Rumi menatap pemandangan di luar mobilnya, mulutnya seperti terkunci, tidak sanggup untuk berkata apapun. Bagaimana Alex melakukan hal ini padanya, tidak aku tidak mau berhubungan apapun lagi dengan Alex, teriak Rumi dalam hatinya. Rumi jadi menyesali kenapa juga, dia datang membantu Alex semalam. Jika saja hal itu tidak dia lakukan, pasti semalam tidak terjadi apapun padanya. "Nyonya baik-baik saja?" tanya Gunawan mengejutkan Rumi. Rumi menatap Gunawan sesaat lalu, berkata. "Sepertinya aku butuh liburan setelah ini," "Baiklah, berapa lama anda akan berlibur?" tanya Gunawan. "Entahlah, begitu aku siap bekerja, aku akan memberitahu kamu," jawab Rumi. Gunawan seperti mengerti keadaan Rumi, tanpa bertanya apapun dia langsung pamit pergi, meninggalkan Rumi sendirian. Rumi langsung berlari ke dalam kamarnya, dia melepaskan perasaan sedihnya yang dia tahan selama perjalanan tadi. "Bodoh! Aku memang bodoh, percaya lagi dengan dia!" teriak Rumi. "Kenapa???" teriak Rumi. Ru
Biantoro menatap langit kamar nya sambil memikirkan Rumi, dia mengusap dadanya perlahan, jantungnya. berdetak kencang saat membayangkan wajah Rumi. Biantoro tersenyum akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan Rumi hari ini. "Aku harus menemukan alasan untuk bisa bertemu dengan nya, lagi," batin Biantoro. Biantoro mengambil handphonenya lalu menelepon seseorang, setelah itu dia tersenyum lebar membayangkan apa yang akan terjadi besok, setelah itu dia memejamkan matanya, menanti hari esok. *** Keesokan harinya, dengan penuh semangat Biantoro bangun dari tidurnya dan berangkat bekerja. Setiap hari dia memang selalu semangat namun hari ini semangat nya berlipat-lipat ganda, membayangkan siapa yang akan ditemuinya nanti. "Apa kamu sudah menyelesaikan apa yang aku pinta semalam?" tanya Biantoro pada asistennya begitu dia datang. "Semua selesai.". Mendengar itu, senyum Biantoro langsung melebar dua kali lipat dari biasanya. Biantoro langsung mengerjakan pekerjaannya hari itu dengan
Rumi berpindah duduk di sofa agak agak jauh dari Biantoro, lalu meletakkan map yang dia bawa di atas meja, agar Biantoro segera melihat dan membacanya. "Bagus, aku setuju!" ucap Biantoro setelah melihat dan membaca sebentar isi map itu. "Baguslah, kalau begitu aku pergi sekarang," pamit Rumi. "Tidak semudah itu," ucap Biantoro menahan langkah Rumi Rumi menatap Biantoro dengan tatapan curiga, apa maksud perkataan Biantoro barusan. "Aku ingin setiap hari kamu yang menemui ku, untuk melaporkan perkembangan proyek ini" ucap Biantoro tanpa basa basi. "Hah....," ucap Rumi terkejut. Rumi menatap Biantoro yang sedang membaca laporan yang dia berikan, kenapa juga mereka harus kembali dekat seperti ini. Bukankah seharusnya mereka tidak bertemu lagi dan dekat seperti ini lagi. Rumi beranjak dari duduknya, hendak pamit pergi, namun dengan cepat Biantoro menahannya. "Aku harus menemui klien, aku harap kamu ikut," Rumi mengerutkan keningnya, kenapa dia harus ikut, bukankah tidak
Rumi tidak menghiraukan tatapan Biantoro yang terlihat bingung padanya. Rumi merasa sekarang Biantoro terlihat sedikit aneh, bukan seperti Biantoro yang dia kenal. Rumi mengeluarkan isi kantong kresek yang dibawanya. "Kita sarapan bersama," ajak Rumi. Biantoro segera berjalan mendekati Rumi, melihat ada dua mangkuk bubur di atas meja makan. Rupanya tadi Rumi keluar membeli bubur, Biantoro tersenyum sendiri saat menyadari kepanikan nya tadi. Rumi mendengus melihat Biantoro yang tersenyum sendiri, dia jadi ingin tahu apa yang sedang dipikirkan Biantoro yang membuatnya tersenyum-senyum seperti itu. "Apa ada yang lucu?" tanya Rumi. Biantoro segera menghilangkan senyum dari bibirnya, lalu menoleh ke arah Rumi dan menatapnya sebentar. "Tidak ada," jawab Biantoro, Rumi mengerutkan keningnya, menyadari Biantoro tidak jujur padanya. "Cepat makan bubur nya, nanti dingin!" ucap Rumi dengan kesal. Rumi beberapa kali melirik ke arah Biantoro yang sedang menikmati bubur nya, Rumi tadi
Kembalinya Alex ke kota ini membuat Rumi gelisah, semalaman dia tidak bisa memejamkan matanya sekalipun, hingga pagi ini Rumi merasa enggan untuk pergi ke kantor. Rumi menatap taman kecil milik nya yang ada di belakang rumah. Sambil menyeruput teh hangat Rumi menikmati harum bungan yang sedang bermekaran di depan matanya. Handphone pun sengaja tidak dia hidupkan, Rumi benar-benar tidak ingin di ganggu hari ini. Rumi harus berpikir tenang untuk bisa menghadapi Alex, entah apa yang di inginkan Alex darinya, uang? Rasanya bukan itu, karena Alex saat ini sudah mempunyai pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi. Rumi yang ingin menyendiri orang lain yang pusing dan ketar ketir, bagaimana tidak pusing dan ketar ketir, Rumi seperti tiba-tiba menghilang seharian ini, handphone nya mati, didatangi rumahnya tidak ada yang menjawab, semua yang mengenal Rumi sudah Biantoro hubungi, namun tidak ada satu orang pun yang tahu dimana keberadaan Rumi. "Sial! Dimana dia?" omel Biantoro dengan mara
Tahu siapa yang di tabrak olehnya, Rumi segera memeluknya, membuat wajah orang g yang dipeluknya memerah. "Bawa aku pergi dari rumah ini," bisik Rumi. Mendengar itu, tanpa banyak bicara lagi, Biantoro segera membopong Rumi di pundaknya, membuat Rumi terkejut. Memangnya dia meminta Bianto membopongnya seperti ini, dia bukan beras. "Turunkan aku!" tariak Rumi. "Kita belum sampai, mobilku di ujung sana!" jawab Biantoro. Rumi mengerutkan keningnya, kenapa Biantoro memarkirkan mobilnya agak jauh dari rumahnya. "Turunkan aku!" ucap Rumi, menyadari dia masih berada di atas pundak Biantoro. "Belum sampai!" balas Biantoro. "Iya, tapi tidak harus seperti ini juga," protes Rumi. "Kamu yang meminta aku membawamu bukan?" tanya Biantoro sambil tersenyum. "Ini menculik bukan membawa," protes Rumi lagi dengan kesal. "Biar cepat!" jawab Biantoro asal. Rumi mendengus kesal saat Biantoro menurunkan dirinya di depan pintu mobilnya, dengan seenaknya Biantoro mendorong masuk Rumi ke dala
Bugh Sebuah pukulan mengenai mulut Alex begitu dia menutup mulutnya, membuat Alex mengerang kesakitan. "Brengsek!" maki Alex saat tahu Biantoro yang melakukan nya. Biantoro menatap Alex dengan garang, berani sekali Alex menyebarkan kebohongan seperti itu, mana mungkin Rumi menikah dengannya. Biantoro benar-benar tidak percaya itu. "Kamu yang brengsek! Mulut mu itu memang harus diberi pelajaran!" geram Biantoro. Pertikaian antara Alex dan Biantoro seketika mengalihkan semua perhatian orang yang ada di sana, mereka yang tahu siapa Alex dan Biantoro seketika terdiam tidak berani ikut campur. "Tidak akan pernah ku biarkan Rumi menikah denganmu!" Alex tertawa kecil merespon ucapan Biantoro. "Rumi sudah sepenuhnya milikku," bisik Alex pelan di depan wajah Biantoro, Biantoro pun segera mendorong kuat tubuh Alex memahami arti perkataan Alex barusan. Biantoro menatap Alex tajam, Biantoro pun segera pergi dari tempat itu, dia harus menemui Rumi untuk memastikan kebenaran nya, dia
"Jika dia yang kamu maksud, lebih baik menyerah," ucap Rumi pelan pada Anggi. "Benarkah?" tanya Anggi dengan kecewa. Rumi mengangguk pelan, menjawab pertanyaan Anggi. "Dia sepertinya tidak akan pernah jatuh cinta pada wanita manapun," ucap Rumi lagi. Biantoro merasa sudah tidak nyaman lagi mendengar pembicaraan antara Rumi dan Anggi, segera bangkit dari duduknya. "Ikut aku!" ajak Biantoro menarik tangan Rumi dengan kuat dan menyeretnya keluar dari tempat itu. Meninggalkan Anggi dan Ridwan dalam kebingungan. "Masuk!" ucap Biantoro begitu membuka pintu mobilnya. Rumi menatap Biantoro sesaat lalu dengan wajah cemberut masuk ke dalam mobil Biantoro. "Turun!" ucap Biantoro begitu mobilnya berhenti, Rumi menatap penuh pertanyaan bukankah ini rumahnya. "Mobilku?" tanya Rumi. Biantoro terdiam sesaat, entah mengapa tadi dia menarik Rumi menjauh dari Anggi, ketika sayup-sayup mendengar cerita diantara kedua nya tentang dirinya, dia tidak ingin Rumi salah paham tentang hubungan ny