Merasa ibunya abai setelah mendapatkan menantu yang sesuai dengan keinginannya, Mila tak kalah kesalnya. Dia dan keluarganya, yang biasanya bisa numpang makan gratis di rumah ibunya, kini dia baru merasa butuh akan sosok dari ibunya itu, bukan butuh kasih sayang atau pengayoman dari ibunya, melainkan materi yang biasa ibunya berikan. Merasa perekonomian keluarganya kacau balau, semenjak kartu ATM dari Guntur di pegang oleh Fitri, kini ditambah dengan sikap ibunya yang seolah lupa kepadanya, karena telah mendapatkan kesenangan lain di tempat yang baru.'Awas saja kalian! Hidup enak tanpa ingat dengan aku dan anak-anakku!"Semenjak ibunya pindah, tak ada lagi tempat bagi Mila untuk mensiasati agar uang yang di berikan oleh suaminya tidak cepat habis, dengan cara menumpang makan di rumah ibunya tersebutlah, Mila bisa mengakali dan mengirit uang belanja dari suaminya. Suami yang ia banggakan dan membuatnya menjadi budak cinta, nyatanya adalah sosok pria yang pelit. Gambaran Yadi hampir sa
Tidak terasa waktu terus berjalan. Sidang perdana hingga sidang putusan perceraian Fitri dengan Guntur telah di gelar. Dengan sengaja Fitri tidak memberi tahukan surat panggilan dari pengadilan agama. Toh dirinya juga sudah tidak dianggap keberadaannya oleh Guntur dan keluarganya. Dengan ketidak hadirannya Guntur secara berturut-turut dalam sidang perceraiannya. Akhirnya hakim memberikan putusan verstek pada sidang perceraiannya. Kini Fitri dan Guntur telah sah menjadi seorang janda, dan untuk Guntur, Fitri telah mempersiapkan kejutannya kepada mantan suaminya tersebut, berupa akta perceraian mereka, sedang kartu ATM milik Guntur tetap di pegang oleh Fitri, hingga terkumpul seluruh uang tabungan yang telah dikuras oleh keluarga suaminya, juga karena Guntur masih berkewajiban untuk menafkahi putri mereka juga nafkah masa Iddah untuk Fitri.Tidak terasa telah hampir setengah tahun membuka usaha warung makannya. Kini Fitri telah berhasil memiliki dua cabang baru, dan masing-masing berada
"Dasar perempuan mu***an, istri gak tau di untung!" Maki Tuan Subroto pada istri sirihnya tersebut. Jari telunjuknya mengarah tepat di depan muka dari orang yang dimakinya. "Di sini kamu enak-enakan menghabiskan hartaku, kau senangkan laki-laki lain saat suamimu sedang tidak ada di rumah. Kamu menolak mengantarku untuk berobat, ternyata ini penyebabnya." Lanjutnya.Susi pun hanya bisa menunduk, sambil berusaha untuk menutupi bagian tubuhnya yang terpampang di depan banyak mata. Karena kondisi yang masih siang dengan lokasi rumah yang berada tepat di pinggir jalan umum, maka banyak mata yang tertarik untuk mencari arah suara kegaduhan yang terdengar oleh telinga mereka.Guntur menatap ke arah istri barunya tersebut dengan tatapan aneh, tatapan yang sulit untuk di artikan. Rahangnya mengeras dan gigi-giginya saling bergemeletuk.Bu Surti pun yang semula berada di dalam kamarnya, kini dia berjalan keluar untuk mencari sumber dari suara gaduh.Mendengar anak dan menantunya dilecehkan, dim
Berbanding seratus delapan puluh derajat dengan kondisi sang mantan suami. Fitri semakin terbang tinggi mengepakkan sayapnya, meski tidak memiliki keterampilan khusus, namun hobi yang digelutinya itu mendatangkan kesuksesan serta pundi-pundi rupiah yang semakin bertambah. Semua kerja keras dan ketekunan dalam menjalani sebuah bisnis telah membuahkan hasil.Kini Fitri sudah terbiasa menjalani perannya sebagai seorang singel parent juga sebagai pembisnis. Dia biasa menjalaninya secara beriringan. Tanpa suami bukan berarti membuatnya meratapi nasib. Justru dengan posisinya saat ini Fitri seolah tanpa ada beban. Baik fisik maupun batin. Ia bisa menentukan arah hidupnya sendiri juga putri semata wayangnya. Baginya hidup tanpa atau ada suami tidak ada bedanya. Toh sewaktu dirinya masih berstatuskan seorang istri. Kehadirannya dan juga putri seolah tidak pernah dianggap oleh keluarga suaminya. Setelah berhasil mengembangkan warung makan miliknya dan juga berhasil menambah cabang dari warung
"lho...lho...lho..., Kalian mau apa dengan barang-barang sebanyak ini dirumahku." selidik Mila yang melihat ibu serta kedua saudaranya dengan kondisi lesu serta membawa banyak barang di depan pintu rumahnya."Mil, ibu dan adik-adikmu akan ikut tinggal di rumah ini." ucap Bu Surti yang begitu saja masuk kerumah Mila setelah pintu rumah tersebut baru saja dibuka oleh pemiliknya."Apa? Apa aku tidak salah dengar, Bu. Ibu kan tahu rumahku ini bukan hotel yang bisa menampung banyak orang, apa nanti kata mas Yadi kalo dia pulang dari pabrik." Mila berusaha menolak secara halus pada keluarganya."Mbak Mila, ibu kan juga ikut nyumbang waktu pembangunan rumah ini." sela Yoga tidak terima ucapan kakak sulungnya."Iya itu kan memang sudah kewajiban ibu pada anaknya. Kenapa kalian tidak tinggal saja di rumah besar milik menantu baru ibu yang kaya ini." cibir Mila sambil mengarahkan bola matanya pada Susi."Susi sudah bangkrut, Mbak, tuh lihat sudah kembali ke bentuk semula." cibir Guntur pada ist
Pupus sudah harapan Guntur. Kedatangan menemui Fitri di rumahnya bak karma nyata atas ucapan dari istri sirih yang telah di ceraikannya. Bagai melangkah menuju gerbang kesengsaraan. Ditinggal istri, di keluarkan dari tempat kerjanya tanpa uang pesangon, lengkap sudah penderitaannya.Guntur tidak menyangka bahwa pernikahan sirih yang ia dan keluarganya rahasiakan ternyata telah di ketahui oleh istri sahnya. Ternyata semua itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Niat hati ingin berlimpah harta dengan menikahi Susi dengan tanpa menceraikan istri tuanya. Namun ternyata keserakahan tersebut malah mendatangkan musibah yang beruntun untuk dirinya juga Keluarganya.Dengan gontai, Guntur meninggalkan halaman rumah yang ditempati oleh mantan istrinya."Gimana Bang, sama Mbak Fitri?" tanya Yoga pada kakaknya. Yang ditanya pun hanya menjawabnya dengan gelengan kepada.Mengetahui ekspresi yang tidak bersahabat di raut saudaranya. Yoga pun enggan untuk melanjutkan melontarkan pertanyaan pada ka
"Fit ... fit, kamu kok betah punya keluarga model mereka," ejek Sari pada adik iparnya."Ya, dikuat-kuatin Mbak, mau bagaimana lagi, sudah terlanjur terjadi," balas Fitri dengan nada pasrah."Untung saja sekarang kamu sudah pisah sama keluarga eda*n itu.""Iya Mbak, ada hikmahnya juga dari kejadian ini.""Makanya, cepetan nikahnya, biar keluarga benalu itu tidak nganggu kamu lagi.""Doain saja Mbak, semoga ini yang terbaik untuk kedepannya.""Aamiin."*"Kita gak bisa terus-terusan seperti ini!" teriak Bu Surti frustasi."Guntur juga gak mau Bu, kita jadi seperti ini.""Ini semua gara-gara kamu, kalau berhasil merayu Fitri pasti kita sudah dapatin itu rumah serta tanahnya, kemudian bisa kita jual lagi. Tapi apa, sudah gak dapat surat tanahnya, kamu malah dibuang sama Si Fitri." kesal Bu Surti pada Guntur."Jangan cuma nyalahin Guntur, Bu. Ibu juga kenapa gak manfaatin Si Susi untuk ngasih sebagian dari harta yang di miliki suami tuanya. Ibu keenakan menikmati harta Si Susi sendiri sam
Berbeda di tempat yang lain, di mana kini Rosi dan keluarganya berada. Setelah mereka berhasil mendapatkan surat tanah milih Bu Surti dan berhasil menjualnya untuk melunasi semua hutang keluarganya. Kini mereka hidup pun dengan kondisi yang tidak jauh seperti keluarga suaminya, yaitu Yoga.Saat ini mereka hidup dari sisa uang hasil penjualan rumah serta tanah milik Bu Surti. Mereka hidup di sebuah sebuah kontrakan di sebuah perkampungan di pinggiran kota. Rosi yang kini telah melahirkan seorang bayi laki-laki dari hasil hubungan gelapnya dengan mantan pacarnya dulu, namun Sang pacar enggan untuk mengakui bahwa itu adalah anak dari darah dagingnya. Mereka berbuat hal yang tidak sepantasnya sewaktu Rosi baru dilamar untuk menjadi istri dari Yoga.Rosi harus menjalani kehidupan yang keras. Ada rasa penyesalan yang tumbuh dibenaknya. Menyesal karena telah keluar dari rumah ibu mertuanya. Harusnya ia bisa menahan emosinya saat itu. Namun karena keterlaluannya Sang suami dan rasa jengkelnya