Malam yang biasanya kulalui dengan panjang kini terasa begitu singkat, begitu Mas Revan merangkul dan membenamkan wajahnya di belakang tengkukku. Entah kenapa aku sangat bahagia, terharu dan berharap pada Tuhan agar ini selalu terjadi, agar Allah memperbaiki semuanya dan membukakan pintu hati suamiku untuk sadar dan menyayangi kami.
*Kicau burung dari pohon di samping rumah menyambut pagi, sinar mentari menembus gorden dan menerangi ranjang kami. Kubuka mata, sementara suamiku masih erat memeluk diri ini."Mas, aku mau bangun," ucapku pelan."Ah, i-iya, bangunlah."Perlahan dia mengerjap dan membuka mata menyadari bahwa semalam kami sudah begitu mesra, dalam satu selimut tanpa berjarak sehelai benang pun, dia menjadi kaget sendiri dan gugup. Suatu pemandangan yang cukup membuatku tersinggung dan tak nyaman. Di mana-mana, tidak ada suami yang kaget sudah meniduri istrinya. Sikapnya seakan kami baru sekali memadu asmara."Mandilah Mas, kamu harus ke kantor.""Jam berapa sekarang?""Jam setengah tujuh.""Baiklah," jawabnya sambil bangkit dan meraih handuk, sementara aku yang sudah menggunakan home dress segera ke kamar anak anak untuk membangunkan mereka lalu menyiapkan sarapan.Setengah jam kemudian suamiku datang, dia terlihat tampan dengan kemeja biru dan jas abu abu. Tatanan rambutnya rapi ditambah wajah cerah yang sudah dicukur, wangi tubuhnya tercium dari jauh membuat dada ini berdebar. Untuk beberapa menit kami bersitatap, andai dia tak sering menyakitiku, aku pasti akan jatuh cinta tiap kali menatapnya, tapi sayang semuanya berbeda. Dia berpaling dan menuju ke arah meja makan, sementara aku yang tadinya bahagia melihatnya, hanya bisa kembali pada perasaan tak nyaman dan malu sendiri."Kopinya Mas," ucapku sambil menyerahkan cangkir."Terima kasih.""Aku masih berharap bahwa kita bisa memperbaiki hubungan dan bahagia, meski aku tahu hatimu lebih condong pada wanita itu. Aku tak menyalahkan cintamu, aku hanya ingin kau sadar bahwa kau punya istri dan anak dan kami menunggu terbukanya hati Dan cintamu," ucapku saat duduk di sisinya.Dia terdiam mendengarku, hanya melihat pada mataku sekilas lalu tersenyum tipis dan melanjutkan kegiatannya makan."Apa ... kau akan pergi menemui wanita itu hari ini?""Tidak.""Aku bahagia saat kau bilang tidak, meski aku tahu kau tetap pergi," jawab lirih pelan sekali karena tak ingin menyingung perasaannya."Aku sedang belajar untuk perlahan melepaskan, aku juga belajar membahagiakan hati dengan kalian.""Kita sudah lama bersama Mas, kita sudah punya dua anak yang insya Allah menjadi biji mata dan kebahagiaan kita, bolehkah aku berharap sekali saja.""Kupikir hatimu sudah beku setelah kau merebut aset dan mobil dariku, kupikir semua itu akan membahagiakanmu dan memuaskan hatimu, sehingga aku bisa ....""Tolong jangan katakan hal menyakitkan Mas, baik aku ataupun kamu, tidak ingin merusak hari-hari kita dengan pertengkaran kecil dan kalimat yang menyinggung. Aku ingin bahagia dan menikmati waktuku sebagai istrimu, kau pun juga harus bahagia sebagai suamiku karena jika kau tidak bahagia, percuma kita bersama.""Aku ingin membahagiakan keluargaku dan keluargamu, mereka bangga ketika kita bersama," jawab Mas Revan."Tolong temani aku dalam hidup ini karena kau mau, bukan karena disuruh atau terpaksa melakukan itu," balasku sambil menahan perasaan dan air mata."Terima kasih karena kau tak menyulut pertengkaran itu." Usai menghabiskan rotinya suamiku bangkit dari meja makan, dia menepuk bahuku pelan sambil berpamitan."Pulanglah lebih cepat Mas.""Ya, kalau tidak ada rapat dadakan.""Aku tetap berharap kau pulang cepat," jawabku dengan penuh harapan agar dia mempertimbangkan keinginanku. Sebabnya, aku tahu dia pasti akan menemui kekasihnya dalam keadaan sibuk atau santai. Mereka tak akan melewatkan sedikit waktu pun untuk tidak saling berjumpa.Ingin rasanya diriku mencicipi perasaan cinta yang menggebu, bergairah, berdebar bahagia saat bertemu dengan sosok yang kita cintai. Entah mengapa selama menikah, perasaan dan getaran hati ini berjalan biasa saja, tanpa sesuatu yang istimewa, entah bagaimana malam pertama antara aku dan mas Revan terjadi, padahal kami tak memiliki hubungan romantis.Singkatnya, dia hanya bersikap baik saat ingin memadu kasih, lalu sisanya, ia biasa saja. Tidak pernah ada sikap mesra, jangankan bawa buket bunga, mengucapkan ulang tahun atau terima kasih karena aku sudah melayani dia saja tidak pernah. Bahkan saat aku melahirkan anaknya, reaksinya dirinya terlihat datar dan biasa saja.*Pukul setengah dua siang, kukendarai mobil, menuju sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan bulanan. Kuparkirkan mobil di basemen lalu melangkah masuk ke dalam mall yang cukup terkenal di kotaku itu. Sewaktu diri ini menyusuri selasar lantai mall untuk menuju Carrefour, tiba tiba tangkapan mataku tertuju pada sebuah food court mewah.Ada suamiku di dalam sana. Untuk beberapa detik hati ini berdesir mengingat betapa indahnya percintaan malam dan betapa tampannya ia pagi tadi."Siapa orang yang sedang ditemui suamiku Apakah dia sedang rapat dengan klien?" Perlahan aku menyeret langkah untuk lebih dekat. Sambil menahan napas dan berdoa agar orang yang kutemui bukan Ailen, tiba tiba semua perasaanku musnah.Di depan sana suamiku sedang bercanda dengan kekasihnya. Wanita itu menggenggam tangan suamiku dan sesekali bergelayut di lengannya. Suamiku juga tersenyum sangat lebar saat bersama wanita itu, senyumnya begitu indah bahkan dia tidak pernah menyunggingkan senyum yang sama untukku. Dia juga menyuapi wanita itu dan minum dari gelas yang sama tanpa sungkan atau malu pada orang-orang sekitar.Mengapa dia begitu santai? minimal dia mempertimbangkan bahwa statusnya sudah punya istri dan anak. Bagaimana kalau kebetulan ada orang yang sedang lewat dan mengenalnya?Ya Allah mengapa dia tidak punya pikiran?Untuk beberapa saat lututku sangat gemetar, Aku ingin marah dan meluapkan perasaan tidak terimaku atas permainan cintanya, tapi aku juga malu pada orang-orang yang ada di restoran mewah, ia sedang duduk dan bercanda di atas sofa empuk dan meja yang berkelas, sementara aku masih berdiri di belakang dinding kaca di luar tempat itu sambil menahan sakit hati dan air mata.Tiba-tiba Mas Revan menatap ke arah luar restoran dan pandangan kami bertemu. Seketika saja suamiku langsung kaget dan gugup.Rupanya, dia di sini di sela kesibukan kantornya, di sela pekerjaan yang menumpuk dan hectik, bisa bisanya dia menemui kekasihnya, makan siang bersama di dalam restoran mewah sambil bercanda dan saling menatap mata.Kini, melihatku berdiri dari jarak yang hanya beberapa meter pria itu terbelalak dan gugup. Dia terlihat minta izin dan segera ke luar menyusulku."Amaira? Kau di sini?""Iya, di sini, kebetulan belanja dan menemukanmu," jawabku dengan senyum tipis. Aku ingin sedih dan marah tapi aku tak tahu harus melepaskan emosi yang mana lebih dahulu.Kalau menuruti nafsu saja, sebenarnya tadi aku ingin masuk dan menyiram wajah Ailen dengan kopi panas, tapi jika kulakukan hal itu maka sama saja dengan mempermalukan diri sendiri. Suamiku akan semakin malu pada pengunjung yang ada, lalu pelakor itu aka pura pura lemah, menangis sehingga Mas Revan akan membelanya, aku akan semakin tersisihkan di Mata Mas Revan."Ayo pulang, aku akan mengantarmu," ucapnya sambil menarik bagian siku leng
Pukul 09.00 malam Mas Revan kembali ke rumah. Seperti biasa, dia selalu melewatkan interaksi dengan anak-anak, melewatkan masa emas untuk bertumbuh dan berbagi kasih sayang kepada kedua putra dan putrinya.Akhir-akhir ini dia memang lebih banyak waktu dengan Ailen selingkuhannya. Ya, wanita itu cinta pertamanya cinta yang mungkin sudah mengakar dan menjerat hatinya. Cinta yang tidak mampu ia tepis sampai penglihatannya kabur untuk menilai begitu besar pengorbanan dan cinta yang kuberikan.Bagaimanapun, sejak aku menerima perjodohan dan dia diikrarkan sebagai suamiku, aku telah mencintainya dan menerima dia sepenuh hatiku. Aku bertekad untuk melayaninya dan memberikan yang terbaik untuk keluarga. Aku benar-benar totalitas ingin menjaga dia dan anak-anak kami.Sering kudengar beberapa pertanyaan dari teman dekat dan keluargaku, kenapa aku terus saja bertahan. Kadang ada komentar miring yang mengatakan kalau aku tidak perlu susah payah mempertahankan rumah tangga demi kekayaan dengan
Satu jam kemudian lelaki itu tiba di rumah orang tuanya. Tampilannya yang rapi dan aroma tubuhnya yang wangi sudah tercium bahkan sebelum lelaki itu masuk ke pintu utama.Ketika tiba-tiba ia masuk dan mendekat ayah mertua langsung menyambutnya dengan amarah yang menggelegar."Apa yang kau lakukan! Sudah kubilang untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan keluargamu.""Apa yang papa bicarakan? Aku tak mngerti?""Sudah kubilang aku tidak setuju kau dekat-dekat dengan ailin, tapi sampai saat ini kamu masih saja berhubungan dengannya tanpa memperdulikan martabat dan perasaan istrimu."Mas Revan terhenyak dimarahi oleh ayahnya. Dia nampak malu pada ibunya tapi sekaligus kesal padaku karena aku sudah mengadu. Wajah lelaki itu merah padam menahan emosi tapi dia tetap berusaha diam di depan kedua orang tua yang dia hormati."Apa kurang baik kami mendidikmu, kurang baguskah kami menyekolahkanmu dan kurang puaskah kamu dengan harta yang sudah kau miliki?! Istrimu juga tidak kalah cantik deng
Karena tempo hari dia sudah menandatangani persetujuan untuk membagi dua saham miliknya di perusahaan maka otomatis aku jadi punya hak untuk datang ke tempat itu dan melakukan apapun yang kuinginkan.Kemarin aku adalah istri direktur pelaksana tapi hari ini, ketika aku jadi pemegang saham maka itu seperti menegaskan kau aku juga punya hak di tempat itu. Ya ketika kamu membeli saham itu artinya kau mau membeli kepemilikan di Perusahaan itu.*Aku bersemangat dengan hariku yang terasa lebih cerah, matahari bersinar lebih hangat dan memancarkan energi positif yang membuat diri ini semakin antusias untuk segera pergi ke kantor. Ya, Herdian Steel Holding adalah perusahan keluarga besar mertua, ayah mertua adalah komisaris utama, sementara anaknya, yang merupakan suamiku adalah Direktur pelaksana. Banyak cucu-cucu dari keluarga Herdian yang turut ambil-ambil andil dalam mengelola perusahaan tapi itu tidak lebih penting dari peran Mas Revan.Usai mengemasi bekal anak-anak dan mengantarkan
"Oh jadi selain kau bertugas sebagai pengawas di lapangan kau juga jadi asisten pribadi?""Tidak Bu, saya adalah asisten pribadi Pak Revan,".ucap seorang gadis yang berpakaian kemeja pink dengan sopan."Lalu kenapa ibu pengawas ini selalu ikut dengan Pak Revan.""Kenapa direktur menginginkannya dan ibu Ailin cukup kompeten dengan tugasnya.""Baiklah aku paham sekarang ... Dan demi meringankan tugas-tugas Ibu Ailin, mulai sekarang, aku sendiri yang akan mendampingi suamiku kemanapun ia pergi.""Apa?""Kenapa kau terkejut dan terbelalak seperti itu. Jangan lupa, aku punya posisi, aku adalah pemegang saham di mana aku juga berhak mengambil keputusan, dan sebagai anak menantu dari komisaris perusahaan tentu saja aku bisa meminta posisi yang kuinginkan.""Semua posisi ditempati oleh orang-orang yang tepat dan kompeten, Apa tugas anda sebagai ibu rumah tangga tidak cukup di rumah saja tanyanya sembari mengejek diriku dan tertawa sinis."Sebagai orang yang terdidik... Anda tentu dituntut
Mendengar jawaban bahwa aku sangat bosan lelaki itu hanya memutar bola matanya sambil mengacak rambutnya dengan geram. Sekuat apapun dia berdebat denganku lelaki itu tidak akan pernah memenangkannya. Satu-satunya yang akan membuat dia lega adalah kemarahan lalu pergi begitu saja."Apa kau datang ke kantor ini untuk membuat Ailin jadi tidak nyaman lalu perlahan-lahan mengundurkan diri!""Wow, anggapan dan pemikiranmu jauh sekali bahkan aku tidak terbesit sedikitpun untuk hal itu. Yang ada dalam benakku adalah bekerja lalu menghasilkan uang untuk diri sendiri agar aku tidak selalu jadi benalu dalam hidupmu. Apa kau paham."Lelaki itu memicingkan mata yang artinya dia tidak percaya dengan ucapanku. "Karena kau memberiku ide, maka aku setuju dengan pendapatmu. Aku akan lebih sering mengawasi kalian dan melihat kinerjanya jangan sampai kau memberikan jabatan pada orang yang tidak kompeten hanya karena kau menyukainya.""Tahu apa kau tentang bisnis?"Aku langsung tertawa sambil melipat ta
"Hubungan apa!" Dia mendengkus lalu melewatiku. Dia memberiku isyarat agar aku mengikutinya untuk pergi ke divisi manajemen di mana aku akan bekerja sebagai auditor atau pengelola keuangan.Bekerja Di departemen itu tidak terlalu buruk untukku Karena dengan demikian aku bisa memeriksa regulasi keuangan serta mengetahui uang yang keluar dan masuk dari rekening para karyawan. Juga tahu dengan detail transaksi apa saja yang akan ditujukan untuk dikelola si jalang itu. Aku yakin suamiku banyak menggunakan uang perusahaan untuk perjalanan bisnis dan detail-detail tersembunyi padahal dia memperuntukkan semuanya untuk memanjakan pacarnya. Aku akan dapatkan semua jawaban itu jika aku melakukan audit keuangan, aku pasti akan menemukan sesuatu.*"Selamat pagi semuanya!" Suamiku menyapa puluhan orang staff yang berada dalam satu ruangan yang kebetulan itu adalah divisi manajemen perusahaan. "Pagi Pak!""Ini istriku, Nyonya Amaira Haryadi. Mulai hari ini dia akan bekerja di ruangan ini. Aku m
Satu jam?Itu tidak akan cukup untuk menghitung plat baja yang diturunkan dari dua kontainer besar ditambah dia juga harus melaporkan kegiatannya secara online. Dia juga harus memastikan anak-anak bagian konsumsi untuk menghitung jumlah logistik, apakah sudah sesuai dengan anggaran belanja atau malah lebih. Kurasa, di manapun proyeknya, anggaran dan belanja tidak pernah sesuai, pasti ada lebihnya yang bisa mereka gunakan untuk kebutuhan tidak terduga."Ini laporan dari Nona Ailen Bu," ucap sari yang kemudian datang dan menyerahkan dua lembar kertas yang baru saja dia. Lembar laporan pelaksanaan proyek."Ini adalah jumlah barang yang dikirim, Ibu bisa mencocokkannya dengan arsip yang ada di file komputer, juga kertas arsip bulan ini.""Terima kasih."Tanpa membuang waktu aku langsung memeriksa laporan Ailin yang ia tulis di kolom-kolom yang tersedia.Kolom pertama di jam 07.00 pagi, dia tulis kegiatannya adalah mengisi absen kemudian melakukan apel pagi. Lalu dilanjutkan dengan bree
"Kau bertemu temanmu yang bernama Rudi itu?""iya," jawabku."kupikir kau akan bertemu dengan orang penting tapi ternyata kau hanya bertemu dengannya..." Mas Revan bersungut dengan cemberut sambil mendesahkan nafas dan menyandarkan punggungnya di kursi."Aku sedang membicarakan masalah bisnis dan restoran yang cukup strategis di dekat lokasi villa yang ada di daerah Timur kota ini. progress untuk bisnisnya cukup bagus hanya butuh sedikit investasi dan modal.""Aku suka kamu berbisnis tapi aku tidak sreg kau berbisnis dengannya.""kenapa?""ga suka aja.""ada alasan untuk segala sesuatu.""aku hanya tak nyaman.""Kau tak nyaman karena kau cemburu ataukah ada ketakutan lain, jika kau merasa bahwa lelaki itu akan menipuku itu tidak akan terjadi karena dia adalah sahabatku sejak lama, dia tidak akan lari kemana-mana karena jika dia melakukan kecurangan, aku pasti akan menghukumnya.""lelaki itu cukup tampan dan aku tidak mau terjadi fitnah dalam keluargaku.""bicara tentang ketampanan da
**di kantor, di jam istirahat."aku izin untuk keluar 1 jam makan siang dengan temanku.""siapa?""temanku., Kami ingin membicarakan bisnis. Apa kau membutuhkan detail setiap orang yang aku temui atau haruskah kau mengirimkan satu asisten bersamaku agar bisa melaporkan segalanya padamu?""kenapa perkataanmu terdengar sentimental?" suamiku mulai memasang wajah gusar dan kesal. "aku hanya khawatir bahwa kau mencurigai beberapa temanku padahal orang-orang yang aku temui adalah orang-orang yang tempo hari selalu bersamaku. mereka adalah teman-teman biasa teman arisan, sosialita dan beberapa teman bisnis.""tidak, jangan khawatir, pergilah.""terima kasih." aku melenggang keluar dari kantornya dengan santainya. Aku sengaja tidak memberitahu bahwa aku akan makan siang dengan sahabatku Rudi, mungkin sikapku terlampau egois ataukah aku memang sengaja untuk menguji sejauh apa dia mencintaiku dan cemburu dengan itu. aku tahu bahwa aku cemburuannya akan menciptakan prahara, tapi selagi aku t
"Eh, suamimu cemburuan juga ya...."sahabatku Rudi yang sudah kuambil kontaknya tiba tiba mengechat dan bicara begitu."hahaha, abaikan saja.'"Naluri laki-laki memang merasa tertantang saat melihat orang lain menunjukkan ketertarikan dan kekagumannya secara langsung pada istri mereka. tapi aku tak menyangka kalau suamimu menunjukkannya dengan gamblang.""sudahlah, kau pun jangan merasa ditantang dengan sikapnya.""Buat apa... kalau aku ingin merebut orang maka aku akan melakukannya dengan cepat. Kau juga salah tahu ga sih.""salahku apa?""kau terlalu cantik di usiamu itu, malah kalau jalan dengan anakmu kau pasti dikira kakaknya.""Hei, aku baru empat puluhan.""Tapi kau berjuang sejak menikah dengan Revan, siapa yang tak tahu reputasi pria itu. kami para sahabatmu merasa geram dengan perlakuan dan perselingkuhan yang berlangsung selama belasan tahun itu. Heran ya, kenapa kamu bisa tahan.""demi keluarga.""demi keluarga apa demi uang?""dua duanya." aku meletakkan emot senyum di be
sekarang kami duduk di sebuah kedai minuman di pinggir pantai sambil tertawa dan bercengkrama bercerita tentang masa lalu di tahun 90-an, aku dan sahabatku itu banyak mengenal masa-masa konyol di saat kami masih SMA dulu. "Aku pernah dengar kalau istriku dan para sahabat-sahabatnya membicarakan tentang pria bernama Rudi. Tak kusangka Kalau hari ini aku bertemu denganmu secara langsung." Mas Revan mengaduk minumannya lalu meresapnya."oh ya? benarkah, kau sering membicarakanku dengan sahabat-sahabat kita?"aku melirik suamiku dan segera menggeleng cepat dan itu membuat mereka berdua, kedua lelaki itu tertawa padaku."kau tampan juga ya Rudi, ngomong-ngomong Apa usaha yang kau jalani...""aku menjalankan bisnis batubara milik keluarga di Kalimantan. by the way, kau juga tampan dan punya Aura seorang pemimpin yang hebat."suamiku hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya lalu berkedip kepada diri ini dan menunjukkan betapa hebatnya dia dapat pujian dari orang-orang di sekitarku.sok
Dua tahun berikutnya saat anak-anak sudah mulai lulus SMA dan Risa duduk di bangku kelas dua. aku dan suamiku menjalani kehidupan yang bahagia tanpa gangguan dari siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar tentang Ailin atau perintilan tentang hidupnya.Aku merasakan ketentraman dan kedamaian menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga sekaligus orang yang berwenang dalam perusahaan ayah mertua. ayam mertua yang saat ini sudah sepuh mulai sakit-sakitan sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumahnya, suami lebih aktif dengan kegiatan bisnisnya Karena sekarang tumpuan harapan dan satu-satunya penggerak roda perusahaan hanya dia, hanya dia yang diambil keputusannya dan menjadi acuan banyak orang untuk bertindak.ayah mertua sudah menyerahkan segalanya kepada kami dan tidak lagi ambil bagian dalam keputusan perusahaan. "mau kuliah di mana setelah lulus?" tanya kakeknya pada Rian anak sulung kami."ingin kuliah bisnis manajemen di Australia kek atau bila memungkin
Mungkin ini bab terakhir saat aku ingin menceritakan hidupku yang penuh kebahagiaan tanpa kehadiran orang ketiga dalam Rumah tanggaku.Setelah beberapa tahun berlalu kami menjalani dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan itu mengalami perubahan drastis dalam kehidupan dan karirnya.Tanpa sengaja aku mendapati kabar itu ketika aku arisan besar-besaran para sosialita di kota ini. Aku tergabung di sana karena mendapatkan undangan dari istri seorang direktur perusahaan minyak, sekaligus kebetulan mengenal istri gubernur. Mereka mereka mengundangku dan menjadikan aku sebagai anggota organisasi mereka di mana aku mengikuti banyak kegiatan dan arisan. "Kau kenal wanita bernama Airin yang dulu bekerja di perusahaan mertuamu?" Tanya Mbak Fika seorang pebisnis batubara."Namanya cukup familiar," jawabku mencoba untuk bersikap normal dan mengabaikan fakta bahwa orang yang sedang ditanyakan adalah mantan kekasih suamiku.""Aku mengagumi bagaimana kau menyikapi wanita itu saat dia masih bersam
Apa semuanya sudah selesai dengan kepergian wanita itu? Aku rasa iya, meski ada masalah lain yang akan kuhadapi tapi tidak akan seberat aku menghadapi orang ketiga dalam rumah tangga. Kuncinya hanya satu jika ingin jadi pemenang pada suami yang suka berselingkuh, lebih banyak bersabar, lebih banyak mengendalikan emosi, tenang dan pertahankan apa yang kita miliki. Niscaya suatu hari suami akan kembali ke rumahnya dan pulang ke pelukan istri dan anak-anaknya.Aku percaya Tuhan sudah berada di pihakku dengan cara membiarkan wanita itu menyerah, lalu pergi dengan membawa amarah dan kekecewaannya.Aku yakin, episode panjang perselingkuhan selama 12 tahun sudah selesai. Ya, berakhir sampai di sini.Kurebahkan tubuhku di tempat tidur lalu kuselimuti diriku sendiri dan suami. Awak dingin dari penyejuk ruangan membuatku harus dekat-dekat dengannya dan dia pun mengembalikan badan untuk memberi tanggapan pada pelukanku."Apa semua konflik ini sudah selesai sekarang?""Aku rasa iya.""Syukurla
Keesokan hari.Setelah jam istirahat kantor aku dan Mas Revan menyebabkan waktu untuk pergi ke kantor di mana Ailin bekerja sebagai manajer utama. Sebenarnya perusahaan itu berbasis di Singapura, tapi karena mereka punya kantor cabang di Indonesia, maka wanita itu ditugaskan juga untuk mencari relasi bisnis dan proyek terbaru. "Kau yakin kita akan bertemu dengannya.""Untuk terakhir kalinya."Aku dan suamiku memasuki lobby utama kemudian pergi ke meja resepsionis dan bertanya di manakah ruangan Manager utama."Apa ibu Ailin ada di sini.""Maaf Bu, Ibu manajer kami tidak ada hari ini. Apa beliau tidak memberitahu Anda sebelum Anda membuat jadwal temu dengannya.""Kami datang tanpa ada jadwal temu.""Beliau ada penerbangan 1 jam lagi ke Singapura jadi mungkin anda tidak bisa bertemu dengannya hari ini.""Apa dia memutuskan kembali ke Singapura?""Ya, tugasnya sudah digantikan oleh manajer baru jadi beliau akan kembali ke kantor pusat.""Oh, baiklah."Kupandangi suamiku yang terlihat m
Menjelang pukul 03.00 sore putuskan untuk langsung saja pulang ke rumah, kukendarai mobilku lalu 10 menit kemudian aku tiba di rumah.Ku masukkan mobil ke garasi kemudian mematikan mesin lalu keluar dari sana dan pergi ke pintu utama. Di ruang keluargaku dapati Suamiku sedang berbaring dan dia masih mengenakan baju setelan jasnya."Apa kau baru tiba?""Dari tadi.""Kenapa tidak ganti baju?""Aku masih lelah... Pusing.""Oh, apa kau sudah makan?""Belum.""Tunggulah sebentar aku akan siapkan makanan."Aku bergegas pergi ke kamar utama untuk ganti baju kemudian cuci tangan dan mukaku lalu turun ke dapur untuk menyiapkan makanan.Saat aku kembali ke dapur lelaki itu bangkit dari posisi berbaring dan menetap diriku dengan tatapan lekat dari kursi tempat duduknya."Ada apa?""Tidak ada sayang, aku hanya ....""Ada apa?""Aku hanya merasa bersalah Dan teringat kembali atas peristiwa yang bertahun-tahun pernah kulakukan pada dirimu.""Sudahlah, jangan buka-buka lama yang akan membuat kita me