Happy reading***Alunan musik dari salah satu penyanyi popular terdengar menyeruak dalam restoran bintang lima tempat Daffin dan Aluna makan malam. Ditengah suasana romantic dengan mengusung tema candle light dinner, Aluna menikmati hidangan di depannya. Senyumnya tak henti-henti muncul setiap rasa baru masuk ke dalam mulutnya, Daffin yang melihat istrinya itu ikut tersenyum.“Enak banget ya?” Daffin menatap penuh cinta istrinya.“Apanya?” tanya balik Aluna.Senyum Daffin kian merekah, yang tadinya berencana hanya dinner biasa jadilah dinner super duper romantis karena kesalahan kostum dari Aluna.“Makanannya sayang,” jawab Daffin.“Enak, pakai banget,” komentar Aluna disertai anggukan senang.Daffin meletakkan garpu dan pisaunya ke atas piring, memilih menikmati sejenak kecantikan istrinya yang terkena cahaya lilin. Harus berapa kali lagi Daffin memuja kecantikan istrinya. Aluna selalu sukses membuat Daffin terpana. Jika dulu Daffin merutuki pernikahan mereka, sekarang Daffin sangat
Happy reading***“Mama, Ara suka makan telur yang ada matanya bukan yang seperti ini,” rengek Ara setelah melihat Aluna menyajikan telur gulung lengkap dengan isian sayurnya.Ara melihat lama telur gulung buatan sang Mama, memang terlihat sangat enak apalagi dilengkapi dengan hiasan oleh Aluna. Kalau saja bukan karena inginnya mungkin Ara sudah melahap telur gulung itu, tapi dia sudah terlalu sering dibuatkan telur gulung oleh sang nenek.“Hah? Mata? Yang seperti apa baby?” tanya Aluna dengan kening mengerut. Seumur-umur Aluna hidup dia baru dengan ada telur punya mata, ya kalau sudah jadi ayam sih baru punya mata.“Baby Ara mau seperti apa?” tanya Aluna lagi karena melihat anaknya diam.Ah ya, Aluna lupa menceritakan. Dia memiliki panggilan baru untuk Ara yaitu baby. Wajah Ara yang putih dengan rambut hitam legam mirip seperti berbie kecil pajangan miliknya dulu. Jadilah Aluna memanggil Ara dengan baby, menurutnya terdengar lucu saja.“Itu loh Mama, yang ditengahnya ada bagian kunin
Happy reading***“Mau masak lagi buat Ara?” tanya Daffin pada istrinya yang kembali mengambil telur dalam kulkas.“Iya, ini udah gosong,” balas Aluna sambil memperlihatkan telur gosong setelah kejadian percikan minyak.Kepala Ara menggeleng. “Ara mau makan telur gulung saja Mama, sudah lapar.” Ara menatap Mamanya.“Yakin?” tanya Aluna, pasalnya Ara yang tadi ingin dibuatkan telur mata sapi.“Iya,” balas Aluna dengan anggukan.“Oke.” Aluna tersenyum, setelah itu meletakkan kembali telur ke dalam kulkas. Beranjak menyiapkan makan siang untuk suami dan anaknya.Sangat tidak menyangka bahwa Aluna sudah menjadi ibu saat ini. Aluna rasa dia sudah seperti mendapat uang kaget, tiba-tiba merasa senang dengan campur aduk rasa baru yang luar biasa.“Aku juga makan telur gulung?” tanya Daffin.“Ya nggak, ini mau aku hangatkan dulu supaya enak,” sahut Aluna, memasukkan makanan yang tadi sempat dirinya masak untuk makan siang mereka.“Siap ibu boss.” Telapak tangan Daffin jatuh ke atas puncak kepa
Happy reading***Daffin tengah sibuk dengan urusan pekerjaannya, diakhir masa jabatannya sebagai duta besar disanalah tanggung jawabnya diuji. Makin banyak yang harus Daffin kerjakan, jika dipikir-pikir lembur tiada henti Daffin lakukan. Hal itu membuat Daffin selama seminggu penuh jarang bertegur sapa dengan semua anggota keluarganya, termasuk Aluna.Tok.Tok.Tok.“Masuk,” balas Daffin.“Permisi pak, ini dokumen yang harus bapak check untuk diajukan nanti sore.” Sekretaris Daffin melangkah membawa beberapa dokumen, meletakkan di atas meja Daffin.Mengembuskan napas berat, Daffin muak melihat kumpulan dokumen negara yang datang tiada henti. “Tidak bisakah aku pulang lebih awal hari ini?” Daffin menatap sekretarisnya.“Bisa pak, tapi konsekuensinya bapak harus bekerja penuh seminggu kedepan,” balas sekretaris dengan senyum masam.Bukan hanya Daffin yang lembur Bagai kuda, tapi seluruh jajaran anak buah dibawah Daffin. Mereka sudah seperti orang gila mengerjakan begitu banyak tugas, b
Happy reading***“ANAK MAMA SAYANG!” teriak Aluna setelah sampai dirumah.“Jangan teriak-teriak sayang,” tegur Daffin.“ARAAAA YUHUUU!” Aluna tidak mengindahkan ucapan suaminya, tetap memanggil anak semata wayangnya.“Kenapa Mama? Ara lagi buat kue sama kak Lisa.” Ara muncul dari arah dapur dengan celemek penuh tepung.“Utututu anak Mama lagi buat kue apa?” Aluna berjongkok menyamakan tingginya dengan tubuh Ara.“Coba sebentar Ara tanyakan ke kak Lisa.” Ara langsung berlari ke dapur, tentu Aluna langsung menyusul setelah melempar asal tasnya pada salah satu sofa.Daffin hanya bisa menggelengkan kepala, dia memutuskan untuk ke ruang kerjanya melanjutkan pekerjaan yang sudah Daffin bawa pulang. Aluna datang ke kantornya membuat Daffin tak semangat jika harus ditinggal, jadilah dia meminta semua bawahannya pulang ke rumah, ya semua pekerjaan akan mereka kerjakan dirumah masing-masing dan terhubung secara online.“Mama bertanya kita buat kue apa kak.” Ara naik ke atas kursi agar bisa mel
Happy reading***“Kok mendadak sih?” Lisa sudah meninggalkan game PS yang sedang dirinya dan Salina mainkan. Memilih menghampiri Aluna, duduk disamping kakaknya dengan wajah penuh tanya. “Kapan?” tanya Lisa, menatap Daffin yang memberikan informasi.“Menunggu pekerjaan kakak disini selesai, tiga minggu setelahnya baru kembali ke Australia,” jawab Daffin. “Ini bukan mendadak Lisa, lagi pula masih ada lima bulan lagi.” Daffin sudah sepakat dengan Aluna untuk memberitahu kedua adik mereka sekarang.“Terus nanti aku sama Lisa disini sama siapa?” Salina menatap bergiliran kedua kakaknya.“Ada ART yang akan menemani kalian, kakak juga akan tetap berkunjung kesini untuk menjenguk dan melihat kondisi kalian.” Aluna menatap kedua adiknya, berat rasanya meninggalkan kedua adiknya. Belum lagi di Canada ada kedua kakaknya Adnan dan Alisia yang akan menamani Alun ajika bosan. Sementara di Australia? Aluna harus beradaptasi lagi, hanya kedua orang tua Daffin yang akan menjadi teman dekatnya.“Suda
Happy reading***“Anak Mama kok cantik banget sih,” puji Aluna saat kedua tangannya tengah mengepang rambut Ara. “Gemes lagi, duh Mama jadi mau gigit,” tambahnya.“Terima kasih Mama,” senang Ara karena dipuji.Salina yang duduk berhadapan dengan Aluna dan Ara tiba-tiba saja mengibas rambutnya membuat Lisa yang duduk disampingnya kaget terkena terpaan rambut. “Apa sih kak, dipikir aku debu apa dikibas-kibas,” kesal Lisa.“Bukan begitu, aku mau menyombongkan diri kalau kecantikan Ara menurun dari aunty nya,” sombong Salina dengan alis naik turun.Lisa memutar kedua matanya malas, Salina memang paling pede kalau mereka sudah bahas siapa yang cantik. “Sudah pasti menurun dari kak Daffin lah,” tolak Lisa.“Heh! Aku adik kak Daffin, sudah pasti gen cantikku menurun pada Ara,” balas Salina tak mau kalah. “Kamu tidak lihat wajah ku sangat cocok jika di ikutkan dalam contest Miss Universe.” Salina menatap remeh Lisa.“Miss Universe dari mana coba, mimpi banget astaga.” Lisa menggelengkan kepa
Happy reading***Salina dan Lisa bergiliran menggendong si kecil yang lima menit lalu baru selesai disusui oleh Mamanya. Lisa menggendong Ara dan Salina menggendong si kecil, katakana saja ada tiga kakak perempuan yang tengah menyapa adik laki-lakinya. Menceritakan banyak hal sampai yang tidak penting pun Lisa sebutkan.“Gimana rasanya kak? Ada yang masih sakit gak?” Aluna sudah tidak lagi menatap ke arah empat orang yang sibuk sendiri. “Aku seneng banget kakak bisa lahiran normal,” lega Aluna setelah mendengar cerita dari Adnan jika Alisia melahirkan secara normal.“Aku juga lega, sejauh ini yang sakit sih gak ada cuma masih nyeri aja di daerah aku lahiran,” ungkap Alisia dengan wajah teduhnya.Aluna tersenyum, entah ini dia yang merasa atau apa tapi setelah melahirkan aura yang dipancarkan oleh kakak iparnya sangat berbeda. Langsung keluar aura keibuannya, mana cantiknya semakin bertambah. “Terus nama si kecil udah ada?” tanya Aluna.“Tanya saja ke Adnan, dia bilang sudah menyiapka
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel