Nina menimbang-nimbang keputusannya untuk bekerja atau tidak. Sebenarnya Nina mau bekerja, tapi tidak untuk menjadi kasir. Apa kata teman-temannya jika suatu saat mereka melihat Nina yang seperti sosialita bekerja sebagai kasir. Hatinya tidak menyetujui pekerjaan itu, tapi kebutuhannya sudah mendesak. Lagipula sampai saat ini belum ada orang yang mau menerima Robert untuk bekerja. Selain itu, Virni, Mama dari Zee juga tidak mau memberikan uang sebanyak dua ratus juta yang waktu itu ia minta.
Nina sadar ia keterlaluan untuk meminta uang kepada Virni, tapi ia juga membutuhkan uang itu untuk hidup, hidup seperti dulu seperti saat Zee masih menjadi menantunya.
“Ma … Melvin mau jujur satu hal lagi kepada Mama.” Melvin mengatur nafasnya agar lebih tenang.
“Apa itu, Mel?” Hati Nina menjadi ti
“Melvin cukup malu, Ma dengan Zee dan keluarganya jika kita harus meminta uang dari mereka,” tolak Melvin. Jika ia masih meminta uang dari Zee, artinya Zee akan semakin memandang rendah kepada dirinya dan menganggap Melvin tidak berguna sebagai pria karena hanya tahu meminta uang kepada Zee saja.“Tapi kebutuhan kita mendesak, Mel,” bujuk Nina. Ia sangat berharap Melvin menyetujuinya. Biarlah jika Melvin malu, ia sendiri yang akan memintanya kepada Zee.“Ma … biaya rawat inap di rumah sakit untuk papa saja kita masih meminta uang dari Zee. Mereka yang membantu kita melunasi semua biaya itu. Mama masih ingat kan?” tegas Melvin.“Mama ingat. Tentu mama ingat. Tapi kita …”“Sudah Ma, jangan minta uang lagi
“Cara apa, Ma?” Melvin mulai tertarik dengan pembicaraannya dengan Nina. Rasa lelahnya tiba-tiba hilang jika membicarakan cara untuk mendapatkan Zee kembali.“Tidur dengan Zee lagi!” ucap Nina penuh percaya diri.“Ah … cara itu. Misya pernah memberitahukannya kepada Melvin dulu.” Melvin menjadi tidak tertarik dengan obrolannya. Cara itu adalah cara terakhir yang akan Melvin tempuh jika sudah terpaksa dan tidak ada jalan lain untuk mendapatkan Zee.“Loh, koq bisa Misya memberikanmu ide seperti itu?” tanya Nina bingung, “Apakah Misya mau kamu rujuk lagi dengan Zee?Melvin hanya mengangguk saja.“Aneh …”
Zee sudah bersiap untuk pergi ke kantor, hari ini ia mengenakan kemeja hitam dan rok putih selutut. Rambutnya sudah di gerai dan diberikan bando manik-manik berwarna putih yang membuat rambut hitam Zee semakin bersinar. Make up yang digunakan hanya standar saja karena pada dasarnya Zee sudah cantik alami tanpa make up."Zee … ada tamu di bawah," teriak Zidan dari lantai satu."Siapa kak?""Tante Nina.""Hah … buat apa mama Nina datang ke rumah? Apa ada masalah dengan papa Robert?" Pikir Zee di dalam hati. Jarang sekali Nina datang ke rumah Zee."Iya, sebentar Zee turun," balas Zee.Ia segera merapikan dandanannya dan membuka pintu kamarnya. Sekarang sudah pukul
Zee hanya bisa tersenyum saja mendengar perkataan Nina. Tepat perkiraan Zee, Nina memiliki maksud lain di kedatangannya kali ini.“Zee memang sudah memaafkan semua perbuatan Kak Melvin, tapi maaf, Zee tidak bisa menghentikan perceraian ini, Ma.”“Kenapa, Sayang?” Nina sedikit kecewa dengan Zee yang tetap teguh dengan pendiriannya.“Mungkin Misya itu memang suatu pertanda untuk Zee mengakhiri hubungan dengan Kak Melvin.”“Tapi Melvin sangat mencintai kamu Zee … dia setiap hari memikirkan kamu hingga tubuhnya semakin kurus dan tidak terawat,” ucap Nina bertambah sedih. Ia berusaha meyakini Zee masih ada cinta untuk Melvin.“Zee kan mandul, Ma. Zee tidak bisa memberika
“Ada apa, Ma?”“Be-begini, sebenarnya Mama agak malu mengatakan ini, tapi Mama sedang dalam kesulitan,” ucap Nina terbata-bata.“Apa yang bisa Zee bantu, Ma?” tanya Zee pura-pura bodoh. Ia tahu Nina pasti datang ke rumahnya sepagi ini untuk meminta uang.“Begini … Adik-adik Melvin belum membayar uang sekolah, dan Robert juga belum beli obat lagi, dan …” Nina sudah menghilangkan rasa malunya untuk meminta uang kepada Zee. Ia kepepet dan tidak ada jalan lain selain Zee untuk memberikannya uang cepat saat ini.“Tante butuh berapa? Jangan meminta kepada Zee karena Zee tidak bekerja. Jadi dia tidak memiliki uang,” potong Zidan dengan nada ketus.&ldquo
“Bekerjalah, Tante. Minta Melvin bekerja lebih keras untuk menghidupi kebutuhan keluarga kalian,” balas Zidan kesal. Ia merasa seperti berbicara dengan orang yang bebal dan mata duitan.“Melvin sudah bekerja, Zidan. Ia sudah bekerja di dua tempat, bahkan setiap hari ia akan berangkat pukul enam pagi dan pulang jam dua belas malam. Tapi tetap saja gajinya kecil dan tidak mampu untuk membiayai adik-adiknya sekolah,” jelas Nina lagi. Ia ingin memberitahu kepada Zidan bahwa anaknya sudah bekerja keras, tapi hasilnya masih sangat sedikit.Zee sudah tidak tenang dengan perdebatan antara Nina dan Zidan. Waktu terus berputar. Sudah terlalu lama mereka berdebat dan hasilnya, Zee bisa terlambat pergi ke kantor.“Ma, Kak … bisakah kita lanjutkan perdebatan ini nanti? Zee harus melakukan int
Zee menoleh ke arah orang yang memanggilnya, ternyata suara itu berasal dari Anita, Mama dari Theo.“Selamat pagi, Tante,” sapa Zee sopan sambil tersenyum ke arah Anita.“Koq TANTE? MAMA!” ucap Anita sambil berjalan mendekati Zee. Ia sangat senang bisa kebetulan bertemu Zee saat ini. Banyak yang ingin ia bicarakan dengan Zee mengenai hubungannya dengan Theo, walaupun ia pernah berjanji kepada Theo bahwa ia tidak akan mencampuri urusan percintaan Theo dengan Zee, tapi jiwa kepo Anita terus bergejolak meminta jawaban.“Eh iya, Ma.”“Kamu ada waktu luang, Zee?” Anita sudah merangkul tangan Zee.“Aku mau bekerja dulu, Ma.” Zee tersenyum kaku.
“Mama ada dimana?” tanya Theo di sambungan telepon itu. Ia merasa gusar setelah mendapatkan pesan dari Zee, sesaat setelah ia menginjakkan kakinya di lobi kantor. Theo cukup kesal dengan Anita karena tindakan yang dilakukan oleh mama kesayangannya adalah hal yang semena-mena. Tentu saja selain hal itu, Theo cukup takut karena Zee sekarang bersama dengan orang yang paling berbahaya, apalagi jika Zee berkata jujur kepada mama tercintanya. Bisa runyam semua masalah percintaan Theo jika Anita bisa membongkar semua kebohongan Theo. “Mama sedang pergi jalan-jalan. Kenapa?” “Apa Mama sedang bersama Zee sekarang?” Theo mencoba mengkonfirmasi. “Tidak …” jawab Anita berbohong. Anita tersenyum jahil ke arah Zee. Ia sangat senang bercanda dan mempermainkan Theo, anak kesayangannya.
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca