Jeno berhenti saat sampai di depan lobi apartmen. Tanpa kata dia langsung pergi membuat Yuna memandangnnya dengan hati ngedumel tapi tetap tahu diri untuk tidak menjulidi atau menyumpahi Jeno karena sudah mengantarnya ke apartmen kekasihnya.
"Sial! Gue lupa kasih tahu Jeno jangan bilang ke Daniel." Monolog Yuna lalu merogoh ponsel untuk mengirim pesan ke Jeno agar tidak melapor ke Daniel, kembarannya.
Yuna masuk dengan riang. Dia segera masuk lift lalu menekan tombol untuk membawanya ke lantai 20 di mana apartmen kekasihnya berada. Sebenarnya itu apartmen milik Yuna, dia membelinya dari uang jajan yang di tabung selama kurang lebih sebulan.
Yuna berikan pada kekasihnya karena tidak tega dengan kekasinya yang tinggal di kosan kecil. Bukan di berikan secara cuma-cuma tapi hanya untuk di tempati. Apartmen itu tetap atas nama Yuna Mananta.
Di dalam lift sudah ada pasangan muda-mudi yang kira-kira berusia 20 tahun keatas. Sepertinya mereka habis bertengkar, terlihat wajah mereka saling merengut dan merah. Ada urat-urat wajah yang menegas juga rahang yang mengerat. Kemungkinan mereka berhenti bertengkar karena ada orang lain di lift. Yuna menipiskan bibir, diam-diam melirik perempuan yang sedang memegangi perut.
Dia hanya masuk angin atau sakit perut kan ya ?!!!
Pintu lift terbuka. Yuna segera keluar. Saat pintu lift tertutup secara naluri dia menoleh untuk melihat pasangan tadi walau yang nampak di depannya pintu lift yang tertutup. Tidak mau peduli banyak, Yuna segera ke ke apartmen kekasihnya yang berjarak lima pintu ke kiri dari lift.
Yuna mengetuk pintu sekali lalu menekan kode kamar. Setelah berhasil terbuka, Yuna segera masuk yang langsung mendapati kekasihnya di dapur. Yuna tersenyum, dia melepas kardigannya lalu mengantung di stand hanger menyisakan tank top hitam "Lagi apa, kak Jo?" Tanya Yuna.
Cowok berusai sekitar 25 tahun itu mengangkat wajah melihat Yuna "masak, sayang. Aku lagi buat mufin. Kamu coba ya?!" Tawar dan titah Jonathan sambil mengambil piring kecil yang ada di rak.
Yuna duduk di kursi bar. Secara naluriah manusia normal mencolek-colek mufin yang sudah di hias lalu menjilatnya. "Sejak kapan kamu bisa buat mufin?"
"Sejak SMP. Pas jadi cameo artis koki cilik yang shooting ke tempatku." Jawab Jonathan yang sudah kembali dari mengambil piring kecil, kini mengambilkan Yuna mufin.
Yuna sumringah, dia menggeser piring kecil lebih dekat dengannya. Tangannya bergerak mengambil "Ehh! Kamu udah cuci tangan belum, sayang?" Tanya Jonathan membuat gerakan Yuna berhenti di udara lalu tersenyum simpul. "Sana cuci tangan dulu!" Titahnya perhatian. "Habis dari mana kamu tadi?"
Yuna turun dari kursinya menuju wastafel "dari GOR ikut Daniel biar bisa keluar rumah."
"Memangnya masih belum boleh keluar rumah?"
Yuna yang sudah selesai dengan kegiatan mencuci tangan menggeleng dengan mulut mencuat seperti bebek "belom. Padahal bunda dulu enggak serepot tante Jesica." Curhat Yuna yang tidak di perbolehkan keluar rumah oleh ibu tiri yang di panggilnya tante, karena nilai UASnya banyak yang merah. "Padahal udah dua bulan lewat. Ngeselin banget di suruh jadi sempurna."
Jonathan mengusak puncak kepala Yuna sambil tersenyum. Ingin sekali mengatai Yuna 'bocah' tapi nanti Yuna marah "tante Jesica kan pengen kamu maju, sayang."
Yuna yang selesai menelan mufinnya merengut "tapi kan setiap anak punya kemampuan dan kapasitas otak yang beda, kak!" Amuk Yuna tidak mau kalah "kayaknya Jeno seneng banget bebas dari tante Jesica."
"Terus nanti kalau kamu di cari gimana?" Tanya Johnatan sibuk menghias mufin yang tersisa.
"Biarin aja. Paling Daniel ke kafe Yedam atau ke kos dulu sebelum aku ketemu."
Johnatan mengangguk, dia yang selesai dengan kegiatan menghias mufin segera membereskan perkakas yang memenuhi meja membuat Yuna menatapnya berbinar "kamu itu idaman banget sih, kak. Nyanyi bisa, main alat musik bisa, bersih-bersih rumah bisa, masak bisa, dewasa, bikin hati aku gemetar juga bisa." Johnatan tertawa dengan kalimat terakhir Yuna. "Enggak kayak aku yang enggak bisa apa-apa. Olahraga enggak jago, masak apalagi, pelajaran bego. Cuman bisa main pianika, itu aja yang biasa-biasa aja."
"Kamu kan bisa ambil kursus, sayang." Saran Johnatan.
"Males! Aku pengen menikmati diriku yang gini-gini aja. Masih nyaman seperti ini." Ucap Yuna berjalan kearah Johnatan sambil membawa piring kecilnya.
"Harusnya kamu belajar banyak hal mumpung masih muda, sayang." Nasihat Johnatan sambil menerima piring kecil dari Yuna lalu mencucinya. "Kamu itu beruntung, enggak perlu memikirkan biaya kalau ingin ambil kursus ini-itu. Harusnya memanfaatkan dengan baik, sayang."
"Apa kamu enggak takut suatu saat di bilang cuman parasit karena hanya mengandalkan privilage tanpa timbal balik?" Johnatan balik badan karena tidak mendengar jawaban dari Yuna. Dia melebarkan mata lalu mendekat saat melihat mata Yuna berkaca-kaca. "Sayang ... sayang aku enggak bermaksud--"
"Emang aku parasit ya?" Tanya Yuna dengan suara serak dan bergetar. Matanya menatap Johnatan yang memegang sisi wajahnya.
Johnatan dengan cepat menggeleng. Dia mengumpati dirinya sendiri karena salah memilih kata. "Bukan begitu, sayang. Maksud aku itu ... bukan begitu. Aku cuman pengen ngasih kamu motivasi. Tapi ternyata kamu tersinggung ya?! Maaf ya."
Yuna memajukan bibir bawahnya yang bergetar karena menahan tangis. Dia melihat Johnatan dengan mata membulat yang penuh genangan air mata. Johnatan yang melihat itu jadi gemas sendiri, tidak tahan untuk tidak mencium Yuna. "Maaf ya. Jangan nangis lagi."
Yuna mengangguk. Dia menghapus air matanya dengan punggung tangan. Terlihat semakin lucu dan menggemaskan seperti bayi.
Johnatan tidak tahan, dia maju selangkah lalu mengambil sisi kiri wajah Yuna kemudian mengecup bibirnya. Kecupan halus yang kemudian menjadi lumatan halus. Bagaikan candu, lumatan halus Johanatan menjadi lumatan menuntut. Padahal tadinya dia hanya ingin mengecup sekali untuk menyalurkan rasa gemasnya tapi merasakan bibir Yuna yang lembut dan manis dari lipbalm dan sisa-sisa mufin, membuat Johnatan ingin lagi dan lagi.
Yuna menunduk, dia merauk udara sebanyak mungkin. Ini bukan pertama kalinya mereka berciuman tapi tetap saja Yuna tidak bisa mengimbangi Johnatan. Cowok berusia 25 tahun itu jagonya berciuman sedangkan Yuna masih amatiran.
Yuna mendongak, dia kembali mengecup bibir Johnatan dengan kaki berjinjit membuat Johnatan menurunkan lehernya lalu menggendong Yuna ke sofa terdekat dengan tautan bibir yang tidak lepas.
Johnatan mendudukan diri di sofa dengan Yuna di gendongan membuat tanpa sengaja badan mereka bersentuhan. Johnatan mengenggam tangannya di sisi badan dengan tangan yang satu meremat punggung Yuna tanpa sadar.
"Kak?" Protes Yuna merasa punggungnya kebas.
Ciuman mereka terlepas. Johnatan bergerak salah tingkah, dia menggaruk rambut dan melakukan kegiatan tidak menjurus lainnya. "Kenapa sih?" Tanya Yuna gatal untuk tidak berkomentar.
Johnatan tidak menjawab, dia kembali mencium Yuna, membuat Yuna terlena dan terbawa suasan hingga tangan kirinya memegang pundak Yuna lalu menurunkan tali tanktop Yuna perlahan.
Pancingan Johnatan berhasil, dia smirk saat melihat ekspresi Yuna yang sudah berkabut dan penuh gairah. Johnatan melepas ciuman mereka, dia menatap Yuna lekat mengunci matanya lalu memberi kode yang di balas Yuna anggukan. "Tapi aku takut."
Johnatan tersenyum. "Trust me. Kalau kamu kesakitan kita berhenti." Ucap Johnatan memberi ketenangan. Yuna mengangguk membuat Johnatan kembali menggendonganya menuju kamar.
***
Yosi mengangkat wajah saat Daniel yang ada di sampingnya berdiri. "Mau kemana?" Tanyanya peduli.
Daniel bergerak gelisah, dia menggaruk rambut sambil melipat bibir dengan hati tidak tenang. "Yuna tadi kemana, ya? Perasaan gue jadi enggak enak."
"Ck!" Yohi berdecak. "Ketularan Jeno apa kena tulah gara-gara ngeledek Jeno?" Sindir Yosi membuat Daniel menendang kaki Yosi secara reflek.
"Gue cabut deh. Mau cari Yuna." Pamit Daniel tapi langkahnya berhenti saat mendengar suara nafas memburu mendekat. Ternyata Yedam.
"Mau kemana, bang?" Tanya Yedam yang datang dengan nafas tersenggal. Dia duduk sembarang lalu meraih minum yang ada di dekat Yosi.
Yosi memukul kaki Daniel yang ada di serongnya "tau nih, katanya perasaannya enggak enak. Padahal tadi nyuruh Jeno ngenakin sama kasih garam."
Daniel melengos. Dia yang di ledek seperti itu memilih pergi dari pada meladeni karena perasannya semakin tidak tenang.
"Yah ngambek." Ucap Yedam.
Daniel berjalan sembarang, dia menuju kerumunan cewek-cewek lalu berhenti agak jauh kemudian melihat mereka satu persatu, siapa tahu Yuna di sana karena Daniel tidak begitu mengenal dan tahu siapa saja teman Yuna. "Ck! Nyusahin banget!" Dumel Daniel saat tidak menemukan Yuna di sana.
Daniel kearah taman GOR, dia memanjangkan leher sambil mengelurkan ponsel. Sambungannya terhubung tapi tidak di angkat. "Ck. Kemana ni anak?" Daniel memainkan kakinya, dia menginjak apapun di bawahnya dengan keras untuk menyalurkan kekesalan.
Daniel belok ke arah gazebo tepat dimana banyak orang sedang belajar sambil menyambung wifi, dia kembali berhenti tak jauh dari kerumunan untuk melihat satu persatu cewek-cewek seusia Yuna yang duduk bergerombol maupun sendiri. "Pusing, anjing!" Keluh Daniel mulai pening.
Daniel menyambar dahan yang ada di depannya, di pukulnya sembarang sampai rontok. "Bodo amat, setan!" Umpat Daniel berniat pergi tapi langkah terhenti saat matanya melihat sesuatu yang tidak asing berwarna putih di dekat batu hias. Kalau dari jauh terlihat samar dan menyatu dengan batu hias.
"Flashdisk?!" Gumam Daniel. Reflek dia menoleh kesana-kemari mencari pemiliknya. "Pasti pemiliknya lagi bingung." Gumam Daniel berjalan kearah rerumputan berniat meletakkan di sama agar tidak samar dengan batu hias. Baru membungkuk suara langkah dari arah samping membuatnya menegakkan badan lalu menoleh.
"Punya gue! Flasdiks itu punya gue ..." ucap orang yang baru datang dengan nafas tersenggal.
"O ... oh." Jawab Daniel melihat flashdisk lalu memberikannya ke orang itu.
"Thanks, Daniel."
"Lo kenal gue?" Bingung Daniel menunjuk dirinya sendiri. Seingatnya baru pertama kali dia melihat orang itu, entah kalau pernah bertemu tapi Daniel tidak terlalu memperhatikannya.
Orang itu mengangguk "gue teman kelas Yuna."
"Terus Yuna kemaan?" Tanya Daniel langsung.
Orang itu menggeleng lalu mengedikkan bahu ragu-ragu "kita enggak sekelompok. Jadi gue enggak tahu." Jawabnya membuat Daniel mendengus panjang. "Emang Yuna kemana?"
"Di kolong meja kali." Jawab Daniel kesal. Dia saja sedang mencari Yuna malah di tanyai Yuna kemana. "Btw nama lo siapa?"
"Geriyana. Temen-temen manggil gue Jeje."
"Korelasinya?. Nama Jeje munculnya dari mana coba?" Daniel terkekeh.
"Nama lengka gue Geriyana Galih. Di singkat GG, di baca Jeje." Jelas Jeje membuat Daniel mangut sambil ber-oh ria. "Gue coba tanyain temen-temen deh, siapa tau mereka ada yang tahu."
"Nomor lo?"
Jeje mengangkat sebelah alis "buat?"
"Kalau ketemu Yuna lo bisa hubungi gue, biar gue gelindingin tu anak. Nyusahin banyak orang!"
Jeje terkekeh, dia menerima ponsel Daniel yang di berikan padanya.
***
Juwi pusing. Matanya terasa juling saat melihat banyaknya pakaian, aksesoris, sepatu, tas dan lain sebagainya yang menunjuang penampilan, mengelilinginya. Rasanya mual saat melihat sepatu atau tas dengan model dan merek sama hanya beda warna berjejer rapih di lemari penyimpanan. Atau saat jam dan kaca mata berjejer rapih di dalam estalase. Atau pakaian yang di susun rapi berdasarkan warna dan penggunaan.Juwi terkekeh dalam hati, mengumpati dirinya 'anak kampung' karena hanya melihat pakaian dan aksesoris dirinya pusing dan mual.Miss Dara mengajak Juwi ke Dara's colection untuk praktik secara langsung. Miss Dara akan melihat selera fashion Juwi lalu memberi tahu atau mengoreksinya saat mix and match Juwi tidak cocok atau bertabrakan dengan selera fashion Dirgantara.Miss Dara mengajak Juwi duduk di sofa yang ada di depan fitting room, dia menjelaskan banyak hal. Mengulang pembelajaran saat di rumah agar
Yuna duduk di atas kasur sambil memeluk kakinya yang tertekuk. Dia memejamkan mata sambil mengepalkan tangan kuat-kuat sampai bisa merasakan kukunya menancap di telapak tangan dengan hati bergemuruh tidak tenang memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.Hembusan nafas berat berkali-kali berhembus dari hidung Yuna. Kepalanya tiba-tiba pening yang tak lama bahunya bergetar sambil menoleh pada Jonathan yang sedang tidur di sampingnya dengan badan polos yang hanya tertutup selimut hitam tebal.Yuna terisak, dia menutup wajahnya dengan telapak tangan kiri, sedangkan tangan kanan meremat selimut yang menutup badan polosnya. Yuna benar-benar menyesal. Dia ingin memutar waktu. Andai saja tadi bisa menahan diri. Andai saja tadi tidak terbawa suasana, andai saja saat Jonathan menawarkan untuk berhenti dia menurut. Andai saja dia tidak kabur dari Daniel. Andai saja ... arghh kenapa penyesalan selalu datang terlambat?"Sa
Yuna melangkah lebih dulu memasuki rumah. Nuansa Eropa klasik langsung terasa saat permainan piano dengan melodi lembut terdengar di seluruh penjuru ruang, yang berati ayahnya di rumah. Karena Mananta tidak suka kesepian. Bukan berati suka keributan. Lebih tepatnya suka musik yang menenangkan.Sedangkan Daniel memarkir motor di garasi hidrolik yang ada di bawah tanah.Seorang maid menghampiri Yuna, dia sedikit mendenguskan hidung membuat Yuna mengambil jarak. "Memang sebau itu?" Batin Yuna sambil membau dirinya sendiri."Nona, sudah di tunggu tuan dan nyonya di meja makan." Ucap maid memberi tahu dengan sopan.Yuna memanjangkan wajah ke arah ruangan yang terhalang akurium api besar sebagai pembatas ruangan. Dia melihat ke arah meja makan yang sudah ada ayahnya dan Jesica, dengan tatapan tak terbaca. Apalagi saat melihat mereka mengbrol sambi sesekali tertawa dan bermesraan. "Mau mandi. Suruh mereka makan duluan. Gue mandinya lama!"
Jeno segera menerobos masuk saat gerbang di buka. Dia tidak peduli dengan keributan yang ada di belakangnya karena orang-orang merasa tidak adil dirinya bisa masuk sedangkan yang lain langsung di dorong dan di halangi. Atau multifans yang selain mengidolakan Yama, mengidolakannya juga mengambil foto atau videonya untuk di share ke sosial media yang akhirnya viral.Saat ini yang ada di fikiran Jeno hanya ingin melihat Mika untuk terakhir kalinya. Berharap Mika hanya tertidur, berharap saat dirinya datang Mika bangun."Mika!" Seru Jeno segera ke peti Mika yang masih terbuka membuat pasangan suami istri yang Jeno kenal dari foto yang kerap kali Mika ceritakan dulu, melihat kearahnya.Hati Jeno seketika terjun bebas saat melihat gadis pujannya terbujur kaku dengan sekujur tubuh putih pucat. Batin Jeno rasanya seperti di remat saat melihat Mika memejamkan mata tanpa bernafas. "Astaga, Tuhan." Lenguh Jeno dengan hati teriris. Siapa saja yang mendengar leng
Yuna memejamkan mata, menyamankan posisi di pelukan Jesica lalu membuka mata dengan nafas yang mulai panas. Hatinya menghangat membuat matanya perih dan memerah. Yuna mengepalkan tangan. Jujur dia tidak benci dengan Jesica, dia hanya belum siap menerima kehadirannya karena wanita itu datang saat Yuna maupun Daniel masih belum merelakan kepergian bunda mereka.Juga kesal karena sejak kedatangan Jesica, keadaan rumah mulai berubah. Daniel jadi jarang pulang. Dia sering kali memilih untuk tinggal di kos membuat Yuna kesepian karena tidak ada teman bertengkar.Papahnya jadi sering keluar kota atau keluar negeri karena mengantikan pekerjaan Jesica agar wanita itu tetap stay di Jakarta, bekerja di Jakarta dan lebih banyak di rumah jadi lebih fokus mendidik anak. Tapi didikan Jesica sama sekali tidak di terima Yuna maupun Daniel.Didikan Jesica sangat keras. Yuna di paksa mengasah keahlian yang sama sekali tidak dia suka
Jeno merasakan kepalanya pening, mulutnya pahit, badannya lemas, perutnya kosong. Dia bangun saat merasa perutnya berat. Jeno melenguh kecil, menoleh kesamping tepat saat napas halus menepa wajahnya. "Mommy?" lirih Jeno tanpa suara karena suaranya serak jadi saat melirih suaranya tidak keluar.Hati Jeno jadi menghangat saat melihat Jesica tidur sambil memeluknya.Cowok berambut blonde itu tersenyum lalu mengeratkan pelukan. Rasanya sudah lama Jeno tidak merasakan pelukan Jesica. Terkahir kapan ya? Kayaknya waktu SD. Saat Mika memergokinnya masih manja-manja yang membuat Jeno jadi tidak enak karena Mika tinggal di Indonesia hanya bersama Yama.Astaga, Mika. Jeno baru ingat."Awhhh ..." Jeno melenguh kesakitan sambil memejamkan mata, reflek tangannya memegang kepala saat kepalanya sangat berat dan pusing. Hanya bergerak sedikit sakit langsung menyerang membuat Jeno kembali tidur ke posisi semula.
Juwi menganggukan kepala saat Chef Aron mengajarinya merajang bawang merah agar mata tidak perih. Kini mereka ada di bagian samping restoran tepat area training berada yang langsung berhadapan dengan air mancur yang jatuh ke kolam renang membuat orang yang melihatnya jadi relaxs.Banyak peserta training yang sedang belajar bersama Chef pribadi atau satu Chef untuk satu kelompok membuat Juwi merasa tidak sendirian.Miss Dara ada di sofa ruang tunggu. Dia sibuk dengan laptopnya. Entah apa yang di lakukan, Juwi selalu merasa penasaran tapi tidak berani bertanya. Mungkin menyiapkan materi selanjutnya. Juwi selalu berfikiran positif pada siapa saja."Paham ya, Juwita? Sekarang kamu coba."Juwi mengambil pisaunya, dia memegang bawang sepeeti yang di ajarkan Chef Aron lalu merajang bawang merah sesuai yang telah di ajarkan. Awalnya Juwi merasa sama saja seperti saat dia merajang asal-asalan tapi saat berjalan beb
Jesica membantu Jeno tidur di kasur. Wanita cantik itu menaikkan selimut sambil mengusap kepala Jeno penuh kasih sayang saat sang putra memeluk guling. Kondisi Jeno belum pulih sepenuhnya membuat kepalanya masih terasa hangat."Istirahat nyenyak, sayang. Anggap rumah Jeno sendiri." Ucap Jesica lalu mengecup kening Jeno.Jeno bergumam, cowok berkaos putih oversize itu mulai menyamankan posisi tidur di salah satu kamar di rumah Jesica karena belum siap pulang kerumah Dirgantara. Karena pulang ke rumah Dirgantara sama saja merobek luka yang masih basah.Hati Jeno rasanya perih saat membaca tulisan 'Turut Berduka Cinta' di sepanjang jalanan menuju rumah Mika. Rasanya seperti mimpi buruk Mika pergi secepat ini.Jeno memejamkan mata, berharap tidak bangun lagi.Jesica menutup pintu, bibirnya tersenyum smirk merasa satu langkah di depan Dirgantara karena Jeno mau pulang ke rumahnya dan lebih memilihnya saat dalam keadaan ber
"Kita enggak jadi break?"Yuna yang baru keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri dari sisa pergulatan panasnya dengan Jonathan berjalan kearah bajunya yang tergeletak di bawah tempat tidur.Dengan santainya cewek berambut panjang lurus itu membuka kimono handuknya lalu membungkuk memungut bra. "Eung ... enggak. Kayaknya aku bisa jalani keduanya."Jonathan yang duduk bersandar pada kepala kasur dengan tubuh bagian atas yang di biarkan terkespos mengangguk. "Bagus deh. Jadi aku enggak perlu nahan-nahan kalau kangen.""Nahan apa?""Nahan kangen, sayang!"Yuna mengangguk saja. Kini dia memakai CD lalu mengambil seragam sekolahnya. Sebelum memakainya, Yuna melihat kearah Jonathan. "Kak ..." panggil Yuna membuat Jonathan yang akan mengambil ponsel di nakas untuk cek email, menoleh. "Boleh sekali lagi enggak?""Apanya?" Goda Jonathan pura-pura tidak paham."Itu!" Yun meletakkan seragamnya lalu kembali membuka CD
"Udah sampai. Turun!"Daniel turun dari motor saat Jeje menghentikan motor di depan rumah sederhana yang sampingnya langsung terhubung dengan toko yang tutup karena tidak ada yang jaga karena ibu Jeje menunggui eyang sakit.Kepala Daniel terdongak ke atas saat melihat pohon anggur merambat dari tiang ke atas mengikuti kerangka membentuk payon membuat sekitarnya jadi adem juga sejuk. "Keren banget. Mendiang nyokap gue dulu pernah mau buat kayak gitu tapi gagal terus padahal udah datengin ahli taman."Jeje yang baru melepas helem menoleh. "Itu udah lama. Sebelum gue lahir kayaknya." Ucap Jeje mengajak Daniel ke teras rumahnya. "Bagus, ya? Tapi enggak pernah berbuah."Daniel menyerngit. "Kenapa?"Jeje mengedikkan bahu sambil mencari kunci rumah yang ada di bawah pot. "Mana gue tahu." Jawabnya lalu kearah pintu saat menemukan kunci rumah. "Walau enggak berbuah setidaknya masih bermanfaat buat adem-ademan rumah."Daniel mengangguk set
"Arghh ... akhirnya sampai rumah." Lenguh Jeno sambil mematikan mesin motor. Cowok tampan itu melangkahi motornya untuk turun lalu melepas helem kemudian meletakkan di gantungan khusus agar helemnya terangin-angin. Jeno berjalan masuk rumah melalui pintu samping yang langsung terhubung dengan pantri. Melihat ada kue cubit di atas piring, Jeno mendekat. "Wah enak kayaknya." Ucap Jeno saat melihat coklat yang lumer. Tanpa cuci tangan, cowok tampan itu mencubit kue lalu di masukkan ke mulut dalam sekali hap membuat mulutnya mengembang penuh, kemudian berlalu. Jeno memanjangkan kepala, cowoka tampan yang hendak naik tangga itu mengurungkan niatnya saat mendengar gonggongan anjing-anjing kecilnya membuat Jeno mendekat dengan riang. Jeno tersenyum saat Leon menyambutnya. Cowok tampan itu melepas tasnya lalu meletakkan tasnya sembarang di luar kandang. Jeno mengulas puncak kepala Leon dengan telunjuk "Hei, si ganteng." Sapanya membuat Leon
"Hai, kak."Jonathan tersenyum simpul, reflek memanjangkan kepala melihat ke luar jendela saat taxi yang di tumpanginya bergerak karena traffic light sudah berubah hijau. "Daniel motornya baru?" Ucap Jonathan entah bertanya atau menyindir.Yuna reflek menoleh saat Yosi belok ke pertigaan sedangkan taxi yang di tumpanginya lurus. "Itu Yosi, kak.""Yosi?"Yuna mengangguk, cewek berambut lurus panjang itu melepas helem lalu merapat ke Jonathan. "Jangan salah paham dulu. Aku cuman nebeng dia ke tempat bimbel." Bujuk Yuna meletakkan helem di pangkuan.Jonathan mengangguk-angguk, sebenarnya dia tidak mempermasalahkan. Malahan awalnya mengira kalau itu bukan Daniel, Jeno. Cowok berusia dua puluh lima tahun itu yang tadi melamun melihat keluar jendela tersenyum saat Yuna menjadi objek lamunannya. Jonathan memperhatikan Yuna karena rindu pada kekasihnya."Enggak jadi berangkat bimbel?""Jadi ..." jawab Yuna. Cewek berambut lu
"Juwita kabur.""Kabur gimana?"Sekembalinya dari area kolam renang samping rumah, Miss Dara duduk di sofa. Wanita itu meraih kopi yang maid siapkan saat dirinya datang tadi dengan sebelah tangan memegang ponsel melapor pada Dirgantara. "Dia enggak ada di rumah. Tiba-tiba ilang.""Ngaco! Mana mungkin, Dara! Dia enggak tahu Jakarta."Miss Dara menyesep kopinya. "Aku enggak bohong, Dirga. Juwita enggak ada di kamarnya. Maid udah cari keliling rumah sampai garasi, taman, depan gerbang. Enggak ada!""Pas gue tinggal anaknya masih, kok.""Iya, waktu maid panggil juga masih. Tapi enggak tahu tiba-tiba ilang.""Ck! Gue lagi di luar kota."Miss Dara meraih tasnya yang ada di meja untuk mencari TWS agar mudah melakukan aktivitas lain. "Terus gimana?" Tanya Miss Dara kini memasang TWS lalu meraih ipad untuk melihat calon model yang tidak bisa di urusnya penuh karena harus mengajar Juwi malah Juwi-nya menghilang.Dirgantara m
"Ice Americano ... sama toast tuna.""Hanya itu, kak?"Jonathan melihat etalase yang penuh cake, ice cream, susi dan berbagai macam makanan ringan lain yang tersusun rapi di dalam. "Hanya itu." Putus Jonathan karena dia harus menjaga berat badan."Pembayaran case atau pakai kartu?""Case.""Total dua ratus sepuluh ribu ya, kak."Jonathan mengeluarkan dompet lalu mengambil uang pas untuk di berikan pada kasair. Setelah mendapat struk pembelian Jonathan menerima nampan berisi pesanannya. "Terima kasih." Ucap Jonathan lalu ke meja singel yang ada di dekat jendela.Cowok berusia 25 tahun itu melepas sedotan dari pembungkus plastik lalu menancapkan ke ice Americanonya. Jonathan melihat area luar sambil menyesep kopinya. Atensinya melihat lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki yang melewati kafe.Jonathan mengerjab saat sebuah mobil mewah berhenti di depan kafe tempatnya berada yang tak lama beberapa pejalan kaki mendekat
"Ayo masuk! Nunggu apa sih?"Yuna berdecak, dia memukul kepala Daniel karena Daniel seperti orang bodoh berdiri di depan gerbang sambil mengecek ponsel dan jam tangannya setiap detik. Mereka baru saja turun dari mobil milik keluarga Mananta karena motor Daniel menginap di kafe Prince. "Jangan bilang lagi nunggu, Jeje?!!""Iya." Jawab Daniel tanpa dosa. "Lo kalau mau masuk, masuk aja. Tahu jalan ke kelas kan!!?"Yuna berkacak pinggang, dia tidak peduli dengan beberapa murid RHS yang mewatinya dan curi-curi ingin tahu. "Gue enggak suka ya kalau lo bucin kayak gini."Daniel berdecak, jadi mengangkat wajah menatap Yuna. "Apa sih? Lo punya pacar gue enggak pernah ikut campur! Sekarang gue yang punya pacar kenapa lo ikut campur?"Yuna mendesah panjang. "Fine!" Ucapnya lalu pergi meninggalkan Daniel begitu saja. Cewek berambut lurus panjang itu melangkah lebar menuju lobi lalu belok ke koridor sayap kanan."Gue enggak masalah lo punya pacar t
"Dara's Colection."Jonathan berdiri di depan salah satu butik terkenal yang ada di Kota Jakarta. Laki-laki berusia 25 tahun itu melihat ponselnya sambil mencocokan alamat yang tertera di website Dara Colection.Setelah memastikan alamat yang tertera benar, Jonathan masuk yang langsung di sambut pramuniaga yang berjaga di depan pintu. "Selamat pagi. Selamat datang di Dara's Colection."Jonathan mengangguk sambil tersenyum ramah. "Mbak benar di sini sedang mencari model?""Ohh ... benar, mas. Mari saya antar." Ucap pramuniaga mempersilahkan lalu jalan lebih dulu membuat Jonathan membuntut. "Calon model yang lain juga sudah datang." Lanjutnya memberi tahu."Sudah berapa orang, Mbak?""Mungkin puluhan?!"Jonathan mengangguk. Diam-diam merasa kawatir karena semakin banyak yang ikut audisi, peluang akan semakin kecil.Jonathan memanjangkan kepala saat melihat para model sedang menunggu di sofa depan sebuah ruangan.
Yedam yang ada di dekat jendela memanjangkan kepala saat melihat Jeno dan Yuna berjalan bersama dari parkiran menuju kafenya. Cowok berkaos hitam bergambar papan catur itu meloncat keluar membuat Yuna mengibaskan tangan hingga tanpa sengaja mengampar wajah Yedam sampai berbunyi nyaring. "Kasar banget!" Aduh Yedam memegang keningnya yang terasa perih karena sabetan tangan Yuna."Lagian lo ngapain di situ, busettt?" Tanya Yuna yang kini melewati Yedam begitu saja ke arah meja barista menuju Yosi yang sedang menjadi operator instagram live.Yedam membuntut, Jeno yang datang bersama Yuna jadi tertinggal. "Tumben barengan, ada angin apaan nih?" Tanya Yedam membuat Yuna yang baru memesan minum melengos. "Lo berdua enggak lagi ngedate kan?""Orang gila!" Amuk Yuna memukul kepala Yedam membuat Yedam menjauh, kemudian menoleh pada Jeno yang sedang melihat seorang pengunjung bernyanyi di depan. "Lo apa, Jen?""Samain."Yedam memajukan wajah denga