“Mama ada dimana?” tanya Theo di sambungan telepon itu. Ia merasa gusar setelah mendapatkan pesan dari Zee, sesaat setelah ia menginjakkan kakinya di lobi kantor. Theo cukup kesal dengan Anita karena tindakan yang dilakukan oleh mama kesayangannya adalah hal yang semena-mena. Tentu saja selain hal itu, Theo cukup takut karena Zee sekarang bersama dengan orang yang paling berbahaya, apalagi jika Zee berkata jujur kepada mama tercintanya. Bisa runyam semua masalah percintaan Theo jika Anita bisa membongkar semua kebohongan Theo.
“Mama sedang pergi jalan-jalan. Kenapa?”
“Apa Mama sedang bersama Zee sekarang?” Theo mencoba mengkonfirmasi.
“Tidak …” jawab Anita berbohong. Anita tersenyum jahil ke arah Zee. Ia sangat senang bercanda dan mempermainkan Theo, anak kesayangannya.
“Vivian? Theo sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Vivian, Ma. Dia sudah menjadi masa lalu,” jelas Theo. “Jangan berbohong kepada Mama, Theo!” “Tidak Ma. Untuk apa Theo berbohong?” “Lantas apa alasan kamu tidak mempublikasikan hubungan kamu dan Zee di kantor? Malu?” tanya Anita curiga. “Tidak Ma … Theo sama sekali tidak malu. Theo sangat mencintai Zee. Bahkan sejak SMA.” Theo menjadi bingung mencari alasan agar Anita mempercayainya. “HAH … Zee itu teman SMA kamu? Ya ampun … Mama senang sekali. Cinta monyet bersemi kembali dong!” ucap Anita terkejut. “Tidak ada cinta monyet, Ma. Zee dulu tidak menyukai Theo sama sekali.” “
“Hoam …” Zee terbangun dengan menguap agak keras untuk menghentikan pembicaraan antara Pak Amir dan Anita. Sebelumnya ia berpikir jika ia berpura-pura tidur, maka Anita tidak akan menginterogasinya lagi dengan pertanyaan bagaimana hubungannya dengan Theo saat ini dan mengapa mereka belum memutuskan untuk menikah, tapi sepertinya trik tidur ini tidak bisa berlangsung lama karena Pak Amir yang hampir mengungkapkan kebohongannya.Setelah mendengar semakin lama ucapan Pak Amir semakin menakutkan, hati Zee menjadi tidak tenang. Ia seperti tersangka yang sedang disidang tanpa kehadirannya sendiri. Jadi sebaiknya Zee bangun saja dari tidurnya yang pura-pura itu.“Wah menantu cantik Mama sudah bangun.” Anita cukup terkejut dengan bangunnya Zee. Ia merasa tidak enak karena mungkin pembicaraannya dengan Pak Amir mengganggu tidur Zee.
Theo semakin gusar dan mempercepat laju mobilnya setelah membaca pesan dari Zee tentang Pak Amir. Ia tidak mungkin membiarkan Pak Amir membuka suaranya kepada mamanya tentang status Zee, tentu saja nanti setelah sampai ke mall, orang yang pertama yang akan Theo temui adalah Pak Amir dan meminta Pak Amir agar bekerja sama dengannya.Setelah sampai ke mall, Theo langsung memarkirkan mobilnya di basement. Theo mengambil ponselnya dari dalam saku celana dan mencari nomor kontak Pak Amir. Tidak membutuhkan waktu yang lama agar Theo bisa tersambung dengan Pak Amir.“Halo, Pak Amir,” sapa Theo dari telepon.“Ya, Den. Ada apa?” tanya Amir yang baru selesai meneguk air mineral.“Bapak ada dimana? Aku sudah di basement mall.”
“Zee sudah ditalak tiga, Pak Amir.” “Oh … terus kenapa masih proses perceraian?” “Kan talak tiga hanya untuk agama, belum menurut hukum negara.” “Oh iya ya Den. Soalnya Pak Amir sama istri hanya menikah siri. Jadi kalau talak … ya sudah selesai. Tidak usah repot-repot lagi.” Pak Amir tersenyum sendiri. “Jadi Zee itu masih proses perceraian, dan aku benar-benar mencintai Zee dari waktu kami berada di SMA, Pak.” “Jadi ini teh cinta monyet kembali lagi gitu Den istilahnya?” “Ya enggak cinta monyet, Pak. Aku saja tidak pernah meminta dia menjadi pacarku waktu itu.” “Lah kenapa, Den? Aden ini kan dari kecil sudah perlente. Masa Non Z
“Vivian …” Theo dan Pak Amir terkejut dengan wanita yang ada di hadapan mereka sekarang. Tunangan Theo yang hilang begitu saja dan hanya meninggalkan sepucuk surat tidak bisa melanjutkan pertunangan mereka karena Vivian tidak mencintai Theo lagi.“Apa kabar?” Vivian seperti biasanya akan langsung memeluk dan mencium pipi Theo jika mereka bertemu, tapi Theo langsung menolak Vivian sebelum wanita itu mendekatinya.“Aku baik. Maaf, aku ada keperluan. Selamat tinggal.” Theo meninggalkan Vivian bersama Pak Amir. Sementara Pak Amir juga malas meladeni Vivian karena ia juga turut kecewa dengan mantan tunangan majikannya itu. Jadi Pak Amir pergi meninggalkan Vivian sendiri dan ia pergi ke tempat lain untuk beristirahat.“Theo … tunggu!” Vivian sebal karena tidak
“Ma … siapa itu? Ma …” tanya Theo penasaran. Tapi Anita memutus sambungan telepon mereka secara sepihak.Jantung Theo berdegup sangat kencang, apakah yang ditemui Anita itu adalah Vivian atau wanita lain?“ARGH! Sial!” jerit Theo di dalam bilik toilet. “Kenapa kamu muncul lagi sih?” ucap Theo kesal.Theo segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia tergesa-gesa keluar dari toilet tanpa peduli pandangan orang lain yang berada di dalam toilet yang sama dengannya. Mereka semua menatap Theo karena tadi Theo berteriak sendiri.Theo sudah tidak peduli siapa yang ditemui oleh Anita, jika memang Vivian, ya sudah, apa mau dikata. Akhirnya Theo menyusul Anita dan Zee yang berada di toko ponsel langganannya, tapi setel
“Entahlah, Kak. Aku tidak tahu nama panjangnya, tapi mamamu memanggilnya Vivi.”“Dimana mereka sekarang?”“Mereka sedang memesan makanan dan minuman. Kak Theo dimana?”“Aku sudah sampai ke mall. Tadi aku mencari kamu dan mama di toko ponsel, tapi tidak ketemu.”“Ah … baru saja ponselku selesai diperbaiki.”“Ya sudah, aku akan datang ke cafe X.”Nafas Theo memburu karena ia masih tidak tahu Vivi siapa yang disebut oleh Zee. Apakah Vivian seakrab itu dengan mamanya sehingga bisa mengajak sarapan bersama? Aneh … Ataukah Vivi yang lain? Tapi siapa?Setela
Wajah keempat orang yang berada di dalam cafe itu menjadi diam membeku karena seorang wanita yang memeluk Theo dari belakang."Vivian, lepaskan!" tegas Theo berusaha melepaskan pelukan Vivian yang sangat erat di pinggangnya.Zee baru menyadari ternyata Theo panik sewaktu di telepon tadi karena ia takut bertemu dengan Vivian, mantan tunangan Theo.Zee memperhatikan Vivian dari atas hingga bawah. Wanita cantik dan sangat modis. Berbeda dari dirinya yang berpenampilan sangat sederhana."Hei … wanita sundal! Lepaskan anakku! Apa telinga kamu sudah tidak berfungsi? Dasar tidak tahu malu!" ucap Anita kesal yang melihat kelakuan Vivian yang tidak tahu malu. Tentu saja ia wajib marah karena wanita yang telah meninggalkan Theo dan membuat luka hati terdalam bagi Theo
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca