Latihan untuk melatih otot kembali dilakukan pada pagi hari. Saat matahari terbit di sudut 45 derajat dari ufuk timur, anggota Fantasy Club telah ada di lapangan dan menunggu dua guru mereka membuka pertemuan. Mereka sedang mengobrol, diskusi tentang latihan apa yang akan dilakukan hari ini.
Tetapi tidak terjadi perubahan pada Jingga yang duduk dengan berpangku tangan pada dagu. Wajahnya lesu dan tidak semangat. Matanya bengkak, hampir kemerahan. Dia tampak seperti mayat hidup yang mencoba mencari tempat berlindung, namun terlambat karena kehabisan waktu. Setelan olahraga yang dia kenakan tidak terlalu mendukung.
Seperti yang diduga, dia tidak bisa tidur lagi setelah bermimpi mengerikan semalam. Masih jelas di dalam ingatannya tentang bagaimana seseorang di luar sana berakhir dengan tragis. Dia tidak bisa membayangkan lagi, ditambah ada darah yang berceceran dan membuat pertahanan sang puan runtuh seperti pohon yang ditebang.
Searah dengan nafsu makan yang menda
Dipersilakan datang ke rumah mewah yang pintunya selalu terbuka untuk orang sepertinya, Jingga menyusuri lorong panjang yang membawa ke suatu ruangan dan letaknya tidak jauh dari ruang utama. Sebelum masuk ke ruang yang dimaksud, dia mengambil waktu kosong itu selagi dalam perjalanan dengan mengamati sisi kiri dan kanan dinding rumah. Tidak banyak dekorasi menarik, namun masih terlihat mewah. Apalagi karena dia di rumah Sagara.Dia datang ke sini dalam rangka memenuhi panggilan Caraka. Dia tidak tahu pasti apa yang harus dia lakukan, namun tidak ada salahnya juga jika tetap penasaran. Makanya dia menyusuri lorong dengan setengah waspada dan setengah semangat.Langkahnya berhenti setelah berada di depan sebuah ruang di sisi kiri. Sesuai pembicaraan dengan Caraka melalui pesan chatting, dia berdiri di depan pintu ruangan yang dimaksud. Ruang itu ditutup oleh pintu bahan kayu berkualitas tinggi dan harganya mahal pula. Sebelum masuk, dia menarik napas dalam-dalam
Berusaha mengumpulkan kesadaran setelah matanya terpejam tanpa ada yang tahu berapa lama, pandangan Jingga saat ini terang kembali. Dia yang tertidur mencoba membuka mata, mungkin saja ada yang salah dengan tidur kali ini. Namun yang terlihat di depan mata adalah sebuah ruang yang besarnya sama dengan dapur di rumah serta bergaya sederhana. Tidak banyak alat masak yang ditaruh di dinding. Hampir semua alat juga terbuat dari besi.Jingga yang bangun saat itu duduk di sebuah tempat hanya mengerjap mata berulang kali. Dia sudah jelas bingung karena sama sekali tidak tahu-menahu tentang di mana keberadaannya. Apa yang dia lihat selalu sama, alat masak dari besi. Dia juga bingung dengan bagaimana bisa dia berakhir di sini. Seingatnya pula dia tidur di rumah Sagara.Masih dalam rasa bingung yang semakin menjadi, dia memutar kepala ke belakang namun tidak ada yang bisa dilihat. Masih belum menuntaskan kebingungan, dia hendak bangkit dari kursi kayu. Tetapi anehnya dia tidak b
Seperti yang tertera pada tanda nama, seorang pria yang mengenakan pakaian ala karyawan kantor swasta bernama Jeffrey baru saja masuk ke pantri. Lelah dengan pekerjaan yang tidak kenal batas, dia menggunakan waktu kosong sebelum dihadapkan pada pekerjaan lagi sembari menyegarkan pikiran dari kegiatan yang menguras tenaga. Dia sedang menunggu air di dispenser hingga mendidih untuk menyeduh kopi.Beberapa saat kemudian, pintu pantri dibuka dari luar. Muncul seorang pria lagi dari balik pintu dan bergabung dengan Jeffrey. Dia yang sadar ada orang lain di ruang ini menyapa pria tersebut dengan mengembangkan senyum. Kemudian mundur ke belakang beberapa langkah, niatnya agar orang itu didahulukan. Tetapi pria itu lantas menggeleng tanda menolak tawarannya."Anda gak mau duluan?" tanya Jeffrey yang tetap mempersilakan pria berdasi merah untuk mengantre lebih dahulu. Dia juga mengalah. Tutur katanya juga lemah lembut dan sopan. Jika bisa disingkat agar lebih jelas, pria itu me
Di belakang toko daging, semesta rupanya masih ingin mengingatkan manusia kalau hari belum berakhir. Masih ada sisa waktu sebelum pergantian hari. Makanya di jalan kecil itu hanya tinggal Sandara dan Jeffrey yang menghabiskan waktu berdua. Sandara juga menemani Jeffrey yang sedang membuang jeroan dan sisa daging potong.Sebuah pertanyaan telah mengudara, tinggal menunggu jawaban Jeffrey saja yang harus melanjutkan pembicaraan. Dari tatapan itu, tampak mereka saling kenal dan saling dekat satu sama lain. Sandara menggenggam tangan Jeffey yang kini terasa dingin karena diterpa angin malam."Udah lama kok pulangnya. Aku baru mampir di sini aja," balas Jeffrey hangat, disertai tatapan bersahabat pula. Sekali lagi menandakan bahwa hubungan mereka sangat dekat sampai mereka bisa menggenggam tangan masing-masing tanpa ada yang bisa melarang."Lembur?" tanya Sandara lagi yang seolah-olah tidak habis pertanyaan di dalam kepala."Enggak kok," jawab Jeffrey namun terkesan menghindari tatapan mat
Pagi yang sudah menyapa dunia bagian khatulistiwa telah berlangsung sejak 4 jam yang lalu. Manusia yang haus akan uang untuk memenuhi kebutuhan dunia telah berangkat dari rumah sebagai tempat peristirahatan untuk mencari cara agar bisa mendapat satu suap nasi. Ada yang pergi tepat satu jam setelah menyambut dunia, ada juga yang baru pergi.Seperti halnya Devin yang sedang duduk di halte bus kota dan bergabung dengan penumpang lain. Namun dia tidak ikut naik bus, melainkan menunggu ada yang akan menjemputnya di pemberhentian. Mengenai soal itu, sudah dibicarakan pula sehari sebelumnya tentang di mana pertemuan itu. Sebagai pengambil keputusan, dia memutuskan bertemu di sini.Bus yang melintasi wilayah Jakarta berhenti di halte, namun kendaraan yang dia tunggu belum kelihatan. Akibatnya dia ditinggalkan sendiri setelah penumpang lain masuk ke dalam bus. Bus itu juga langsung berlalu dari tempat tanpa sebuah pertanyaan.Makanya sambil mengisi waktu kosong sebelum o
Di sisi lain, anggota Fantasy Club kecuali Devin telah berkumpul di rumah Sagara. Mereka di sana disambut Caraka yang memang ada di rumah dan tidak pergi ke mana-mana. Lagi pula, Sagara memintanya untuk menunggu perintah selanjutnya selagi dia pergi ke Kemang. Lalu, setelah ada perintah berikutnya baru pria itu tahu apa yang harus dia lakukan.Mereka berkumpul di ruang utama—tempat mereka biasa berkumpul untuk pertemuan penting atau ada yang ingin dibahas. Seperti sekarang, mereka sedang membicarakan tentang waktu kejadian yang ada di kilas masa depan Jingga. Selama melihatnya yang kini sudah tidak bisa dihitung ke berapa kali, dia sama sekali tidak peduli tentang apa pun. Hal yang penting adalah dia melihat kejadian itu.Tetapi berkat permintaan dua gurunya semalam, dia terpaksa melihat mimpi itu lagi. Kali ini secara menyeluruh bahkan sampai ke sudutnya sekali. Hal ini tentu saja membuat dia langsung menelan ludah ketika mendengarnya."Kamu yakin kejadia
Dibawa oleh seorang pria yang mengenakan jas dan kemeja putih serta mengenakan dasi, Irene dan Rama berakhir di kafetaria yang ada di dalam WE Corporation. Pria bertubuh gemuk yang mengaku kalau dia mengenal Jeffrey adalah orang yang mereka temui di dekat meja resepsionis. Mereka yang mengekor di belakang hanya mampu ikut punggung pria itu tanpa banyak bertanya. Mereka juga pikir kalau ada yang ingin dikatakan, namun tanpa ada yang tahu alasannya dia membawa mereka menjauh.Tepat setelah mereka berada di sisi depan kafetaria, ada yang melambaikan tangan ke udara dan memanggil mereka ke sini saat pandangannya lurus ke depan. Lebih tepatnya, lambaian tangan itu kepada pria gemuk tersebut, bukan kepada dua insan itu. Mereka yang masih setia mengekor kemudian berada di sebuah meja yang diisi beberapa kepala, termasuk orang melambaikan tangan tadi."Katanya lo balik ngantor, kok malah ke sini lagi," ucap pria yang mengenakan kemeja krim dan dasi hitam. Pria gemuk itu duduk
Tetap tinggal di rumah Sagara dan tidak pergi ke mana-mana seperti anggota lain—setidaknya untuk mencari udara segar dan menyegarkan pikiran—tidak membuat Devin dan Mentari terganggu. Sebagai penyuka tempat tenang, rumah mewah ini cocok untuk mereka dan bisa didatangi setiap hari. Mereka juga tidak terlalu suka menghabiskan waktu di luar. Tidak seperti Jingga yang sanggup keluar sendirian.Mereka dipaksa menetap di sini karena ada tugas yang harus dilakukan bersama Sagara dan Caraka. Tangan mereka dari tadi sibuk mengolah berkas data pribadi karyawan bagian marketing. Pandangan mereka juga sibuk membaca satu per satu data pribadi karyawan WE Corporation dan membaca dengan sekilas. Tidak ada yang sanggup membaca semua informasi dari jumlah karyawan yang tidak bisa dihitung dengan jari. Ruang utama ini terasa penuh oleh berkas-berkas tersebut.Sesuai yang diminta Irene, Rama sudah mengirim daftar nama karyawan kantor yang tidak hadir hari ini. Soal d