Esoknya, Jingga sedang berjalan kaki di jalan kecil setelah naik bus yang membawanya dari kota. Pagi itu, dia diminta berkumpul di lapangan terbuka―tempat biasa anggota Fantasy Club berkumpul―dengan setelan olahraga. Demi memenuhi permintaan gurunya, dia diminta datang lebih awal padahal mulai jam 9 pagi. Kali ini, dia sendirian dan tidak ditemani siapa pun.
Berbelok arah, tujuan akhirnya ada di depan mata. Tinggal menyusuri beberapa langkah lagi sampai mendapatkan tempat untuk berteduh di tengah teriknya sinar matahari pagi yang sudah menunjukkan eksistensi di langit timur. Jika dilihat dari jauh, tempat ini tampak sepi dan tidak tahu alasannya dia sendiri merasakan keheningan yang luar biasa. Entah itu karena pagi atau karena ada hal lain yang tidak diketahui.
Mencoba memicingkan mata, dia melihat sosok puan yang sudah tiba lebih awal darinya dan duduk di bawah pohon yang menjadi tujuan utama. Namun dia tidak merasa heran lagi pun bingung. Puan di sana tampak tidak
Menyelesaikan pertemuan pada menjelang siang, Irene dan Jingga bersebelahan dalam perjalanan pulang. Oleh Sagara dan Caraka, mereka tadi diminta push up, dilanjutkan dengan sit up, dan sederet gerakan lain yang berguna untuk meningkatkan fisik mereka. Dibandingkan anggota lain yang sudah kuat secara fisik, mereka termasuk jajaran orang yang memiliki fisik yang lebih lemah. Sebab itu pula, hanya mereka yang berkumpul dan menemuinya hari ini. Sedangkan anggota lain sedang menikmati liburan mereka. Melatih fisik pada hari ini, tubuh mereka yang lebih dahulu terkena dampaknya. Gara-gara latihan yang dimulai pagi tadi, kini tubuhnya menjadi sakit-sakitan. Sudah terlihat beberapa kali Jingga meregangkan otot-ototnya yang kini terasa lemas. Dia perlu sesuatu yang bisa menambah tenaga―karena siang sebentar lagi akan tiba―namun belum terlintas di dalam kepala mengenai makanan macam apa yang bisa membangkitkan selera makan. Irene juga tidak ada bedany
Anggota Fantasy Club yang telah tiba lebih dahulu bertemu di pemberhentian bus sekitar daerah Menteng sedang berjalan kaki di sebuah jalan kecil. Tidak banyak rumah yang dibangun. Kebanyakan juga terdiri dari deretan rumah mewah yang dibangun dengan megah. Rumah-rumah itu membuat mereka takjub dengan pemandangan di sekitar. Tidak berhenti pula memuji wilayah di kiri dan kanan dengan berseru. Seperti melihat pemandangan baru.Melalui pesan grup chatting, Sagara memberitahu mereka bahwa mereka pindah ke tempat baru untuk latihan mulai dari hari ini. Secara detail, dia juga memberitahu bahwa tempat itu terletak di rumahnya. Dia sudah mengirimkan lokasi tepat di mana rumahnya berada. Namun Devin mengajak mereka bertemu di halte dan mereka bisa pergi bersama-sama. Makanya mereka tampak asing dengan daerah ini dan hanya membekali diri dengan perangkat navigasi di ponsel.Tadinya mereka tenggelam dalam pembicaraan yang menarik, namun karena deretan rumah ini yang leb
Di halaman belakang rumah Sagara, anggota Fantasy Club kembali disuguhi pemandangan menarik dan bisa memanjakan mata. Tempat ini akan menjadi tempat latihan yang baru untuk melatih kemampuan mereka. Juga lebih luas dari lapangan terbuka tempat mereka latihan sebelumnya. Langit biru yang membentang luas menjadi pendukung latihan pada sore itu.Kembali mengamati pemandangan baru, mereka juga ikut memuji dan berseru takjub. Tidak menyangka oleh pikirannya kalau mereka berada di tempat yang lebih luas dari bayangan awal. Semula, mereka mengira kalau halaman belakang rumah Sagara akan tampak lebih kecil. Tetapi mereka salah besar.Mengawali latihan pada hari ini, Caraka meminta Alden untuk maju ke depan dan menghadap anggota lain. Sementara mereka diminta memperhatikan latihan itu dari jauh sambil menunggu aba-aba selanjutnya. Alden yang hari ini mengikuti titah gurunya dengan baik sudah bersedia menunggu apa yang ingin dikatakan Caraka.“Sejauh ini kau sudah m
Membawa tatapan waspada kala sepasang kaki melangkah di jalan yang sudah biasa dilalui―apalagi sudah terbiasa hening saat menjelang sore―Jeslyn harus dibuat bergidik ngeri. Sebelumnya dia sudah tidak asing lagi dengan jalanan sepi yang memiliki kawasan rumput tinggi sebelum masuk ke perumahan. Tetapi gara-gara satu puan, dia tidak merasakan hal yang sama lagi.Pesan Jingga kini masih terbayang-bayang di dalam ingatan. Tadinya, dia ingin mengabaikan namun ketika melihat tatapan serius sang puan dia jadi berpikir ulang. Gadis itu intuisinya terlalu tinggi dan tidak pernah salah, karena menjadi salah satu kemampuannya juga. Oleh karena itu, dia menatap sekitar dengan waswas.Lo kalau lewat situ hati-hati sama orang yang mau ngebekap mulut lo deh. Begitu pesan Jingga yang seolah-olah tidak pernah mau beranjak dari singgasana. Agaknya, dia sudah terlalu nyaman berada di dalam ingatan sang pemilik kenangan.Ingin segera membuang jauh pikiran yang malah membua
Esok pagi, Jingga yang berada di kawasan perumahan mewah sedang menyusuri jalan sendirian. Biasanya ada Mentari yang pergi bersama karena satu arah, namun hari ini mereka tidak bersama. Puan itu datang lebih awal makanya mereka pergi lain waktu.Alasan dia harus datang lebih awal adalah karena ada yang ingin diberi tahu kepada Sagara. Didukung pula oleh langkah yang ringan dan tampak melompat-lompat seperti kelinci. Wajahnya juga tampak cerah hari ini, lebih cerah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Sejak berangkat, senyum tergurat jelas di wajahnya yang baru saja menyambut hari. Mungkin ada yang membuat suasana hatinya membaik.Tubuh dan raga sang puan kini sudah berada di depan rumah Sagara. Tanpa pikir panjang pula, dia segera menekan bel agar memanggil sang empunya rumah keluar dari singgasana. Bel ditekan sekali, namun tidak ada jawaban. Oleh karena itu, dia menekan lagi untuk menunggu tanggapan. Bagai mantra ajaib, sang pemilik rumah menjawab. Terdengar pula suara
Semua anggota Fantasy Club dibawa masuk ke dalam rumah mewah milik Sagara setelah diizinkan sang pemilik rumah. Kecuali Jeslyn, mereka terpaku dan menatap takjub dengan isi dalam rumah yang berharga tinggi. Setara juga dengan bagaimana mewahnya rumah ini jika dilihat dari luar. Jika dilihat dari dalam, rumah ini tampak bersinar.Padahal puan berambut pendek itu sudah memberi tahu tentang rumah mewah gurunya, namun mereka tidak terlalu percaya. Baru setelah disuguhkan pemandangan menarik di depan mata, mereka perlahan mengangguk setuju―kalau rumah ini sama dengan rumah Presiden.Diajak ke ruang utama, Sagara mempersilakan mereka duduk di sofa panjang berjumlah dua buah. Sementara Caraka dan Venus duduk bersebelahan. Setelah itu, dia menghilang sebentar dari pandangan karena ingin membawa hal yang dibutuhkan.Tidak lama, suguhan berupa es buah dan camilan terhidang di atas meja. Mereka kompak mengucapkan terima kasih kepada pria itu sebelum meraih gelas. Sagara ke
Tujuh anggota Fantasy Club bersama Venus kini berada di dalam sebuah rumah kosong yang telah ditinggalkan pemiliknya. Tidak ada yang tahu sudah berapa lama tempat ini ditelantarkan. Saat mereka bertanya ke tetangga sebelah, dia mengaku tidak melihat keberadaan pemiliknya sejak seminggu yang lalu.Orion―pemilik rumah ini sekaligus senior mereka―adalah hal yang menjadi atensi dan fokus utama sekarang. Lelaki itu dikabarkan menghilang tanpa alasan jelas, padahal Venus yakin kalau dia akan aman dari kejaran kelompok sindikat kejahatan supranatural. Tetapi dia salah besar. Makanya dia juga menjadi khawatir mengenai keadaan lelaki itu.Mereka telah membongkar semua isi dalam rumah, termasuk membongkar lemari buku. Saat itu, mereka berharap kalau mereka menemukan sebuah petunjuk berarti yang membawa mereka pada keberadaan Orion. Tetapi hasilnya nihil. Pencarian mereka berakhir sia-sia.Mereka juga berada di dalam kamar yang memiliki ranjang single size. Masih
Ditinggalkan hanya berdua di rumah mewah ini ternyata merupakan pilihan yang buruk ketika Caraka sadar. Dia terlambat menyadari kalau seharusnya dia ikut anggota Fantasy Club ke rumah Orion daripada ditinggalkan bersama Sagara. Jika diberi pilihan juga, dia akan mengambil opsi terakhir kalau dia mengetahui apa yang akan terjadi lebih awal. Sayangnya hanya Jingga yang tahu.Dia yang duduk santai di ruang utama sambil menonton TV sadar kalau dia tidak akan bisa menikmati waktu kosong selamanya. Selalu saja ada yang mengganggu, misalnya Sagara. Dari tadi, pria itu mondar-mandir di depannya. Hal yang dia lihat hanya Sagara, bukannya layar TV yang lebar. Lelah dengan semua ini, dia mendengkus kesal.Seharusnya waktu kosong itu bisa dinikmati dengan nyaman. Tetapi niat itu hanya tinggal kenangan saja jika ada Sagara. Ingin sekali dia merutuk pria tua itu.Gara-gara kelakuan Sagara yang diibaratkan seperti setrika listrik, dia mengernyit heran dan mengerutkan dahi. Dia