menambah energi walau tidak banyak seperti satu cangkir minuman gandum.Setelah menyapa beberapa guru yang berada di meja untuk guru piket, dia melangkahkan kaki menuju dapur kecil yang letaknya ada di sebelah ruang staf TU. Ruang itu diapit juga oleh tangga yang membawa murid SMA Bina Bangsa ke lantai dua di mana ada ruang kelas. Selain guru, dia juga membalas sapaan para murid yang kebetulan lewat di sana.Mengulurkan tangan ke gagang pintu, dia mendorong pintu ke depan lalu masuk tanpa pikir dua kali. Punggungnya menghilang dari balik pintu ketika pintu ditutup. Di saat itu, dia mendadak berhenti di tempat. Matanya membulat dan membeku. Dia tampak tidak bisa berkata-kata ketika
Gara-gara Devin yang mendadak tumbang seperti pohon, latihan pada sore ini berakhir dengan cepat. Dia dibawa ke dalam rumah Sagara, tepatnya di sebuah ruangan gelap yang hampir tidak memiliki celah udara. Dia kembali ke tempat ini lagi setelah berkunjung beberapa bulan sebelumnya dengan masalah yang hampir sama.Dia yang harus ditangani sudah duduk dengan meluruskan kaki di kursi relaksasi yang telah disediakan. Caraka yang bertugas menanganinya duduk di kursi kecil yang terletak di samping kursi relaksasi. Lelaki itu sedang dilakukan pemijatan agar dia mengantuk dan dibawa ke dunia alam bawah sadar. Mereka akan berhasil terhubung jika Devin sudah memejamkan mata dan tidur.Sementara itu, anggota Fantasy Club beserta Leo memperhatikan proses tersebut dari luar. Mereka bisa melihat dengan jelas melalui kaca tembus pandang. Sagara juga ada di luar sekaligus untuk mengawasi mereka. Walau latihan telah berakhir, tetapi mereka belum pulang ke rumah masing-masing. Mereka mal
Satu hari setelah memulai hubungan, Rama dan Jeslyn tidak ragu menunjukkan bagaimana perasaan mereka di depan orang lain. Bahkan mereka secara terang-terangan saling menggenggam tangan saat baru muncul di halaman belakang rumah Sagara untuk latihan. Aksi itu tentu saja mengundang atensi anggota lain yang melihat langsung dengan mata sendiri.Di detik itu juga, mereka berseru dengan berbagai macam reaksi. Ada yang senang, namun ada juga yang mengejek. Gara-gara itu, Sagara dan Caraka juga ikut memperhatikan hal macam apa yang terjadi. Leo juga mengalihkan pandangan ke arah yang sama.“Dih! Dalam rangka apa nih pegang-pegangan tangan?” seru Jingga yang tidak pernah mengenal kata kalem, apalagi ketika melihat sesuatu yang menarik di depan mata. Dia sebagai orang pertama yang melihat kejadian langka selama bertemu adalah orang pertama yang juga memberi celetukan.“Jangan bilang dalam rangka 17-an,” celetuk Alden yang menyambut dengan baik pen
Berkat bertemu Purnama yang mengenalkan diri sebagai senior Fantasy Club, Devin kini dibawa ke ruko milik pria itu. Dia juga diminta untuk berbaring di kasur yang telah disediakan pemilik rumah supaya bisa memulihkan diri. Untung saja, kejadian di pasar malam tadi tidak menimbulkan kehebohan bagi warga sekitar. Semuanya seolah-olah sudah lupa dalam waktu singkat. Seolah-olah juga tadi tidak ada kejadian aneh.Sepanjang jalan, Purnama memperkenalkan diri dan memberi tahu semua identitas pribadi yang tidak diketahui orang lain. Sebagai anggota Fantasy Club, dia juga memberi tahu kekuatannya. Dia bisa memindahkan orang ke dimensi lain dengan keadaan yang sama. Sagara juga pernah meminta bantuannya saat mengumpulkan mereka setahun yang lalu. Makanya mereka bisa bertemu.Sementara Mentari yang ada di samping Devin tidak berniat meninggalkannya. Dia menggenggam tangan lelaki itu dengan erat, walau Devin tadi sudah meminta agar tidak khawatir. Akan tetapi, tetap saja sang pua
Berdasarkan rencana yang telah disusun beberapa menit sebelum acara, Devin dan Mentari sudah berada di dalam mobil yang dikendarai sendiri oleh Devin dari rumah. Dia sudah mengantongi izin dari papanya dan sudah memberi alasan jelas pula. Makanya dia tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi dan sampai minta izin kepada sopir pribadi papanya. Dia bisa membawa mobil itu dengan bebas, asalkan sudah ada tujuan dari awal.Berada di perjalanan, mereka rencananya ingin menghabiskan waktu di pasar malam. Kebetulan di akhir pekan ini tidak ada pertemuan lagi dengan anggota Fantasy Club. Juga mereka punya banyak waktu kosong. Oleh karena itu, mereka memutuskan berkencan di sana sampai menjelang tengah malam.Mengisi keheningan, Devin yang menyetir sedang menggumamkan lagu yang diputar melalui pemutar musik bawaan dari mobil. Dia tampaknya hafal keseluruhan nada dari lagu tersebut, walau ada yang sumbang. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah. Sorot matanya juga pada sore ini tampak cer
Selama lebih kurang 2 jam latihan untuk meningkatkan kemampuan, latihan itu sebentar lagi akan berakhir. Oleh karena itu, Sagara meminta mereka semua berkumpul di satu tempat untuk menyampaikan beberapa patah kata sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing. Mereka yang juga tidak memiliki hal lain lagi ikut berbaris.“Sejauh yang kuamati, latihan kalian tadi sudah bagus. Hanya saja kalian perlu mengasah kemampuan itu lagi. Tadi aja masih ada yang kurang sampai aku harus turun tangan,” ujar Sagara menerangkan kesimpulan latihan pada sore ini. Mereka yang mendengar hal itu hanya diam dan ikut menyimak. “Sebelum itu, aku minta kalian jangan pulang dulu. Ada yang ingin kusampaikan,” tambahnya. Secara tidak langsung juga, dia meminta mereka duduk dan berkumpul di satu tempat.Tanpa pikir panjang, anggota Fantasy Club duduk kembali untuk mendengar apa yang ingin disampaikan Sagara. Di belakangnya, ada Leo yang ikut menyimak pembicaraan mereka walau
Sekolah baru saja berakhir saat matahari berada di sudut 30 derajat dari ufuk barat. Terlihat para murid SMA Bina Bangsa baru saja keluar dari gedung dan melangkahkan kaki ke pintu gerbang. Mereka akan pulang ke rumah masing-masing setelah seharian berada di sana dan mengikuti mata pelajaran dari awal. Ada yang menggunakan sepeda motor, namun ada juga yang jalan kaki karena jarak rumah yang tidak terlalu jauh.Termasuk juga para guru yang keluar paling belakangan. Mereka menunggu sampai sekolah sepi, baru mereka bisa keluar. Sudah ada satpam juga yang mengatur keramaian dan mengawasi agar tidak terjadi kemacetan. Biasanya di saat seperti ini, jalan akan macet karena ramai.Mengikuti barisan para guru, ada Leo juga yang baru bisa keluar setelah sekolah hampir sepi. Dia pulang dengan bus, makanya dia harus jalan kaki ke halte. Menempuh perjalanan itu tidak membutuhkan waktu lama. Kira-kira butuh waktu selama 5 menit dimulai keluar dari gerbang.Berjalan kaki sambi