Pukul delapan malam, Mas Revan kembali ke rumah. Tampilan suamiku yang pagi tadi sangat rapi dengan dasi yang terpasang sempurna kini terlihat lusuj dengan kemeja yang sudah berantakan dan tidak berada di balik lipatan ikat pinggangnya.
Diletakkannya sepatu di dekat bufet dan kunci mobil di atas lemari kecil depan ruang tamu kami. Melihatku yang duduk di sofa ruang tivi Mas Revan hanya tersenyum. Langkahnya sedikit oleng dan wajahnya memerah.Sepertinya dia sedang mabuk."Apa kau minum, Mas?""Ya, sedikit, ada party kecil dengan kawan bisnis, aku tak bisa menolak tawaran minum dari mereka." Pria itu menjawab sambil berjalan sempoyongan ke kamar."Pesta di mana?" cecarku mengikutinya, aku tak percaya dia pesta di hari kerja, bukannya di akhir pekan."Di hotel bintang lima," jawabnya asal.Baiklah, aku tak perlu bertanya lebih lanjut, aku sudah mengambil kesimpulan bahwa dia baru saja bersama Ailen kekasihnya. Di hotel bintang lima? Oh, sudahlah jangan ditanya apa kegiatan mereka."Sebaiknya kau mandi air hangat agar rasa pengar itu segera hilang," ucapku membantunya melepaskan kemeja."Itu ide bagus, aku senang karena kau selalu peka dengan kebutuhanku," jawabnya dengan wajah yang condong ke arahku. Aku berpaling, menghindar tatapan dan aroma bibirnya yang bau minuman. Aku mulai jijik dengan kelakukan suamiku."Kau mau membantuku mandi?""Iya, akan kutuangkan air hangat di bathtub," jawabku lirih."Kau istri yang baik, terima kasih ya," jawabnya sambil menjatuhkan diri ke tempat tidur, handuknya tersingkap membuat bagian intim tubuhnya terlihat. Kugelengkan kepala melihat sikap hidupnya yang semau-maunya serta merenungi ucapannya barusan yang menyebutku istri yang baik.Kalau aku memang baik untuknya mengapa ia masih berselingkuh dan mempertahankan hubungan dengan mantan pacarnya, wanita masa lalunya. Mengapa ia tak menutup lembaran lama lalu fokus pada kehidupan baru kami berdua?Sakit sekali kalau dipikirkan.*Usai memandikan suami dan memakaikan dia piyama, kubaringkan Mas Revan di atas tempat tidur lalu menyelimuti dirinya dengan selimut hangat. Ketika hendak beranjak untuk mematikan lampu tiba-tiba suamiku mencekal pergelangan tangan ini."Tetaplah duduk di sini di sampingku," pintanya.Meski aku tahu dia dalam keadaan mabuk tapi ada perasaan yang tidak bisa kugambarkan di hatiku seperti keharuan sekaligus rasa sedih, untuk pertama kalinya aku merasa dibutuhkan, untuk pertama kalinya dia memegang tanganku dan memintaku untuk tetap di sisinya."Aku bukan Ailen, aku istrimu.""Aku tahu. Maaf ya, karena sejauh ini aku belum bisa mencintaimu," ucapnya dengan nada mabuk seperti ucapan yang dikatakan dengan random."Iya, aku memaklumi."Sebenarnya aku tidak memaklumi, untuk apa dia selama ini pura-pura baik denganku lalu mengajakku ke tempat tidur hingga kami punya anak kalau hatinya tidak pernah menyukaiku, mengapa dia munafik sekali? Apakah perjodohan ini akan selamanya jadi perjodohan dan pemaksaan di mata suamiku? Tidak adakah sedikit cintanya untuk diriku? Dan sejauh apa aku bisa bertahan dalam hidup seperti ini?"Dengar, aku berusaha agar kita tetap baik-baik saja," ucapnya dengan mata tertutup."Istirahatlah aku akan melihat anak-anak.""Ketika esok menjelang aku akan kembali menjadi diriku yang dingin dan tidak bisa jujur dengan perasaan sendiri," ujarnya sambil membenamkan wajah di bantal. Aku tidak mengerti apa yang baru dia katakan, kupilih untuk tidak ambil pusing dan melangkah keluar dari kamar.*Satu jam kemudian aku sudah selesai dengan pekerjaan rumah dan persiapan untuk anak anak sekolah besok.Setelah memastikan Risa dan Rian tidur, aku kembali ke kamar untuk beristirahat. Kubuka pintu dan menyadari bahwa temperatur kamar terlampau dingin. Kuambil remote lalu menaikkan angka suhu ruangan lalu mengganti baju dan membersihkan wajahku di depan kaca rias."Amaira!" tiba tiba Mas Revan memanggil. Dia terbangun rupanya."Iya Mas?""Kemarilah," suruhnya, tanpa banyak bicara aku segera mendekatinya."Aku minta maaf.""Tumben?""Aku sudah menyusahkanmu," ujarnya dengan tatapan lekat."Kau masih mabuk, tidurlah," suruhku melepas tangannya dari pergelanganku."Tidak, aku tidak mabuk." Perlahan dia menarik tubuhku untuk ikut rebahan di dekatnya. Aku tak mengerti apa yang dia inginkan, tapi aku mengikuti saja tanpa banyak bicara."Lalu kalau tak mabuk, kau sedang apa?""Sedang ingin dekat dengan istriku," jawabnya seraya menatap mataku selekat mungkin.Ada perasaan senang yang demikian terpatik di lubuk hatiku. Aku sangat bahagia mendengar pernyataan dia ingin bersamaku, meski hal itu hanya ucapan di waktu Mas Revan tak sadar. Sebagai istri dan seorang wanita yang punya perasaaan aku ingin suamiku memelukku, membutuhkanku di sisinya dan memperlakukan aku selayaknya seorang pasangan."Mari bercinta, Amaira," bisiknya. " Sudah lama aku tak memelukmu," ujar suamiku sambil merangkulku dengan erat, kuraih ponsel dari meja samping tempat tidur lalu menghubungi nomor yang selama disembunyikan suamiku di gawainya"Untuk apa, bukankah kau sudah bercinta dengan kekasihmu, untuk apa menjamahku lagi?""Aku juga punya hati dan kerinduan untukmu," jawabnya."Jadi, kau juga punya cinta?""Iya, aku juga sayang kamu meski hatiku masih mencintainya....""Bisakah kau memilih satu di antara kami?" Pertanyaan itu kuajukan sementara di seberang sana, sudah ada yang menjawab panggilan. Biarlah wanita jalang itu mendengarnya."Tak bisa aku memilih.""Hatiku hampa tanpa cinta darimu, Mas," jawabku, "bisakah kau sayang padaku, memeluk dan menyentuhku dengan perasaanmu? bisakah kau lakukan itu?""Aku berusaha," jawabnya memelukku. Mungkin kalau dia sadar, dia tak akan melakukannya. Tapi tak masalah, aku berhasil membuat wanita di seberang sana tak nyaman dengan percakapan kami."Esok hari kau pasti lupa sudah mengatakan ini padaku, kau akan kembali dengan selingkuhanmu lagi.""Tidak juga, aku masih ingat meski tidak mengatakannya. Ayo tidurlah dalam pelukanku meski besok aku akan lupa apa persisnya yang terjadi.""Jadi, kau ingin menyisihkan wanita itu malam ini?""Ya, anggap saja begitu."Malam yang biasanya kulalui dengan panjang kini terasa begitu singkat, begitu Mas Revan merangkul dan membenamkan wajahnya di belakang tengkukku. Entah kenapa aku sangat bahagia, terharu dan berharap pada Tuhan agar ini selalu terjadi, agar Allah memperbaiki semuanya dan membukakan pintu hati suamiku untuk sadar dan menyayangi kami.*Kicau burung dari pohon di samping rumah menyambut pagi, sinar mentari menembus gorden dan menerangi ranjang kami. Kubuka mata, sementara suamiku masih erat memeluk diri ini."Mas, aku mau bangun," ucapku pelan."Ah, i-iya, bangunlah."Perlahan dia mengerjap dan membuka mata menyadari bahwa semalam kami sudah begitu mesra, dalam satu selimut tanpa berjarak sehelai benang pun, dia menjadi kaget sendiri dan gugup. Suatu pemandangan yang cukup membuatku tersinggung dan tak nyaman. Di mana-mana, tidak ada suami yang kaget sudah meniduri istrinya. Sikapnya seakan kami baru sekali memadu asmara."Mandilah Mas, kamu harus ke kantor.""Jam berapa sekarang?""Ja
Rupanya, dia di sini di sela kesibukan kantornya, di sela pekerjaan yang menumpuk dan hectik, bisa bisanya dia menemui kekasihnya, makan siang bersama di dalam restoran mewah sambil bercanda dan saling menatap mata.Kini, melihatku berdiri dari jarak yang hanya beberapa meter pria itu terbelalak dan gugup. Dia terlihat minta izin dan segera ke luar menyusulku."Amaira? Kau di sini?""Iya, di sini, kebetulan belanja dan menemukanmu," jawabku dengan senyum tipis. Aku ingin sedih dan marah tapi aku tak tahu harus melepaskan emosi yang mana lebih dahulu.Kalau menuruti nafsu saja, sebenarnya tadi aku ingin masuk dan menyiram wajah Ailen dengan kopi panas, tapi jika kulakukan hal itu maka sama saja dengan mempermalukan diri sendiri. Suamiku akan semakin malu pada pengunjung yang ada, lalu pelakor itu aka pura pura lemah, menangis sehingga Mas Revan akan membelanya, aku akan semakin tersisihkan di Mata Mas Revan."Ayo pulang, aku akan mengantarmu," ucapnya sambil menarik bagian siku leng
Pukul 09.00 malam Mas Revan kembali ke rumah. Seperti biasa, dia selalu melewatkan interaksi dengan anak-anak, melewatkan masa emas untuk bertumbuh dan berbagi kasih sayang kepada kedua putra dan putrinya.Akhir-akhir ini dia memang lebih banyak waktu dengan Ailen selingkuhannya. Ya, wanita itu cinta pertamanya cinta yang mungkin sudah mengakar dan menjerat hatinya. Cinta yang tidak mampu ia tepis sampai penglihatannya kabur untuk menilai begitu besar pengorbanan dan cinta yang kuberikan.Bagaimanapun, sejak aku menerima perjodohan dan dia diikrarkan sebagai suamiku, aku telah mencintainya dan menerima dia sepenuh hatiku. Aku bertekad untuk melayaninya dan memberikan yang terbaik untuk keluarga. Aku benar-benar totalitas ingin menjaga dia dan anak-anak kami.Sering kudengar beberapa pertanyaan dari teman dekat dan keluargaku, kenapa aku terus saja bertahan. Kadang ada komentar miring yang mengatakan kalau aku tidak perlu susah payah mempertahankan rumah tangga demi kekayaan dengan
Satu jam kemudian lelaki itu tiba di rumah orang tuanya. Tampilannya yang rapi dan aroma tubuhnya yang wangi sudah tercium bahkan sebelum lelaki itu masuk ke pintu utama.Ketika tiba-tiba ia masuk dan mendekat ayah mertua langsung menyambutnya dengan amarah yang menggelegar."Apa yang kau lakukan! Sudah kubilang untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan keluargamu.""Apa yang papa bicarakan? Aku tak mngerti?""Sudah kubilang aku tidak setuju kau dekat-dekat dengan ailin, tapi sampai saat ini kamu masih saja berhubungan dengannya tanpa memperdulikan martabat dan perasaan istrimu."Mas Revan terhenyak dimarahi oleh ayahnya. Dia nampak malu pada ibunya tapi sekaligus kesal padaku karena aku sudah mengadu. Wajah lelaki itu merah padam menahan emosi tapi dia tetap berusaha diam di depan kedua orang tua yang dia hormati."Apa kurang baik kami mendidikmu, kurang baguskah kami menyekolahkanmu dan kurang puaskah kamu dengan harta yang sudah kau miliki?! Istrimu juga tidak kalah cantik deng
Karena tempo hari dia sudah menandatangani persetujuan untuk membagi dua saham miliknya di perusahaan maka otomatis aku jadi punya hak untuk datang ke tempat itu dan melakukan apapun yang kuinginkan.Kemarin aku adalah istri direktur pelaksana tapi hari ini, ketika aku jadi pemegang saham maka itu seperti menegaskan kau aku juga punya hak di tempat itu. Ya ketika kamu membeli saham itu artinya kau mau membeli kepemilikan di Perusahaan itu.*Aku bersemangat dengan hariku yang terasa lebih cerah, matahari bersinar lebih hangat dan memancarkan energi positif yang membuat diri ini semakin antusias untuk segera pergi ke kantor. Ya, Herdian Steel Holding adalah perusahan keluarga besar mertua, ayah mertua adalah komisaris utama, sementara anaknya, yang merupakan suamiku adalah Direktur pelaksana. Banyak cucu-cucu dari keluarga Herdian yang turut ambil-ambil andil dalam mengelola perusahaan tapi itu tidak lebih penting dari peran Mas Revan.Usai mengemasi bekal anak-anak dan mengantarkan
"Oh jadi selain kau bertugas sebagai pengawas di lapangan kau juga jadi asisten pribadi?""Tidak Bu, saya adalah asisten pribadi Pak Revan,".ucap seorang gadis yang berpakaian kemeja pink dengan sopan."Lalu kenapa ibu pengawas ini selalu ikut dengan Pak Revan.""Kenapa direktur menginginkannya dan ibu Ailin cukup kompeten dengan tugasnya.""Baiklah aku paham sekarang ... Dan demi meringankan tugas-tugas Ibu Ailin, mulai sekarang, aku sendiri yang akan mendampingi suamiku kemanapun ia pergi.""Apa?""Kenapa kau terkejut dan terbelalak seperti itu. Jangan lupa, aku punya posisi, aku adalah pemegang saham di mana aku juga berhak mengambil keputusan, dan sebagai anak menantu dari komisaris perusahaan tentu saja aku bisa meminta posisi yang kuinginkan.""Semua posisi ditempati oleh orang-orang yang tepat dan kompeten, Apa tugas anda sebagai ibu rumah tangga tidak cukup di rumah saja tanyanya sembari mengejek diriku dan tertawa sinis."Sebagai orang yang terdidik... Anda tentu dituntut
Mendengar jawaban bahwa aku sangat bosan lelaki itu hanya memutar bola matanya sambil mengacak rambutnya dengan geram. Sekuat apapun dia berdebat denganku lelaki itu tidak akan pernah memenangkannya. Satu-satunya yang akan membuat dia lega adalah kemarahan lalu pergi begitu saja."Apa kau datang ke kantor ini untuk membuat Ailin jadi tidak nyaman lalu perlahan-lahan mengundurkan diri!""Wow, anggapan dan pemikiranmu jauh sekali bahkan aku tidak terbesit sedikitpun untuk hal itu. Yang ada dalam benakku adalah bekerja lalu menghasilkan uang untuk diri sendiri agar aku tidak selalu jadi benalu dalam hidupmu. Apa kau paham."Lelaki itu memicingkan mata yang artinya dia tidak percaya dengan ucapanku. "Karena kau memberiku ide, maka aku setuju dengan pendapatmu. Aku akan lebih sering mengawasi kalian dan melihat kinerjanya jangan sampai kau memberikan jabatan pada orang yang tidak kompeten hanya karena kau menyukainya.""Tahu apa kau tentang bisnis?"Aku langsung tertawa sambil melipat ta
"Hubungan apa!" Dia mendengkus lalu melewatiku. Dia memberiku isyarat agar aku mengikutinya untuk pergi ke divisi manajemen di mana aku akan bekerja sebagai auditor atau pengelola keuangan.Bekerja Di departemen itu tidak terlalu buruk untukku Karena dengan demikian aku bisa memeriksa regulasi keuangan serta mengetahui uang yang keluar dan masuk dari rekening para karyawan. Juga tahu dengan detail transaksi apa saja yang akan ditujukan untuk dikelola si jalang itu. Aku yakin suamiku banyak menggunakan uang perusahaan untuk perjalanan bisnis dan detail-detail tersembunyi padahal dia memperuntukkan semuanya untuk memanjakan pacarnya. Aku akan dapatkan semua jawaban itu jika aku melakukan audit keuangan, aku pasti akan menemukan sesuatu.*"Selamat pagi semuanya!" Suamiku menyapa puluhan orang staff yang berada dalam satu ruangan yang kebetulan itu adalah divisi manajemen perusahaan. "Pagi Pak!""Ini istriku, Nyonya Amaira Haryadi. Mulai hari ini dia akan bekerja di ruangan ini. Aku m
"Kau bertemu temanmu yang bernama Rudi itu?""iya," jawabku."kupikir kau akan bertemu dengan orang penting tapi ternyata kau hanya bertemu dengannya..." Mas Revan bersungut dengan cemberut sambil mendesahkan nafas dan menyandarkan punggungnya di kursi."Aku sedang membicarakan masalah bisnis dan restoran yang cukup strategis di dekat lokasi villa yang ada di daerah Timur kota ini. progress untuk bisnisnya cukup bagus hanya butuh sedikit investasi dan modal.""Aku suka kamu berbisnis tapi aku tidak sreg kau berbisnis dengannya.""kenapa?""ga suka aja.""ada alasan untuk segala sesuatu.""aku hanya tak nyaman.""Kau tak nyaman karena kau cemburu ataukah ada ketakutan lain, jika kau merasa bahwa lelaki itu akan menipuku itu tidak akan terjadi karena dia adalah sahabatku sejak lama, dia tidak akan lari kemana-mana karena jika dia melakukan kecurangan, aku pasti akan menghukumnya.""lelaki itu cukup tampan dan aku tidak mau terjadi fitnah dalam keluargaku.""bicara tentang ketampanan da
**di kantor, di jam istirahat."aku izin untuk keluar 1 jam makan siang dengan temanku.""siapa?""temanku., Kami ingin membicarakan bisnis. Apa kau membutuhkan detail setiap orang yang aku temui atau haruskah kau mengirimkan satu asisten bersamaku agar bisa melaporkan segalanya padamu?""kenapa perkataanmu terdengar sentimental?" suamiku mulai memasang wajah gusar dan kesal. "aku hanya khawatir bahwa kau mencurigai beberapa temanku padahal orang-orang yang aku temui adalah orang-orang yang tempo hari selalu bersamaku. mereka adalah teman-teman biasa teman arisan, sosialita dan beberapa teman bisnis.""tidak, jangan khawatir, pergilah.""terima kasih." aku melenggang keluar dari kantornya dengan santainya. Aku sengaja tidak memberitahu bahwa aku akan makan siang dengan sahabatku Rudi, mungkin sikapku terlampau egois ataukah aku memang sengaja untuk menguji sejauh apa dia mencintaiku dan cemburu dengan itu. aku tahu bahwa aku cemburuannya akan menciptakan prahara, tapi selagi aku t
"Eh, suamimu cemburuan juga ya...."sahabatku Rudi yang sudah kuambil kontaknya tiba tiba mengechat dan bicara begitu."hahaha, abaikan saja.'"Naluri laki-laki memang merasa tertantang saat melihat orang lain menunjukkan ketertarikan dan kekagumannya secara langsung pada istri mereka. tapi aku tak menyangka kalau suamimu menunjukkannya dengan gamblang.""sudahlah, kau pun jangan merasa ditantang dengan sikapnya.""Buat apa... kalau aku ingin merebut orang maka aku akan melakukannya dengan cepat. Kau juga salah tahu ga sih.""salahku apa?""kau terlalu cantik di usiamu itu, malah kalau jalan dengan anakmu kau pasti dikira kakaknya.""Hei, aku baru empat puluhan.""Tapi kau berjuang sejak menikah dengan Revan, siapa yang tak tahu reputasi pria itu. kami para sahabatmu merasa geram dengan perlakuan dan perselingkuhan yang berlangsung selama belasan tahun itu. Heran ya, kenapa kamu bisa tahan.""demi keluarga.""demi keluarga apa demi uang?""dua duanya." aku meletakkan emot senyum di be
sekarang kami duduk di sebuah kedai minuman di pinggir pantai sambil tertawa dan bercengkrama bercerita tentang masa lalu di tahun 90-an, aku dan sahabatku itu banyak mengenal masa-masa konyol di saat kami masih SMA dulu. "Aku pernah dengar kalau istriku dan para sahabat-sahabatnya membicarakan tentang pria bernama Rudi. Tak kusangka Kalau hari ini aku bertemu denganmu secara langsung." Mas Revan mengaduk minumannya lalu meresapnya."oh ya? benarkah, kau sering membicarakanku dengan sahabat-sahabat kita?"aku melirik suamiku dan segera menggeleng cepat dan itu membuat mereka berdua, kedua lelaki itu tertawa padaku."kau tampan juga ya Rudi, ngomong-ngomong Apa usaha yang kau jalani...""aku menjalankan bisnis batubara milik keluarga di Kalimantan. by the way, kau juga tampan dan punya Aura seorang pemimpin yang hebat."suamiku hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya lalu berkedip kepada diri ini dan menunjukkan betapa hebatnya dia dapat pujian dari orang-orang di sekitarku.sok
Dua tahun berikutnya saat anak-anak sudah mulai lulus SMA dan Risa duduk di bangku kelas dua. aku dan suamiku menjalani kehidupan yang bahagia tanpa gangguan dari siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar tentang Ailin atau perintilan tentang hidupnya.Aku merasakan ketentraman dan kedamaian menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga sekaligus orang yang berwenang dalam perusahaan ayah mertua. ayam mertua yang saat ini sudah sepuh mulai sakit-sakitan sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumahnya, suami lebih aktif dengan kegiatan bisnisnya Karena sekarang tumpuan harapan dan satu-satunya penggerak roda perusahaan hanya dia, hanya dia yang diambil keputusannya dan menjadi acuan banyak orang untuk bertindak.ayah mertua sudah menyerahkan segalanya kepada kami dan tidak lagi ambil bagian dalam keputusan perusahaan. "mau kuliah di mana setelah lulus?" tanya kakeknya pada Rian anak sulung kami."ingin kuliah bisnis manajemen di Australia kek atau bila memungkin
Mungkin ini bab terakhir saat aku ingin menceritakan hidupku yang penuh kebahagiaan tanpa kehadiran orang ketiga dalam Rumah tanggaku.Setelah beberapa tahun berlalu kami menjalani dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan itu mengalami perubahan drastis dalam kehidupan dan karirnya.Tanpa sengaja aku mendapati kabar itu ketika aku arisan besar-besaran para sosialita di kota ini. Aku tergabung di sana karena mendapatkan undangan dari istri seorang direktur perusahaan minyak, sekaligus kebetulan mengenal istri gubernur. Mereka mereka mengundangku dan menjadikan aku sebagai anggota organisasi mereka di mana aku mengikuti banyak kegiatan dan arisan. "Kau kenal wanita bernama Airin yang dulu bekerja di perusahaan mertuamu?" Tanya Mbak Fika seorang pebisnis batubara."Namanya cukup familiar," jawabku mencoba untuk bersikap normal dan mengabaikan fakta bahwa orang yang sedang ditanyakan adalah mantan kekasih suamiku.""Aku mengagumi bagaimana kau menyikapi wanita itu saat dia masih bersam
Apa semuanya sudah selesai dengan kepergian wanita itu? Aku rasa iya, meski ada masalah lain yang akan kuhadapi tapi tidak akan seberat aku menghadapi orang ketiga dalam rumah tangga. Kuncinya hanya satu jika ingin jadi pemenang pada suami yang suka berselingkuh, lebih banyak bersabar, lebih banyak mengendalikan emosi, tenang dan pertahankan apa yang kita miliki. Niscaya suatu hari suami akan kembali ke rumahnya dan pulang ke pelukan istri dan anak-anaknya.Aku percaya Tuhan sudah berada di pihakku dengan cara membiarkan wanita itu menyerah, lalu pergi dengan membawa amarah dan kekecewaannya.Aku yakin, episode panjang perselingkuhan selama 12 tahun sudah selesai. Ya, berakhir sampai di sini.Kurebahkan tubuhku di tempat tidur lalu kuselimuti diriku sendiri dan suami. Awak dingin dari penyejuk ruangan membuatku harus dekat-dekat dengannya dan dia pun mengembalikan badan untuk memberi tanggapan pada pelukanku."Apa semua konflik ini sudah selesai sekarang?""Aku rasa iya.""Syukurla
Keesokan hari.Setelah jam istirahat kantor aku dan Mas Revan menyebabkan waktu untuk pergi ke kantor di mana Ailin bekerja sebagai manajer utama. Sebenarnya perusahaan itu berbasis di Singapura, tapi karena mereka punya kantor cabang di Indonesia, maka wanita itu ditugaskan juga untuk mencari relasi bisnis dan proyek terbaru. "Kau yakin kita akan bertemu dengannya.""Untuk terakhir kalinya."Aku dan suamiku memasuki lobby utama kemudian pergi ke meja resepsionis dan bertanya di manakah ruangan Manager utama."Apa ibu Ailin ada di sini.""Maaf Bu, Ibu manajer kami tidak ada hari ini. Apa beliau tidak memberitahu Anda sebelum Anda membuat jadwal temu dengannya.""Kami datang tanpa ada jadwal temu.""Beliau ada penerbangan 1 jam lagi ke Singapura jadi mungkin anda tidak bisa bertemu dengannya hari ini.""Apa dia memutuskan kembali ke Singapura?""Ya, tugasnya sudah digantikan oleh manajer baru jadi beliau akan kembali ke kantor pusat.""Oh, baiklah."Kupandangi suamiku yang terlihat m
Menjelang pukul 03.00 sore putuskan untuk langsung saja pulang ke rumah, kukendarai mobilku lalu 10 menit kemudian aku tiba di rumah.Ku masukkan mobil ke garasi kemudian mematikan mesin lalu keluar dari sana dan pergi ke pintu utama. Di ruang keluargaku dapati Suamiku sedang berbaring dan dia masih mengenakan baju setelan jasnya."Apa kau baru tiba?""Dari tadi.""Kenapa tidak ganti baju?""Aku masih lelah... Pusing.""Oh, apa kau sudah makan?""Belum.""Tunggulah sebentar aku akan siapkan makanan."Aku bergegas pergi ke kamar utama untuk ganti baju kemudian cuci tangan dan mukaku lalu turun ke dapur untuk menyiapkan makanan.Saat aku kembali ke dapur lelaki itu bangkit dari posisi berbaring dan menetap diriku dengan tatapan lekat dari kursi tempat duduknya."Ada apa?""Tidak ada sayang, aku hanya ....""Ada apa?""Aku hanya merasa bersalah Dan teringat kembali atas peristiwa yang bertahun-tahun pernah kulakukan pada dirimu.""Sudahlah, jangan buka-buka lama yang akan membuat kita me