Pengawal menarik Ana dengan paksa. Anggara menghajar mereka di tempat, dibantu dengan kedua saudara kembarnya. "Ikut aku!" Bambang menarik Amel dan Ana . Mendadak mengajak mereka pergi dari sana.Mereka menuju halaman belakang. "Rasakan!" Bambang dengan sangat hebat melawan beberapa pelayan laki-laki yang akan mencegah mereka. "Rasakan!" Ana pun juga memukul mereka. Sementara Amel masih saja berteriak ketakutan. Dia wanita yang sangat menjaga penampilan. Bahkan untuk memukul pun dia tidak sanggup melakukannya.Namun, saat mereka akan keluar dari rumah itu, Romo bersama dengan puluhan pengawal menghadang. Mereka tidak bisa lagi kabur. Akhirnya mereka menyerah. Bambang sangat terkejut ketika ayahnya datang dan mengajaknya pulang."Bambang, hentikan. Kita sudahi saja. Sekarang ikut Ayah pulang."Bambang terpaksa mengikutin ayahnya masuk ke dalam mobil. Dia melambaikan tangan ke arah Ana dengan wajah memelas. Ana hanya bisa membalas dengan tatapan tegang."Persiapkan dirimu. Kau besok a
Ana tertawa keras sangat ngakak. Kembali mengejutkan semua orang. Kaisar benar-benar tidak percaya calon istrinya adalah seorang gadis yang sama sekali tidak pernah dia sangka. Sangat brutal, berani, tidak punya malu, tomboy. Semua kriteria wanita yang sebenarnya sangat dia sukai.Selama ini dia selalu didekati wanita yang sangat anggun, kelas atas, selalu bersikap seolah-olah kalem di depannya. Selalu menjaga wibawa agar dia bisa menerima cintanya. Namun, sekarang semua itu berbalik. Ana sama sekali tidak peduli dengan penampilannya. Entah dia akan membuat Kaisar benar-benar mencintainya atau tidak.Sepanjang malam Kaisar tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Dia awal mula sangat menentang perjodohan itu. Dia sama sekali tidak suka dijodohkan apalagi dengan wanita yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Namun, ternyata sekarang berbeda. Dia akan mendekati Ana dan mencoba untuk menaklukkan gadis yang suka memberontak itu. Dan, itu merupakan sebuah tantangan baginya."Kau pikir aku bisa
Ana melihat mobil Amel dari kaca spion mengejarnya dan semakin mendekat dari posisinya. Brian semakin menambah kecepatan sepeda motornya. Ana memeluk Brian dengan sangat erat. Hatinya benar-benar bergetar. Dia sangat ketakutan."Ana, jangan sampai melepaskan pelukanmu apa pun yang terjadi. Apa kau dengar?" teriakan Brian segera mendapatkan anggukan dari Ana. Brian merasa lega ketika melihat hal itu dari kaca spion. Dia semakin menambah kecepatan dan melewati gang kecil. Membuat mobil Amel tidak bisa mengikutinya."Sial!" teriak Kaisar. Amel segera menghubungi seseorang. "Ikuti calon suamiku, dan segera beri kabar." Amel menutup ponselnya, lalu memukul jok depan dan berteriak, "Argh! Aku akan menghancurkan kamu, Ana!"Brian segera memarkirkan motornya ketika dia merasa sudah aman. Mereka masuk ke sebuah rumah kosong."Jantungku rasanya mau copot saja. Kau mengendarai seperti orang kesurupan. Kenapa Amel mengikuti kita?" ucap Ana dengan napas yang terengah-engah. Dia terus menepuk-nepu
Benar-benar tidak bisa dipercaya. Penelope bisa tertangkap begitu sangat mengerikan. Padahal Anggara sudah membeli rumah yang sangat jauh dari kota dan berada di desa terpencil. Dia mengira tidak akan pernah ada satu orang pun yang akan menangkapnya. Tapi ternyata dia salah. Tantenya masih saja membuat dia tidak akan pernah selamat dari genggaman lelaki itu. Padahal Penelope berkali-kali mengatakan jika dia tidak menginginkan kekayaan itu dan Amara bisa mengambilnya kapanpun."Tentu saja kau bisa bersamaku. Tapi aku ingin sekali mandi. Aku sangat bau, tidak enak juga melakukan hal itu. Lihatlah, tubuhku dipenuhi keringat. Ijinkan aku mengganti baju dan membersihkan diriku. Aku tidak akan pergi ke manapun. Semua sudah menjaga tempat ini." Penelope berusaha untuk mengalihkan keinginan juragan yang sangat menjijikan itu, dan dia berhasil. Juragan akhirnya menunjukkan sebuah pintu yang berada di pojok ruangan."Itu adalah kamarmu. Ada baju di sana dan tentu saja sangat seksi. Sudah aku si
Anggara dan semua orang tidak percaya. Penelope ternyata tertawa dan bukan merintih. Dia berhasil membuat juragan itu mabuk dan tidak berdaya sama sekali.Satu jam sebelumnya, Penelope sangat kebingungan. Dia melihat Juragan sangat terobsesi dengannya. Namun, dia paham lelaki tua itu tidak akan pernah kuat jika minum terlalu banyak, dan pastinya akan sangat mabuk. Kedua matanya melihat satu botol anggur yang berada di atas meja. Penelope tersenyum dan terlintas sebuah rencana di sana."Kau memang sangat cantik Penelope. Hmm, walaupun kau sudah sedikit tua, namun ternyata kau sangat matang sekali. Hah, kau seperti gadis muda yang sangat ranum sekali. Bau tubuhmu harum. Setiap hari aku tidak bisa melupakanmu. Tidak percaya aku sekarang bisa membawamu ke sini dan akan menikmatimu malam ini." Wajah juragan itu tersenyum dengan menjijjikan. Penelope terus menampakkan senyuman dan mengangukkan kepala. Dia tidak akan pernah melawan karena akan merugikan dirinya sendiri. Dia harus bertindak d
Kecelakaan mengerikan sudah terjadi. Tubuh Penelope sangat lemas melihat sang suami pergi bersama dengan ambulans, sedangkan dirinya tidak diperbolehkan untuk ikut. Ini pasti suatu kesengajaan. Tapi apakah mereka tega seperti itu? Tentu saja keluarga Anggara tidak akan pernah tega menyakiti Raden pewaris utama yang sangat dibanggakan mereka. Namun, tidak dengan sang tante dan juragan yang sudah dikhianatinya. Pasti ini semua ada kaitannya dengan mereka."Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri kalau terjadi apa pun dengan dia. Semua ini karena aku. Ya, kehidupan Anggara tidak akan pernah bisa tenang karena diriku. Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa pun," ucapnya dengan menangis. Dia masih saja merasa bersalah."Sudahlah, Ibu Pen. Tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Sekarang Raden berada di tangan yang tepat. Sebaiknya Ibu beristirahat." Joko masih saja berusaha untuk menenangkan hati Pen. Namun, wanita itu sama sekali tidak mau. Dia tetap saja menangis. Joko terpaksa memap
Benar-benar sesuatu yang sangat mengejutkan sekali, terutama bagi Gracia. Wanita itu tidak menyangka Anggara hanya ingat kepada dirinya. Sama sekali tidak ingat dengan Pen ataupun Ana. Dan ini adalah sesuatu hal yang sangat membuatnya beruntung. Gracia tidak akan pernah menyia-nyiakan hal ini. Dia semakin mencengkeram telapak tangan Raden, lalu memasang senyuman yang menurutnya sangat cantik."Aku sangat bersyukur kau ingat denganku, sayang. Memang benar. Kita akan menikah. Hmm, segala sesuatunya sudah disiapkan. Tapi kau mengalami kecelakaan seperti ini dan aku sedih." Gracia semakin menangis. Itu adalah akting. Sesekali dia melirik Joko yang hanya menatap dengan wajah cemas, sekaligus bergetar. Apa yang akan dia katakan kepada Penelope jika Raden ternyata mengalami hilang ingatan yang sangat parah?"Joko. Kenapa kau diam saja? Aku baik-baik saja. Tidak ada hal buruk yang terjadi kepadaku. Sudahlah, lebih baik aku bersiap untuk pulang karena aku tidak ingin berada di sini." Anggara
"Ibu Penelope. Kau tidak perlu berpikiran buruk. Semua bisa saja terjadi dan ingatan itu tidak akan bertahan lama. Seperti di sebuah film bukan? Jika kepalanya terbentur lagi, maka ingatannya akan kembali." Joko berusaha untuk membuat Penelope tenang. Namun wanita itu tetap saja cemas apalagi keadaan Ana adalah taruhannya."Maksud kamu, aku harus memukul kepalanya?"Penelope menarik Joko semakin menjauh. "Kita akan pergi dari sini. Berbicara empat mata di luar. Ini harus diselesaikan. Ana sangat berbahaya. Tentu saja aku tidak mau hal buruk terjadi dengannya. Ikuti aku." Dia berjalan cepat keluar dari rumah sakit itu diikuti oleh Joko."Bukankah mereka ...," ucap Ardi sambil menunjuk Pen dan Joko.Saudara kembar Anggara terkejut melihat mereka berdua keluar dengan terburu-buru."Kenapa mereka seperti itu? Seharusnya Pen menunggu Kakak kita. Hmm, tapi kenapa dia harus pergi?" Ardi mengangkat tangannya sambil menggelengkan kepala."Pasti terjadi sesuatu dan kita harus mencari tahu," bal
Amara tiba-tiba datang bersama dengan dua aparat kepolisian. Wanita itu sekarang berada di tengah-tengah mereka semua. Ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati Penelope saat melihat sang tante sangat pucat sekali. Bahkan dia menggunakan kursi roda. Tubuhnya sangat kurus. Hati Penelope bergetar, tidak menyangka melihat keadaan tantenya yang semula sangat glamor dan sangat anggun itu, kini berubah sangat mengenaskan."Sebaiknya kita ke sana dan bertanya apa tujuannya ke sini. Jangan pakai emosi. Lihatlah, dia sangat pucat sekali. Mungkin penyakit sudah menggerogoti tubuhnya. Penelope, hilangkan masa lalu itu. Yang penting kita sudah bahagia," bisik Anggara dengan tersenyum tampan."Kita harus memaafkannya, Ibu. Sebagai manusia kita harus memaafkannya," imbuh Ana kemudian menarik Penelope untuk menuruni panggung.Amara tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya. Penelope menerima uluran tangan itu dengan bergetar."Aku mau minta izin untuk bertemu denganmu. Tentu saja mereka semua mengi
Ana sangat terkejut melihat kehadiran Amel. Gadis itu menatap Bambang dengan tersenyum. Mengamati sang sahabat dari atas sampai bawah. Dengan sangat seksi Amel mendekati Bambang, kemudian tidak segan-segan menatapnya dari dekat."Kamu ternyata sangat tampan sekali. Apalagi bisa berkelahi dengan hebat seperti itu. Katakan kepadaku. Apakah kau sudah punya pacar? Atau masih mau menungguku?" tanya Amel tanpa basa-basi. Bambang menarik tengkuk leher Amel. Kemudian menciumnya dengan sangat panas. Ana dan Brian terpaku saat melihatnya. Apalagi Amel membalas ciuman itu."Tentu saja aku tidak memiliki pacar. Aku berubah seperti ini karena dirimu, dan aku akan menjadi lelaki yang sangat mencintaimu. Menjagamu sampai kapanpun." Bambang mengeluarkan satu kotak berbentuk hati di saku celananya sebelah kanan. Kemudian membukanya."Kau ..." Amel terkejut saat di dalamnya ada cincin berhiaskan berlian berwarna biru. "Maukah kau menjadi pacarku, tunanganku, dan istriku?" ucap Bambang kemudian memasan
Penelope bersama dengan Anggara selalu saja bermesraan di manapun mereka berada. Bahkan Penelope selalu menemani Anggara di kantor saat bekerja. Anggara tidak bisa lepas sedikitpun dari sang istri."Aku akan memberikan kejutan untukmu," ucap Anggara saat berada di dalam kantornya. Penelope tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Setiap hari kau selalu memberikan kejutan untukku. Kali ini apalagi?" tanya Penelope sambil bersedekap. Hingga Anggara memberikan satu undangan berwarna putih di depannya. Ada foto Pen dan Anggara pada saat pertama kali bertemu. Foto itu masih saja tersimpan di ponsel Anggara sampai saat ini."Apa ini?" tanya Penelope masih saja melotot tak percaya."Jika kau ingin mengetahuinya, ya buka saja." Anggara tersenyum, kemudian menatap Penelope yang membuka undangan itu. Tentu saja sang istri terkejut. Itu adalah undangan pernikahan mereka. Tepatnya pesta pernikahan mereka yang sempat tidak pernah mereka lakukan."Jadi setelah kita bersama selama 3 tahun kau ba
Pagi menjelang dengan cepat. Ana sudah bersiap-siap untuk pergi ke Inggris. Walaupun hatinya benar-benar resah, ingin sekali bertemu dengan Brian. Tapi dia harus mengorbankan hatinya dan tetap menjalankan perintah itu.Anggara dan Penelope, serta Nyai dan Romo, akan mengantar Ana menuju ke mobil yang akan membawa dia ke bandara. Namun, Ana semakin terkejut saat melihat sosok lelaki yang berada di depan mobil itu sambil bersedekap."Kenapa aku harus diantar oleh Kaisar, Ayah? Bukankah Ayah yang seharusnya mengantar aku? Untuk apa aku harus bersamanya? Ah, tidak menyukainya," ucap Ana dengan sewot. Anggara dan Pen hanya tersenyum, kemudian memeluk Ana sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil."Jaga dirimu dengan baik. Jangan nakal. Ingat, kamu itu pewaris sah. Jadi kamu harus menjalankan tugasmu dengan benar. Nilaimu juga harus tinggi. Jangan mempermalukan keluarga." Seperti biasa, Nyai dengan sangat cerewet memberikan wejangan sebelum pintu mobil tertutup. Romo hanya tersenyum dan melamba
Penelope benar-benar terkejut. Dia sampai meneteskan air mata saking bahagianya. Apalagi Anggara menggandeng Pen dan mengeratkan genggamannya itu, di telapak tangannya sebelah kanan. Raden kemudian tersenyum tampan dan menganggukkan kepala."Apakah ini mimpi? Aku semalam tidak bermimpi apa pun. Hatiku masih saja sakit. Aku ingin bertemu dengan anakku. Tapi ternyata sekarang aku menghadapi drama seperti ini. Sebuah drama yang sangat mengharukan, yang selama ini hanya ada di dalam mimpiku saja," ucap Pen kemudian menatap Anggara. Menarik telapak tangannya menuju pipinya. "Cubit aku, karena aku tidak mau terbangun dari mimpi yang indah ini," lanjutnya berkata dengan kedua mata yang berlinang air mata.Anggaran mencubit pipi Pen, kemudian tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Aku sudah berjanji akan berjuang mendapatkan dirimu dan Ana sampai titik darah penghabisan dan, ini adalah buktinya. Jika aku memang benar-benar mencintaimu," balas Anggara membuat Pen
Benar-benar di luar dugaannya. Anggara mengatakan hal itu? Ada apa ini? Apakah ini sebuah lelucon? Tidak ada angin, tidak ada perasaan, tidak ada hal apa pun yang Gracia rasakan. Hingga detik ini ... sampai tiba-tiba dia harus mendengarkan sang suami mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Dan tentu saja ini membuat dia semakin besar kepala. Gracia tersenyum puas dengan semuanya. Keyakinannya untuk menang sudah di depan mata dan ini adalah semua yang dia rencanakan. Anggara pasti akan menyerah. Membuat dirinya menjadi istri sah satu-satunya yang akan melahirkan ahli waris, yang disetujui oleh dua pihak keluarga. Bukan Penelope, wanita yang sangat bencinya itu."Apakah kau mengatakan yang sebenarnya? Suamiku, ini tidak mungkin. Kau sudah membuatku sangat bahagia. Apalagi mengumumkan ini di depan semua orang. Tolonglah, jangan pernah menganggap ini lelucon. Karena aku tidak akan pernah memaafkan kamu." Gracia menatap sang suami dengan tajam. Dia ingin kepastian. Anggara tersenyum lalu
Ana masuk ke dalam kamarnya berteriak sangat keras. "ARGH!" Semua barang yang berada di hadapannya, dia singkirkan. Prang! Semuanya pecah berserakan di lantai. Para pelayan datang dan berusaha menenangkan gadis itu."Nona, tenanglah!"Mereka semua memegangi Ana. Gracia segera datang, setelah dia menghubungi seorang dokter. Gracia meminta dokter itu untuk menyuntikkan sesuatu kepada Ana agar tenang. Kebetulan dokter itu adalah teman dekatnya. Gracia memberikan uang yang sangat banyak, membuat Dokter wanita itu bisa melakukan apa pun yang Gracia minta."Bagus. Paling tidak dia tenang. Jika ada yang buka mulut, aku akan menghabisi kalian semua," ucapnya pelan dengan tersenyum puas. Kini dia menatap dokter itu. "Bayarannya sudah aku kirim ke rekening mu. Aku akan menghubungi mu kalau perlu.""Baiklah, aku pergi," balas dokter itu meninggalkan kediaman. "Pastikan dia tenang," ucap Gracia sebelum meninggalkan kamar Ana. Semua pelayan hanya bisa menundukkan kepala dan menuruti semua yang di
Ana masih saja menundukkan kepala. Awalnya dia tidak peduli dengan perkataan Gracia. Namun, ketika menyebut nama ibunya. Anak berdiri mendekati wanita itu dan menatapnya tajam. Mendadak mendorong Gracia hingga terjatuh ke belakang. Untung saja di belakang tubuh wanita itu adalah ranjang."Walaupun aku anak kecil tinggiku sama seperti denganmu. Jangan pernah membuat aku marah. Sekali lagi kau akan membuat ibuku menderita ... aku akan membunuhmu. Apa kau lupa dari mana aku berasal? Aku berasal dari jalanan. Bahkan aku sudah dua kali masuk penjara. Aku ... tidak takut apa pun," ucapnya pelan, namun dengan kedua mata yang tajam. Gracia segera berdiri merapikan kebayanya yang sangat berantakan. Dia menata rambutnya. Kemudian dia mengepalkan kedua tangannya. Tidak percaya Ana berani memperlakukannya seperti itu.Plak!Gracia menampar Ana dengan sangat keras. Gadis itu melotot tajam ke arahnya. Ingin sekali membalas tapi Ana tahan. Dia tidak mungkin melakukan itu dengan orang yang sudah tua
Di luar rumah sakit Pen menangis tanpa henti. Dia duduk di bawah pohon sambil meringkuk. Bahkan tidak peduli beberapa orang melihatnya."Pen! Kenapa kau seperti itu? Ayo bangun!" Pen terkejut Mawar tiba-tiba datang bersama Joko, kini berada di hadapannya. Dia segera memeluk sang sahabat yang ikut menangis dan tahu penderitaannya."Aku sudah menyerahkan dia. Aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Tapi aku harus menyerahkan dia, Mawar. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus. Itu adalah kewajibanku. Aku sudah berdosa dan ini adalah hukuman untukku," balas Pen masih menangis. Mawar segera menarik sang sahabat dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Joko. Lelaki itu masih terdiam mengamati semuanya."Sekarang tenangkan dirimu. Joko saat itu dibantu semua pengacara yang sudah dikirimkan Anggara, lalu kembar, juga membantumu. Semua kekayaan mu kini sudah kembali. Amara juga masih saja menerima hukumannya. Kau akan hidup dengan lebih baik." Mawar masih saja berusaha menyenangkan Pen denga