Romo masih menghadang mereka dengan puluhan pengawal. Penelope berada di depan tubuh Ana dan merentangkan tangannya. Sementara yang lain hanya terdiam kaku. Mereka tidak akan pernah berani melakukan hal apa pun ketika Romo memerintah. Dia adalah lelaki yang sangat berkuasa di sana dan keinginannya tidak ada yang bisa berani membantah."Tentu saja aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, cucuku," lanjut Romo masih menatap tegang. "Aku selalu menjunjung aturan dalam keluarga ini. Pewaris pertama ... itu yang akan berdiri di singasana. Entah laki-laki atau perempuan, aku tidak berhak memaksa seorang wanita untuk menjadi istri anakku. Tapi darah dagingku, harus berada di sini." Lelaki tua itu menghentakkan tongkatnya yang selalu dia bawa untuk membantunya berjalan. Kemudian beberapa pengawal menyingkirkan Penelope dan menarik Ana."Jangan menyentuhnya. Aku akan menghabisi siapapun jika menyentuh anakku!" teriak Penelope. Dia menarik Ana kemudian memeluknya. Beberapa pengawal yang semula
Joko masih saja menatap Anggara. Sang Raden hanya bisa menarik napas panjang, hingga akhirnya dia memang harus mengakui sesuatu."Baiklah, aku memang sudah ingat dengan semuanya. Tapi aku barusan saja ingat," ucapnya sambil berdiri, kemudian berjalan mondar-mandir di kamarnya yang super mewah itu. Semua perabotan yang berada di dalam berbahan kayu jati yang sangat tebal, dihasil ukiran khas Jawa Jepara. Terlihat sangat indah. Apalagi di setiap sudut ruangan ada bunga lili segar yang selalu diganti setiap hari oleh para pelayan. Baunya pun sangat harum, membuat ruangan itu terlihat sangat nyaman sekali. Anggaran memang sangat menjaga kebersihan. Dia adalah laki-laki yang menginginkan semua sangat sempurna sekali."Aku di rumah sakit memang tidak mengingat sesuatu. Tapi Ketika aku melihat Ana, kepalaku sangat sakit sekali." Anggara kali ini menghentikan gerakannya. Dia kemudian berkacak pinggang sambil mengamati Joko yang masih menatapnya, dan menunggu semua cerita yang akan dia sampaik
Ana benar-benar terkejut. Dia tidak menyangka ternyata Anggara memang sudah mengingat.Ana berusaha melepaskan pelukan ayahnya. Dia mendorong tubuh Anggara dengan kuat."Jadi sekarang kau kembali menjadi ayahku?" tanya Ana masih saja menangis. Hatinya bercampur aduk antara senang atau tidak suka. Entah apa yang dia rasakan sekarang."Yah! Ayah terpeleset di kamar mandi, kemudian Ayah mengingatmu. Maafkan, ayah benar-benar lelaki tidak tahu diri. Tapi, saat itu Ayah memang hilang ingatan. Ana itu memang benar. Tetapi paling tidak Ayah kembali bukan?" ucap Anggara berusaha untuk membuat Ana tenang. Dia meyakinkan sang putri, jika dia sudah bersiap untuk melindunginya kembali. "Ana, percayalah kepada Ayah. Ana, benar-benar Ayah akan melindungimu. Percayalah."Ana yang semula menatap ayahnya dengan tegang, akhirnya tersenyum. "Ayah ..." Kebahagiaannya kembali muncul. "Aku tidak percaya." Dia melompat kegirangan ke arah Anggara dan kembali memeluknya."Ya, Ayah kembali." Anggara pun sangat
Keluar dari sana? Tentu saja tidak mudah. Mereka semua sejenak terdiam, memikirkan cara untuk membawa Ana kabur dari sana. Hingga akhirnya Kaisar berdiri. Kemudian mendekati Ana. Gadis itu masih saja menatapnya dengan menantang. Ingin sekali menamparnya dengan keras berkali-kali."Selangkah saja kau mendekati diriku. Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Sudah diam saja di sana!" teriak Ana membuat sang ayah akhirnya berdiri dan menarik Kaisar."Kau itu kenapa? Jangan pernah membuat Ana kesal. Sudahlah, kau itu tidak malah memperbaiki keadaan. Tapi membuat aku semakin kesal. Apalagi membuat putriku sekali lagi berteriak. Aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Apa kau mengerti?"Tidak!" Kaisar menggelengkan kepala. Dia berusaha mengatur dirinya. "Maksud aku. Aku ingin memberitahukannya, kalau aku akan membantu kalian semua keluar dari sini. Aku memiliki sebuah rencana."Perkataan Kaisar membuat semua orang saling menolehkan pandangan. Memang lelaki itu yang tidak bermasalah di dalam rumah
Anggara menarik Joko untuk masuk ke dalam mobilnya, dan mengikuti mobil Mawar yang sudah melesat kencang. Hatinya benar-benar cemas. Penelope adalah sosok yang sangat keras. Dia memegang prinsip yang cukup kuat untuk pendiriannya. Bahkan dia sama sekali tidak mau mendengarkan siapapun jika sudah memutuskan sesuatu."Joko, perasaanku benar-benar tidak enak. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan Penelope? Ah, aku akan semakin merasa bersalah. Apakah kau sudah yakin Juragan berada di sana? Kita tidak membawa pasukan. Pasti dia bersama preman itu.""Tenang saja Raden. Joko pasti akan membantu dan menyelesaikan ini semua," balas Joko sambil meringis. "Apa Raden lupa, saya adalah pemenang pencak silat tingkat kabupaten. Saat itu semuanya bisa mudah aku kalahkan. Raden tidak ingat ketika kita mengalahkan semua preman itu di tengah hutan? Joko tidak terkalahkan," imbuh sang pengawal dengan tersenyum. Anggara hanya bisa menggelengkan kepala.Mawar semakin menambah kecepatan mobilnya. Dia juga
Amara berusaha untuk meninggalkan ruangan Itu. Mawar dan Ana segera menghadang, kemudian mendorong wanita itu hingga akan tersungkur. Namun, dia berpegangan pada ujung pintu."Selama ini ibuku diam karena memang dia tidak berani mengatakan apa pun. Tentu saja sekarang kau akan tertangkap. Semua yang berada di rumah ini milik ibuku dan kekayaannya. Kau harus mengembalikan dan berada di penjara!" ucap Ana dengan tegas sambil menunjuk wanita itu yang semakin bergetar."Aku tidak akan pernah berada di penjara. Aku tidak bersalah. Semua itu tidak benar. Bukti itu tidak bisa membuat aku berada di sana!" Amara masih saja mengelak. Sementara juragan hanya terdiam saja mengamati mereka."Apa yang akan kau katakan? Sangat tidak tahu diri. Kau harus bertanggung jawab. Ya, kalian berdua!" teriak Penelope hingga beberapa mobil masuk ke halaman, membuat mereka semakin terkejut. Ternyata Anggara dan Joko datang bersama dengan kembar didampingi beberapa polisi."Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Pe
Penelope terus menatap suaminya. Anggara hanya terdiam kaku menatapnya. Ini adalah pertemuan terakhir dirinya dengan Anggara. Penelope sudah memutuskan. Dia tidak ingin berurusan lagi dengan keluarga itu. Apalagi Ana sudah memutuskan untuk bersama dengan ibunya. Apa yang akan dia cari selain itu? Kehidupannya pasti akan sangat bahagia jika terus bersama dengan Ana.Mereka berdua masih beradu pandangan. Benar-benar sangat sakit. Saat memandang kedua mata itu yang menunjukkan kesedihan mendalam. Hatinya sangat sakit. Penelope menarik napas panjang ketika mengingat masa itu. Pertemuan pertama kali dengan Anggara. Ketika itu dia hancur saat dibawa ke dalam hotel. Dia sangat pasrah tidak tahu harus berbuat apa. Tapi ternyata dia bertemu dengan pria yang bisa membuat hatinya bergetar dan jatuh cinta untuk pertama kalinya."Bukankah berbicara dan berpisah baik-baik adalah sesuatu yang sangat baik? Ya, kita hidup di dunia ini. Semuanya harus harus dilakukan dengan sangat baik. Aku harap kau
Hal mengejutkan terjadi. Tentu saja Romo tidak akan pernah tinggal diam dengan ini semua. Bahkan dia sudah mengancam anaknya sendiri untuk pertama kalinya seperti ini."Jadi Ayah mengancamku? Apa yang harus aku lakukan supaya Ayah tidak melakukan hal gila seperti itu? Karena aku sama sekali tidak akan pernah memisahkan seorang anak dengan ibunya. Tidak akan pernah!" balas Raden dengan suara yang cukup pelan. Namun, pandangannya sangat menekan. Dia pertama kalinya memperlihatkan hal seperti itu kepada Romo dan itu membuat lelaki tua itu yang sangat berkuasa lebih membenci Anggara. Nyai Utama sangat cemas melihat pertengkaran di hadapannya. Begitu juga dengan Gracia dan kembar."Dia adalah ayahmu. Kau harus hormat kepadanya. Jangan pernah bertindak bodoh. Kau tahu sendiri gimana kalau Romo marah. Jangan membela seseorang yang sama sekali tidak patut!" Nyai Utama menatap tajam sang anak yang tidak membalas tatapannya sama sekali. "Anggara dengarkan Ibu untuk kali ini saja. Lepaskan Ana