"Lah, di sini lo berdua ternyata."
Satu seruan kala keheningan tadi berhasil membuyarkan semuanya. Jingga yang melamun dan Alden yang fokus ke layar ponsel, mungkin sedang chatting dengan kenalannya di seberang sana. Sontak, mereka mengarahkan pandangan ke luar pintu masuk restoran karena sumber suaranya dari sana. Niat makan malam hanya berdua tidak terlaksana.
Dari pintu masuk, ada Jeslyn dan Rama yang mendekati mereka padahal makanannya masih tersisa seperempat wadah. Mereka menyejajarkan posisi dan menyamakan langkah kaki. Tidak bisa dipastikan kalau mereka datang bersama atau hanya kebetulan bertemu, lalu berjumpa dengan Alden dan Jingga.
Meramaikan keadaan, Jeslyn duduk di sebelah Jingga. Sedangkan Rama duduk di sebelah Alden. Mereka yang sudah lama tiba di Harbour segera menggeser posisi wadah makanan agar ada ruang.
"Lo berdua doang yang datang?" Memecah keheningan, Alden mengajukan pertanyaan terlebih dahulu kepada mereka yang baru datan
Sebuah kantung hitam ukuran besar sedang diseret seorang pria yang berpakaian rapi dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Gaya setelannya mirip dengan karyawan perusahaan besar. Mengenakan kemeja warna putih, mengenakan dasi warna gelap polos, dan celana hitam sebagai bawahan. Dia menyeret benda itu saat melintasi lorong gelap di suatu tempat.Jika dilihat dari dekat, tangan seseorang tampak dari ujung kepala kantung yang memperlihatkan lima jari tangan secara utuh tidak bergerak sama sekali. Ukurannya juga lebih besar dari pria itu sendiri. Makanya kantung itu diseret sepanjang jalan.Bertempat di sebuah ruang yang lebih luas dari lorong, pria kemeja itu berada di depan sebuah meja panjang yang ukurannya hampir sama dengan tubuh normal manusia. Meja itu langsung mengimpit ke dinding. Di sana, ada beberapa pisau dengan berbagai ukuran yang digantung. Pisau itu berderet susunannya mulai dari yang terbesar hingga ke yang paling kecil.Pria itu sedang berkutat den
Latihan untuk melatih otot kembali dilakukan pada pagi hari. Saat matahari terbit di sudut 45 derajat dari ufuk timur, anggota Fantasy Club telah ada di lapangan dan menunggu dua guru mereka membuka pertemuan. Mereka sedang mengobrol, diskusi tentang latihan apa yang akan dilakukan hari ini.Tetapi tidak terjadi perubahan pada Jingga yang duduk dengan berpangku tangan pada dagu. Wajahnya lesu dan tidak semangat. Matanya bengkak, hampir kemerahan. Dia tampak seperti mayat hidup yang mencoba mencari tempat berlindung, namun terlambat karena kehabisan waktu. Setelan olahraga yang dia kenakan tidak terlalu mendukung.Seperti yang diduga, dia tidak bisa tidur lagi setelah bermimpi mengerikan semalam. Masih jelas di dalam ingatannya tentang bagaimana seseorang di luar sana berakhir dengan tragis. Dia tidak bisa membayangkan lagi, ditambah ada darah yang berceceran dan membuat pertahanan sang puan runtuh seperti pohon yang ditebang.Searah dengan nafsu makan yang menda
Dipersilakan datang ke rumah mewah yang pintunya selalu terbuka untuk orang sepertinya, Jingga menyusuri lorong panjang yang membawa ke suatu ruangan dan letaknya tidak jauh dari ruang utama. Sebelum masuk ke ruang yang dimaksud, dia mengambil waktu kosong itu selagi dalam perjalanan dengan mengamati sisi kiri dan kanan dinding rumah. Tidak banyak dekorasi menarik, namun masih terlihat mewah. Apalagi karena dia di rumah Sagara.Dia datang ke sini dalam rangka memenuhi panggilan Caraka. Dia tidak tahu pasti apa yang harus dia lakukan, namun tidak ada salahnya juga jika tetap penasaran. Makanya dia menyusuri lorong dengan setengah waspada dan setengah semangat.Langkahnya berhenti setelah berada di depan sebuah ruang di sisi kiri. Sesuai pembicaraan dengan Caraka melalui pesan chatting, dia berdiri di depan pintu ruangan yang dimaksud. Ruang itu ditutup oleh pintu bahan kayu berkualitas tinggi dan harganya mahal pula. Sebelum masuk, dia menarik napas dalam-dalam
Berusaha mengumpulkan kesadaran setelah matanya terpejam tanpa ada yang tahu berapa lama, pandangan Jingga saat ini terang kembali. Dia yang tertidur mencoba membuka mata, mungkin saja ada yang salah dengan tidur kali ini. Namun yang terlihat di depan mata adalah sebuah ruang yang besarnya sama dengan dapur di rumah serta bergaya sederhana. Tidak banyak alat masak yang ditaruh di dinding. Hampir semua alat juga terbuat dari besi.Jingga yang bangun saat itu duduk di sebuah tempat hanya mengerjap mata berulang kali. Dia sudah jelas bingung karena sama sekali tidak tahu-menahu tentang di mana keberadaannya. Apa yang dia lihat selalu sama, alat masak dari besi. Dia juga bingung dengan bagaimana bisa dia berakhir di sini. Seingatnya pula dia tidur di rumah Sagara.Masih dalam rasa bingung yang semakin menjadi, dia memutar kepala ke belakang namun tidak ada yang bisa dilihat. Masih belum menuntaskan kebingungan, dia hendak bangkit dari kursi kayu. Tetapi anehnya dia tidak b
Seperti yang tertera pada tanda nama, seorang pria yang mengenakan pakaian ala karyawan kantor swasta bernama Jeffrey baru saja masuk ke pantri. Lelah dengan pekerjaan yang tidak kenal batas, dia menggunakan waktu kosong sebelum dihadapkan pada pekerjaan lagi sembari menyegarkan pikiran dari kegiatan yang menguras tenaga. Dia sedang menunggu air di dispenser hingga mendidih untuk menyeduh kopi.Beberapa saat kemudian, pintu pantri dibuka dari luar. Muncul seorang pria lagi dari balik pintu dan bergabung dengan Jeffrey. Dia yang sadar ada orang lain di ruang ini menyapa pria tersebut dengan mengembangkan senyum. Kemudian mundur ke belakang beberapa langkah, niatnya agar orang itu didahulukan. Tetapi pria itu lantas menggeleng tanda menolak tawarannya."Anda gak mau duluan?" tanya Jeffrey yang tetap mempersilakan pria berdasi merah untuk mengantre lebih dahulu. Dia juga mengalah. Tutur katanya juga lemah lembut dan sopan. Jika bisa disingkat agar lebih jelas, pria itu me
Di belakang toko daging, semesta rupanya masih ingin mengingatkan manusia kalau hari belum berakhir. Masih ada sisa waktu sebelum pergantian hari. Makanya di jalan kecil itu hanya tinggal Sandara dan Jeffrey yang menghabiskan waktu berdua. Sandara juga menemani Jeffrey yang sedang membuang jeroan dan sisa daging potong.Sebuah pertanyaan telah mengudara, tinggal menunggu jawaban Jeffrey saja yang harus melanjutkan pembicaraan. Dari tatapan itu, tampak mereka saling kenal dan saling dekat satu sama lain. Sandara menggenggam tangan Jeffey yang kini terasa dingin karena diterpa angin malam."Udah lama kok pulangnya. Aku baru mampir di sini aja," balas Jeffrey hangat, disertai tatapan bersahabat pula. Sekali lagi menandakan bahwa hubungan mereka sangat dekat sampai mereka bisa menggenggam tangan masing-masing tanpa ada yang bisa melarang."Lembur?" tanya Sandara lagi yang seolah-olah tidak habis pertanyaan di dalam kepala."Enggak kok," jawab Jeffrey namun terkesan menghindari tatapan mat
Pagi yang sudah menyapa dunia bagian khatulistiwa telah berlangsung sejak 4 jam yang lalu. Manusia yang haus akan uang untuk memenuhi kebutuhan dunia telah berangkat dari rumah sebagai tempat peristirahatan untuk mencari cara agar bisa mendapat satu suap nasi. Ada yang pergi tepat satu jam setelah menyambut dunia, ada juga yang baru pergi.Seperti halnya Devin yang sedang duduk di halte bus kota dan bergabung dengan penumpang lain. Namun dia tidak ikut naik bus, melainkan menunggu ada yang akan menjemputnya di pemberhentian. Mengenai soal itu, sudah dibicarakan pula sehari sebelumnya tentang di mana pertemuan itu. Sebagai pengambil keputusan, dia memutuskan bertemu di sini.Bus yang melintasi wilayah Jakarta berhenti di halte, namun kendaraan yang dia tunggu belum kelihatan. Akibatnya dia ditinggalkan sendiri setelah penumpang lain masuk ke dalam bus. Bus itu juga langsung berlalu dari tempat tanpa sebuah pertanyaan.Makanya sambil mengisi waktu kosong sebelum o
Di sisi lain, anggota Fantasy Club kecuali Devin telah berkumpul di rumah Sagara. Mereka di sana disambut Caraka yang memang ada di rumah dan tidak pergi ke mana-mana. Lagi pula, Sagara memintanya untuk menunggu perintah selanjutnya selagi dia pergi ke Kemang. Lalu, setelah ada perintah berikutnya baru pria itu tahu apa yang harus dia lakukan.Mereka berkumpul di ruang utama—tempat mereka biasa berkumpul untuk pertemuan penting atau ada yang ingin dibahas. Seperti sekarang, mereka sedang membicarakan tentang waktu kejadian yang ada di kilas masa depan Jingga. Selama melihatnya yang kini sudah tidak bisa dihitung ke berapa kali, dia sama sekali tidak peduli tentang apa pun. Hal yang penting adalah dia melihat kejadian itu.Tetapi berkat permintaan dua gurunya semalam, dia terpaksa melihat mimpi itu lagi. Kali ini secara menyeluruh bahkan sampai ke sudutnya sekali. Hal ini tentu saja membuat dia langsung menelan ludah ketika mendengarnya."Kamu yakin kejadia