Benar-benar sesuatu yang sangat mengejutkan sekali, terutama bagi Gracia. Wanita itu tidak menyangka Anggara hanya ingat kepada dirinya. Sama sekali tidak ingat dengan Pen ataupun Ana. Dan ini adalah sesuatu hal yang sangat membuatnya beruntung. Gracia tidak akan pernah menyia-nyiakan hal ini. Dia semakin mencengkeram telapak tangan Raden, lalu memasang senyuman yang menurutnya sangat cantik."Aku sangat bersyukur kau ingat denganku, sayang. Memang benar. Kita akan menikah. Hmm, segala sesuatunya sudah disiapkan. Tapi kau mengalami kecelakaan seperti ini dan aku sedih." Gracia semakin menangis. Itu adalah akting. Sesekali dia melirik Joko yang hanya menatap dengan wajah cemas, sekaligus bergetar. Apa yang akan dia katakan kepada Penelope jika Raden ternyata mengalami hilang ingatan yang sangat parah?"Joko. Kenapa kau diam saja? Aku baik-baik saja. Tidak ada hal buruk yang terjadi kepadaku. Sudahlah, lebih baik aku bersiap untuk pulang karena aku tidak ingin berada di sini." Anggara
"Ibu Penelope. Kau tidak perlu berpikiran buruk. Semua bisa saja terjadi dan ingatan itu tidak akan bertahan lama. Seperti di sebuah film bukan? Jika kepalanya terbentur lagi, maka ingatannya akan kembali." Joko berusaha untuk membuat Penelope tenang. Namun wanita itu tetap saja cemas apalagi keadaan Ana adalah taruhannya."Maksud kamu, aku harus memukul kepalanya?"Penelope menarik Joko semakin menjauh. "Kita akan pergi dari sini. Berbicara empat mata di luar. Ini harus diselesaikan. Ana sangat berbahaya. Tentu saja aku tidak mau hal buruk terjadi dengannya. Ikuti aku." Dia berjalan cepat keluar dari rumah sakit itu diikuti oleh Joko."Bukankah mereka ...," ucap Ardi sambil menunjuk Pen dan Joko.Saudara kembar Anggara terkejut melihat mereka berdua keluar dengan terburu-buru."Kenapa mereka seperti itu? Seharusnya Pen menunggu Kakak kita. Hmm, tapi kenapa dia harus pergi?" Ardi mengangkat tangannya sambil menggelengkan kepala."Pasti terjadi sesuatu dan kita harus mencari tahu," bal
Ana masih saja terperangkap dengan perasaan yang sangat sakit. Ana semakin tidak percaya melihat hal yang berada di hadapannya itu. Benar-benar membuatnya lumpuh total.Selama kurang lebih 17 tahun dia tidak mengetahui sosok sang ayah karena sang ibu selalu menyembunyikan rahasia itu. Kehidupannya benar-benar sangat tidak nyaman, apalagi dia harus mendapatkan bulian dari Amel, karena dirinya yang sangat miskin. Sekarang dia harus melihat kejadian itu sekali lagi. Hanya gara-gara sang ayah mengalami hilang ingatan."Suasana hatiku berubah seperti ini. Selama ini aku mencari sosoknya. Tapi aku tidak pernah menemukan dirinya, hingga aku sangat senang sekali mengetahui ayahku yang super tajir melintir itu. Berada di dekatku dan selalu membela. Tapi apa sekarang yang harus aku lakukan? Brian lihatlah. Dia lebih menyayangi Amel daripada aku," bisik Ana tepat berada di sebelah Brian. Pemuda itu mencengkeram telapak tangan Ana untuk menenangkan."Paman. Kau kenapa seperti ini? Aku benar-benar
Ana dan Brian mematung. Mereka tidak menyangka Kaisar ada hubungannya dengan ini semua. Apalagi mengatakan hal yang sama sekali tidak mereka duga. Brian mendekati lelaki itu, menatapnya dengan sangat tajam. Kaisar harus mengatakan semuanya dan dia akan memaksakan hal itu."Jadi kau benar-benar mengetahuinya, atau kau hanya mengatakan hal itu untuk menarik perhatian Ana?" Brian kemudian tersenyum lalu menarik kerah kemeja Kaisar dengan sangat keras. Membuat tubuh mereka sangat berdekatan. Ana semakin cemas kemudian menepuk pundak Brian agar melepaskan cengkeraman kuatnya itu."Sudahlah, jangan seperti itu. Sekarang lebih baik kalian diam saja. Jangan pernah berbuat hal bodoh. Ini rumah sakit. Kita bisa diusir dari sini dan tidak akan pernah bisa masuk lagi."Kini Ana mendekati Kaisar. Menatapnya dengan mendongak. Tingginya hampir sama dengan Brian. Hanya berbeda sedikit saja. Walaupun masih saja terlihat gagah Brian dan jauh lebih tampan. Kaisar pemuda gondrong dan kurang rapi."Apa ma
Ana merasakan sesuatu saat melihat video yang diberikan oleh Kaisar. Memang Juragan benar-benar sangat membenci Penelope. Tapi dia juga tidak bisa memberikan bukti itu kepada Kakek dan neneknya. Karena mereka ingin Anggara berpisah dengan Penelope. Bagaimana mungkin Ana akan memberikan bukti itu? Dia hanya bisa menundukkan kepala dan menangis. Bagaimana mungkin dia akan melawan semua itu? Dia tidak memiliki kekuatan apa pun."Ana! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menunduk seperti itu? Jangan menangis. Aku tidak bisa melihatnya. Sudahlah, aku tidak mau melihatmu seperti ini. Kau bisa membuatku gila," ucap Kaisar sambil memegang kepalanya. Selama ini dia tidak pernah melihat gadis seperti ini di hadapannya. Walaupun dia bisa cuek sebenarnya. Tapi ternyata dia tidak bisa. Kenyataannya dia merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan."Ana! Sudahlah hentikan. Aku tidak mau melihat kau menangis. Aku sudah mengatakan semuanya dan ini memang benar. Tidak ada yang aku tutup-tutupi. Tapi to
Pagi datang dengan cepat. Ana semakin kebingungan. Dia tidak percaya berada di atas ranjang. Untung saja masih berpakaian. Kemejanya terus terselampir di atas kursi. Dia hanya mengenakan pakaian dalamnya saja dan rok pendek yang sebelumnya dia pakai. Tubuhnya semakin bergetar ketika melihat Kaisar berada di sebelahnya, dan dia berada di satu ranjang? Apa yang terjadi? Ana berusaha mengingat tapi dia tidak bisa. Bahkan dia tidak mengerti kenapa dia sampai ke sana?"Kenapa aku di sini!" teriaknya dengan sangat keras, membuat Kaisar yang berada di sebelahnya pun terbangun. Ana mengepalkan tangannya, kemudian meninju wajah Kaisar saat terduduk. Lelaki itu mengusap-ngusap wajahnya yang terasa sakit."Ana sakit sekali. Kau itu kenapa? Aku masih sangat mengantuk. Sudahlah, tidur saja. Dulu kita akan berbicara nanti saja," balas Kaisar dengan sangat santai. Dia pun merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang. Membuat Ana semakin geram. Gadis itu memukul Kaisar dan menendangnya sampai lelaki i
Ana berlari kencang keluar dari kamar itu. Dia menuju lobi, kemudian berjalan cepat mendorong pintu utama hotel yang terbuat dari kaca itu. Sahabat Kaisar yang kebetulan berada di loby hotel memandangnya dengan heran. Tapi dia tidak bisa berbuat apa pun karena tidak ingin ikut campur.Ana terus berjalan cepat menelusuri jalanan. Namun, tubuhnya masih saja sangat lemah. Dia tidak tahu harus pergi ke mana. Bahkan tidak membawa uang. Banyak sekali orang yang melintas, berbisik saat melihat dirinya sangat berantakan sekali seperti itu. Hingga akhirnya dia tidak bisa menumpu tubuhnya lagi dan terjatuh. Namun, dia terkejut seseorang menangkapnya."Kenapa kau ke sini lagi, Kaisar? Sudah aku katakan. Jangan pernah mengurusi kehidupanku. Pergilah, kita tidak akan pernah menikah," ucap Ana dengan suara pelan. Kaisar dengan cepat menggendongnya. Gadis itu tidak bisa meronta karena tenaganya masih terlalu lemah.Kaisar membawa Ana masuk ke dalam mobilnya yang sudah dibawa sang sahabat di depan lo
Romo masih menghadang mereka dengan puluhan pengawal. Penelope berada di depan tubuh Ana dan merentangkan tangannya. Sementara yang lain hanya terdiam kaku. Mereka tidak akan pernah berani melakukan hal apa pun ketika Romo memerintah. Dia adalah lelaki yang sangat berkuasa di sana dan keinginannya tidak ada yang bisa berani membantah."Tentu saja aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, cucuku," lanjut Romo masih menatap tegang. "Aku selalu menjunjung aturan dalam keluarga ini. Pewaris pertama ... itu yang akan berdiri di singasana. Entah laki-laki atau perempuan, aku tidak berhak memaksa seorang wanita untuk menjadi istri anakku. Tapi darah dagingku, harus berada di sini." Lelaki tua itu menghentakkan tongkatnya yang selalu dia bawa untuk membantunya berjalan. Kemudian beberapa pengawal menyingkirkan Penelope dan menarik Ana."Jangan menyentuhnya. Aku akan menghabisi siapapun jika menyentuh anakku!" teriak Penelope. Dia menarik Ana kemudian memeluknya. Beberapa pengawal yang semula
Amara tiba-tiba datang bersama dengan dua aparat kepolisian. Wanita itu sekarang berada di tengah-tengah mereka semua. Ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati Penelope saat melihat sang tante sangat pucat sekali. Bahkan dia menggunakan kursi roda. Tubuhnya sangat kurus. Hati Penelope bergetar, tidak menyangka melihat keadaan tantenya yang semula sangat glamor dan sangat anggun itu, kini berubah sangat mengenaskan."Sebaiknya kita ke sana dan bertanya apa tujuannya ke sini. Jangan pakai emosi. Lihatlah, dia sangat pucat sekali. Mungkin penyakit sudah menggerogoti tubuhnya. Penelope, hilangkan masa lalu itu. Yang penting kita sudah bahagia," bisik Anggara dengan tersenyum tampan."Kita harus memaafkannya, Ibu. Sebagai manusia kita harus memaafkannya," imbuh Ana kemudian menarik Penelope untuk menuruni panggung.Amara tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya. Penelope menerima uluran tangan itu dengan bergetar."Aku mau minta izin untuk bertemu denganmu. Tentu saja mereka semua mengi
Ana sangat terkejut melihat kehadiran Amel. Gadis itu menatap Bambang dengan tersenyum. Mengamati sang sahabat dari atas sampai bawah. Dengan sangat seksi Amel mendekati Bambang, kemudian tidak segan-segan menatapnya dari dekat."Kamu ternyata sangat tampan sekali. Apalagi bisa berkelahi dengan hebat seperti itu. Katakan kepadaku. Apakah kau sudah punya pacar? Atau masih mau menungguku?" tanya Amel tanpa basa-basi. Bambang menarik tengkuk leher Amel. Kemudian menciumnya dengan sangat panas. Ana dan Brian terpaku saat melihatnya. Apalagi Amel membalas ciuman itu."Tentu saja aku tidak memiliki pacar. Aku berubah seperti ini karena dirimu, dan aku akan menjadi lelaki yang sangat mencintaimu. Menjagamu sampai kapanpun." Bambang mengeluarkan satu kotak berbentuk hati di saku celananya sebelah kanan. Kemudian membukanya."Kau ..." Amel terkejut saat di dalamnya ada cincin berhiaskan berlian berwarna biru. "Maukah kau menjadi pacarku, tunanganku, dan istriku?" ucap Bambang kemudian memasan
Penelope bersama dengan Anggara selalu saja bermesraan di manapun mereka berada. Bahkan Penelope selalu menemani Anggara di kantor saat bekerja. Anggara tidak bisa lepas sedikitpun dari sang istri."Aku akan memberikan kejutan untukmu," ucap Anggara saat berada di dalam kantornya. Penelope tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Setiap hari kau selalu memberikan kejutan untukku. Kali ini apalagi?" tanya Penelope sambil bersedekap. Hingga Anggara memberikan satu undangan berwarna putih di depannya. Ada foto Pen dan Anggara pada saat pertama kali bertemu. Foto itu masih saja tersimpan di ponsel Anggara sampai saat ini."Apa ini?" tanya Penelope masih saja melotot tak percaya."Jika kau ingin mengetahuinya, ya buka saja." Anggara tersenyum, kemudian menatap Penelope yang membuka undangan itu. Tentu saja sang istri terkejut. Itu adalah undangan pernikahan mereka. Tepatnya pesta pernikahan mereka yang sempat tidak pernah mereka lakukan."Jadi setelah kita bersama selama 3 tahun kau ba
Pagi menjelang dengan cepat. Ana sudah bersiap-siap untuk pergi ke Inggris. Walaupun hatinya benar-benar resah, ingin sekali bertemu dengan Brian. Tapi dia harus mengorbankan hatinya dan tetap menjalankan perintah itu.Anggara dan Penelope, serta Nyai dan Romo, akan mengantar Ana menuju ke mobil yang akan membawa dia ke bandara. Namun, Ana semakin terkejut saat melihat sosok lelaki yang berada di depan mobil itu sambil bersedekap."Kenapa aku harus diantar oleh Kaisar, Ayah? Bukankah Ayah yang seharusnya mengantar aku? Untuk apa aku harus bersamanya? Ah, tidak menyukainya," ucap Ana dengan sewot. Anggara dan Pen hanya tersenyum, kemudian memeluk Ana sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil."Jaga dirimu dengan baik. Jangan nakal. Ingat, kamu itu pewaris sah. Jadi kamu harus menjalankan tugasmu dengan benar. Nilaimu juga harus tinggi. Jangan mempermalukan keluarga." Seperti biasa, Nyai dengan sangat cerewet memberikan wejangan sebelum pintu mobil tertutup. Romo hanya tersenyum dan melamba
Penelope benar-benar terkejut. Dia sampai meneteskan air mata saking bahagianya. Apalagi Anggara menggandeng Pen dan mengeratkan genggamannya itu, di telapak tangannya sebelah kanan. Raden kemudian tersenyum tampan dan menganggukkan kepala."Apakah ini mimpi? Aku semalam tidak bermimpi apa pun. Hatiku masih saja sakit. Aku ingin bertemu dengan anakku. Tapi ternyata sekarang aku menghadapi drama seperti ini. Sebuah drama yang sangat mengharukan, yang selama ini hanya ada di dalam mimpiku saja," ucap Pen kemudian menatap Anggara. Menarik telapak tangannya menuju pipinya. "Cubit aku, karena aku tidak mau terbangun dari mimpi yang indah ini," lanjutnya berkata dengan kedua mata yang berlinang air mata.Anggaran mencubit pipi Pen, kemudian tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Aku sudah berjanji akan berjuang mendapatkan dirimu dan Ana sampai titik darah penghabisan dan, ini adalah buktinya. Jika aku memang benar-benar mencintaimu," balas Anggara membuat Pen
Benar-benar di luar dugaannya. Anggara mengatakan hal itu? Ada apa ini? Apakah ini sebuah lelucon? Tidak ada angin, tidak ada perasaan, tidak ada hal apa pun yang Gracia rasakan. Hingga detik ini ... sampai tiba-tiba dia harus mendengarkan sang suami mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Dan tentu saja ini membuat dia semakin besar kepala. Gracia tersenyum puas dengan semuanya. Keyakinannya untuk menang sudah di depan mata dan ini adalah semua yang dia rencanakan. Anggara pasti akan menyerah. Membuat dirinya menjadi istri sah satu-satunya yang akan melahirkan ahli waris, yang disetujui oleh dua pihak keluarga. Bukan Penelope, wanita yang sangat bencinya itu."Apakah kau mengatakan yang sebenarnya? Suamiku, ini tidak mungkin. Kau sudah membuatku sangat bahagia. Apalagi mengumumkan ini di depan semua orang. Tolonglah, jangan pernah menganggap ini lelucon. Karena aku tidak akan pernah memaafkan kamu." Gracia menatap sang suami dengan tajam. Dia ingin kepastian. Anggara tersenyum lalu
Ana masuk ke dalam kamarnya berteriak sangat keras. "ARGH!" Semua barang yang berada di hadapannya, dia singkirkan. Prang! Semuanya pecah berserakan di lantai. Para pelayan datang dan berusaha menenangkan gadis itu."Nona, tenanglah!"Mereka semua memegangi Ana. Gracia segera datang, setelah dia menghubungi seorang dokter. Gracia meminta dokter itu untuk menyuntikkan sesuatu kepada Ana agar tenang. Kebetulan dokter itu adalah teman dekatnya. Gracia memberikan uang yang sangat banyak, membuat Dokter wanita itu bisa melakukan apa pun yang Gracia minta."Bagus. Paling tidak dia tenang. Jika ada yang buka mulut, aku akan menghabisi kalian semua," ucapnya pelan dengan tersenyum puas. Kini dia menatap dokter itu. "Bayarannya sudah aku kirim ke rekening mu. Aku akan menghubungi mu kalau perlu.""Baiklah, aku pergi," balas dokter itu meninggalkan kediaman. "Pastikan dia tenang," ucap Gracia sebelum meninggalkan kamar Ana. Semua pelayan hanya bisa menundukkan kepala dan menuruti semua yang di
Ana masih saja menundukkan kepala. Awalnya dia tidak peduli dengan perkataan Gracia. Namun, ketika menyebut nama ibunya. Anak berdiri mendekati wanita itu dan menatapnya tajam. Mendadak mendorong Gracia hingga terjatuh ke belakang. Untung saja di belakang tubuh wanita itu adalah ranjang."Walaupun aku anak kecil tinggiku sama seperti denganmu. Jangan pernah membuat aku marah. Sekali lagi kau akan membuat ibuku menderita ... aku akan membunuhmu. Apa kau lupa dari mana aku berasal? Aku berasal dari jalanan. Bahkan aku sudah dua kali masuk penjara. Aku ... tidak takut apa pun," ucapnya pelan, namun dengan kedua mata yang tajam. Gracia segera berdiri merapikan kebayanya yang sangat berantakan. Dia menata rambutnya. Kemudian dia mengepalkan kedua tangannya. Tidak percaya Ana berani memperlakukannya seperti itu.Plak!Gracia menampar Ana dengan sangat keras. Gadis itu melotot tajam ke arahnya. Ingin sekali membalas tapi Ana tahan. Dia tidak mungkin melakukan itu dengan orang yang sudah tua
Di luar rumah sakit Pen menangis tanpa henti. Dia duduk di bawah pohon sambil meringkuk. Bahkan tidak peduli beberapa orang melihatnya."Pen! Kenapa kau seperti itu? Ayo bangun!" Pen terkejut Mawar tiba-tiba datang bersama Joko, kini berada di hadapannya. Dia segera memeluk sang sahabat yang ikut menangis dan tahu penderitaannya."Aku sudah menyerahkan dia. Aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Tapi aku harus menyerahkan dia, Mawar. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus. Itu adalah kewajibanku. Aku sudah berdosa dan ini adalah hukuman untukku," balas Pen masih menangis. Mawar segera menarik sang sahabat dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Joko. Lelaki itu masih terdiam mengamati semuanya."Sekarang tenangkan dirimu. Joko saat itu dibantu semua pengacara yang sudah dikirimkan Anggara, lalu kembar, juga membantumu. Semua kekayaan mu kini sudah kembali. Amara juga masih saja menerima hukumannya. Kau akan hidup dengan lebih baik." Mawar masih saja berusaha menyenangkan Pen denga